Dear Dreamers!
Apa kabar semuanya? Semoga selalu dalam keadaan sehat dan tetap bersyukur atas apa yang telah kita raih hari ini :)
Awan pekat telah memayungi langit kota Tsukuba sejak pertama kali saya membuka mata. Sayangnya, hanya tetesan air yang turun membasahi tanah, bukan gumpalan putih salju seperti yang saya harapkan. Saya bergegas menunaikan shalat Subuh, kemudian menyiapkan sarapan dan bekal makan siang.
Saya kembali tiba di kantor paling awal. Sembari menunggu yang lain datang, saya mempelajari protokol ELISA yang akan saya kerjakan hari ini. Memastikan bahwa saya tidak akan melakukan kesalahan dalam eksperimen kali ini. Tak lama kemudian, Kohara-san dan Yuko-san tiba di ruang kerja.
"Sayang sekali, ya, pagi ini hanya hujan. Mungkin karena temperatur udara naik, jadi saljunya tidak turun," kata Yuko-san menyapa saya saat hendak duduk.
"Ah, Yuko-san. Apa kabar? Kemarin saya lihat Anda sibuk sekali, ya," kata saya membuka percakapan.
"Ah, begitu ya. Yaah, saya sedang banyak belajar hal baru," Yuko-san tersenyum menanggapi ucapan saya.
"Saya dengar, Anda sekarang menjadi anggota grup Yoshikawa-sensei, ya? Wah, selamat ya," ucap saya tulus.
"Terima kasih. Ya, itu benar. Karena itulah saat ini saya sedang banyak belajar. Semua hal yang saya temui sangat baru," kata Yuko-san sumringah. Saya turut senang dengan pencapaian senior saya ini.
Kohara-san baru saja kembali ke ruangan. Tampak beliau tengah meregangkan tangan.
"Anda kelihatan lelah, Kohara-san," kata saya memperhatikan beliau. "Sedang banyak pekerjaan?"
Kohara-san menoleh. "Ah, tidak, tidak. Saya hanya banyak melakukan pekerjaan rumah," kata Kohara-san.
"Ah, begitu. Oh iya, ngomong-ngomong pekerjaan rumah, besok saya akan mencuci pakaian saya. Cucian saya lama sekali keringnya. Saya harus menunggu lima sampai enam hari agar kering. Mungkin karena kamar saya tidak terkena sinar matahari."
"Tapi di Ninomiya ada mesin pengering kan?"
"Ng...sebenarnya ada, sih. Tapi saya melakukan kesalahan menyebalkan minggu lalu," kata saya lalu mengingat kejadian pekan lalu. Kohara-san memperhatikan saya dengan seksama. "Jadi, pekan lalu, saya mencuci menggunakan mesin cuci di apartemen. Seharusnya kan saya cukup tekan on, lalu memilih jenis pencucian. Tapi, saya malah menekan tombol pada preset dan mengubahnya menjadi washing. Jadilah, pakaian saya terendam air dan butuh waktu lama untuk mengeringkannya," saya mengangkat bahu lalu tersenyum acuh di akhir penuturan saya.
Kohara-san tak kuasa menahan tawa. "Astaga, Fahmi-san. Harusnya kamu cukup tekan on dan start, maka mesin cucinya akan bekerja," ujar beliau masih sambil tertawa.
Saya pun ikut tertawa. "Itu dia. Aaah....rasanya konyol sekali. Lihat saja, besok tidak akan ada hal konyol lagi di mesin cuci, huh!" ujar saya pura-pura sebal, lalu tertawa lagi.
"Yah, tapi itu pengalaman yang bagus, karena kamu baru pertama kali menggunakannya, kan?" kata Kohara-san. Saya mengangguk.
"Ah, Fahmi-san. Kamu sudah ke Hanamasa?" tanya Yuko-san menyebut salah satu pusat perbelanjaan besar di Tsukuba.
"Ah, hari Minggu ini saya akan ke sana. Saya sudah minta tolong pada senior saya dari Indonesia untuk menemani ke sana. Beliau punya mobil," jawab saya.
"Ah, syukurlah. Sebenarnya itu tidak terlalu jauh, sih. Hapalkan saja rutenya, nanti kamu bisa ke sana dengan sepeda," kata Yuko-san lagi.
"Mmm. By the way, saya harus ke sana pekan ini juga, karena isi kulkas saya sudah hampir kosong. Kalau tidak, saya akan kelaparan sepanjang pekan depan," kata saya lalu tertawa.
Saya melihat jam dinding, pukul 09.15. "Ah, saya harus ke lab sekarang. Saya harus segera melakukan ELISA. Kalau tidak, saya akan terlambat ke masjid hari ini," kata saya sambil mengenakan jaket.
Kami bertiga lalu berangkat ke lab. "Ah, lihat!" kata Yuko-san sambil menoleh ke ruangan di sebelah kanan saya. Saya pun menoleh, bukan ke ruangan itu, tapi ke jendela ruangan itu. Gumpalan putih salju turun dengan derasnya.
"Ah... salju!" saya memekik tertahan. Kami lalu berjalan ke lift.
"Wah, semoga saja tidak tinggi. Kalau saljunya meninggi, mobil Kohara-san tidak akan bisa jalan," ujar Yuko-san.
"Hmm, benar juga sih. Saya juga bisa-bisa tidak ke masjid," timpal saya.
Hawa dingin menerpa tubuh saya saat pintu otomatis terbuka. Salju turun dengan deras menerjang payung saya. Suasananya persis seperti yang saya alami di Boston dulu. Sangat dingin, namun menyenangkan.
Saya segera melanjutkan eksperimen ELISA saya. Setelah inkubasi, saya melakukan blocking dengan assay buffer, kemudian inkubasi selama satu jam. Selanjutnya, saya menyiapkan standar untuk eksperimen. Setelah inkubasi, saya mengaplikasikan sampel dan standar ke plate ELISA, kemudian inkubasi selama dua jam.
Saya lalu mengontak Pak Alfian, apakah hari ini kami akan ke masjid atau tidak.
"Liat situasi dulu ya Fahmi. Kalau saljunya tebal, kemungkinan saya nggak bisa bawa mobil. Ntar saya kasih tau lagi," kata Pak Alfian via Facebook.
Pukul 11.30, saya kembali ke kantor. Saat melihat pesan di Facebook, ada pesan masuk dari Pak Alfian. "Tunggu di lobi ya, kami jalan jam 11.45 dari sini."
Saya lalu bergegas turun ke lobi. Salju telah mereda, namun hujan masih mengguyur kota. Saya pun berjalan ke arah jendela kaca besar yang mengarah ke taman.
"Halo," suara wanita menyapa saya. Saya menoleh, seorang wanita berkulit putih menyapa saya lalu tersenyum.
"Eh, Mbak Novi, apa kabar? Wah, baru ketemu lagi nih," kata saya riang. Beliau satu-satunya orang Indonesia yang saya temui di kantor Sengen. "Habis dari kafetaria ya?" tanya saya lagi.
"Nggak, ini baru ngambil air di vending machine. Mesin pemanas di ruangan saya udah karatan, jadi nggak berani make mesinnya," kata Mbak Novi.
"Mmm, iya juga sih. Eh, iya, Mbak. Saya beberapa hari yang lalu dapat email dari Bu Febri, mau nitip salam aja sih."
"Eh, kenal Bu Febri dari mana? Kamu anak UI juga?" tanya Mbak Novi heran.
Saya pun menceritakan ihwal pertemuan saya dengan Bu Febri dan Kak Rizky, serta jalan cerita hingga saya bisa terdampar di kantor Sengen ini.
"Wah, hebat banget dong kamu. Manfaatin pengalaman di sini, banyak-banyak belajar aja," pesan Mbak Novi.
Mbak Novi lalu menyapa seseorang. Saya pun berbalik, seorang wanita Eropa menghampiri kami.
"Hi, he is also Indonesian people who work here (hai, dia juga orang Indonesia yang kerja di sini)," kata Mbak Novi mengenalkan saya ke teman beliau.
"Hi, I am Polish. I ever visit Bali. It is amazing (hai, saya dari Polandia. Saya pernah ke Bali. Sangat menakjubkan)," kata wanita itu antusias.
"Really? Ah, that's interesting. I also ever been in Bali to apply my visa. It was really wonderful (benarkah? Ah, menyenangkan sekali. Saya juga pernah ke Bali untuk mengajukan visa. Sangat menakjubkan)," saya menyetujui pernyataan wanita itu.
Tak lama berselang, seorang wanita bule menghampiri kami bertiga. "Hi, nice to see you," sapanya ke saya. Mereka kemudian menuju kafetaria.
"Ya udah, Mbak, kalo gitu saya duluan, ya. Saya mau jumatan, nih. Itu mobilnya Pak Alfian udah datang," kata saya lalu pamit.
"Iya deh, sampai ketemu ya," kata Mbak Novi lalu berjalan ke arah lift.
Hari ini saya ke masjid bersama Pak Alfian, Pak Amel, dan tiga pria asal Pakistan. Sepanjang perjalanan, saya mendengar percakapan heboh ketiga pria tersebut sambil melamun, menatap ke luar jendela. Beberapa titik jalan di Tsukuba kebanjiran. Di beberapa bagian juga ada tumpukan tipis es
"Berasa nonton film, ya, Mi?" tanya Pak Amel dari kursi depan.
"Banget, Pak," jawab saya lalu tertawa. "Ya udahlah, saya dengerin aja," ujar saya.
"Biasanya juga Mas Tiar sama Mas Joko yang ribut."
"Mas Joko mana, Pak?" tanya saya. Kalau Pak Tiar sudah kembali ke Indonesia pekan lalu.
"Lagi sibuk di kampus katanya."
Saya hanya mengangguk.
Masjid telah ramai saat kami tiba. Titik-titik es melapisi beberapa bagian tanah. Saya merapatkan jaket untuk mengurangi dingin yang kian menusuk.
Usai shalat Jumat, Pak Alfian mengantar saya ke Sengen lagi. Saya segera melanjutkan eksperimen saya, karena kalu terlambat, saya bisa pulang kemalaman. Benar saja, saya memang akan pulang kemalaman, karena sehabis ELISA saya harus melakukan passaging cells.
Di tengah masa inkubasi usai penambahan detection antibody ELISA, saya kembali ke kantor untuk melaksanakan shalat Ashar. Baru saja hendak berwudhu, telepon kantor saya meraung-raung. Telepon dari Dr. Yamazaki. "Fahmi, kamu masih ada eksperimen?" tanya beliau dari seberang.
"Iya, saya masih ada beberapa tahap ELISA lagi. Sekarang saya sedang di praying room. Do you want me to meet you in office (Anda mau ketemu saya di kantor)?"
"Oke, saya tunggu kamu di ruangan," kata Dr. Yamazaki.
Usai shalat, saya bergegas ke ruang kerja. Dr. Yamazaki ada di kubikel beliau saat saya tiba.
"Ah, Fahmi. Saya ingin kamu ikut ke bagian administrasi. Hari ini kamu akan menerima fee untuk bulan depan," kata Dr. Yamazaki.
"Oh?" kata saya terkejut.
"Kamu ada waktu tidak? Only 5 minutes."
"Sure, I still have a time," kata saya lalu tersenyum. Kaget sih, hari ini ternyata gajian. Horeee!!!
"But don't loss your money," kata Dr. Yamazaki lalu tertawa.
Saya pun mengikuti beliau ke bagian administrasi di lantai satu.
Usai dari bagian administrasi, saya melihat gerombolan remaja berseragam berjalan ke ruangan di depan kami. "Aah, saya melihat mereka tadi di lift," ujar saya sambil melihat ke gerombolan tersebut. Saya memang berpapasan dengan mereka saat keluar dari lab.
"Ah, itu. Mereka siswa SMA yang sedang ikut tur. Jadi, di sini, biasanya siswa SMA tahun terakhir punya serangkaian tur untuk merayakan masa terakhir mereka di SMA, biasanya dengan kunjungan ke kantor-kantor, termasuk salah satunya NIMS. Saya tidak tau, apakah mereka suka dengan kunjungan ke NIMS, tapi yang paling mereka tunggu-tunggu biasanya jalan-jalan ke Disneyland Tokyo," kata Dr. Yamazaki.
"Oh ya? Wah, senangnya. Mmm..tentu saja mereka senang ke Disneyland. Saya rasa semua remaja suka itu," kata saya. Kami pun tertawa.
Saya lalu kembali ke lab melanjutkan ELISA. Saya sedang menunggu masa inkubasi Avidin HRP saat melihat Takemura-sensei masuk sambil memberi instruksi ke rombongan siswa yang memasuki lab. Oalaaah, ternyata mereka ke sini juga, ya. Takemura-sensei lalu menjelaskan tentang ruangan kultur sel ke siswa-siswi tersebut. Semua tampak mencatat dengan patuh. Beberapa orang mengambil gambar dengan kamera saku. Beuh... cewek-cewek Jepang bening-bening euy, hahaha *salah fokus.
Pukul 17.00, saya baru merampungkan eksperimen ELISA saya. Saya bergegas ke ruang kultur sel untuk menyelesaikan passaging cells saya. Mr. Zhang masuk ke ruangan saat saya tengah menambah medium untuk sentrifugasi.
"Bagaimana eksperimenmu hari ini?" tanya beliau membuka percakapan.
"Yaah, eksperimen tadi berjalan lancar. Sekarang saya sedang melakukan yang lain lagi," kata saya lalu menyengir.
"Ah, begitu. Kamu di sini riset apa? PhD?" tanya Mr. Zhang.
Ditanya begitu, saya hanya tersenyum lebar. "Saya masih... undergraduate," jawab saya pelan.
"Ah... begitu? No wonder you look so young (Nggak heran kamu kelihatan sangat muda)," komentar Mr. Zhang.
"Beberapa orang bahkan mengatakan saya terlalu muda untuk di sini," jawab saya setengah tertawa.
"Berarti kamu bisa saja ngambil riset PhD di sini. Saya sedang penelitian PhD di sini, selama satu tahun," kata Mr. Zhang.
Walaaah, kenalan saya di sini kalo nggak PhD ya Post Doctoral deh, hohoho. Sepertinya saya benar-benar terlalu muda untuk memasuki lab di Sengen ini.
"Anda sekolah di sini?" tanya saya lagi.
"Oh, saya sekolah di China. Saya mendapat tawaran untuk internship di NIMS dari pembimbing saya, kemudian saya mengajukan aplikasi ke NIMS dan diterima."
"Di China, Anda tinggal di kota mana?"
"Saya tinggal di Shanghai."
"Shanghai? Waah, itu kota yang sangat padat dan sibuk," komentar saya.
"Ya, benar, persis seperti Tokyo," kata Mr. Zhang. "Kamu pernah ke China?" tanya beliau lagi.
"Ah, saya belum pernah. Tapi saya tau beberapa kota di China, seperti Beijing, Shanghai, dan Guangzhao. Ketiganya terkenal di Indonesia," kata saya.
"Kamu sendiri tinggal di kota mana di Indonesia?" tanya Mr. Zhang.
"Saya tinggal di sebuah kota kecil di pulau Sumbawa. Pulau Sumbawa letaknya dekat dengan Bali."
"Ah, Bali? Itu pulau yang sangat indah," komentar Mr. Zhang.
"Ya, Anda benar. Saya pernah ke sana untuk mengurus visa Jepang saya. Banyak orang bilang Bali itu indah, Setelah saya lihat sendiri, ternyata benar, sangat indah," kata saya lalu tersenyum. "Oh iya, saat ke Bali dulu, saya bertemu turis dari China. Dia bilang Bali sangat terkenal di China."
"Ya, benar. Banyak pasangan yang baru menikah berlibur ke Bali karena keindahannya. Oh iya, saya pernah ke Indonesia, di pulau Umang. Saya pernah mengikuti konferensi di sana. Kamu tau pulau Umang?" tanya Mr. Zhang.
Saya mengingat-ingat nama-nama pulau di Indonesia, namun tidak ada daftar pulau Umang di ingatan saya. "Maaf Mr. Zhang, saya tidak tau pulau Umang. Yaaah, seperti yang Anda ketahui, di Indonesia ada banyak sekali pulau, jadi tidak semua nama pulau saya hapal. Tapi akan saya cari di internet nanti," kata saya. (akhirnya saya tau kalau pulau Umang itu adalah sebuah pulau eksotis di provinsi Banten).
Pukul 19.15 saya baru meninggalkan kantor. Fyuuh, hari yang sangat panjang. Namun saya sangat senang karena hari ini banyak hal baru yang saya temukan di sekitar saya.
Well, itu dia kisah saya hari ini. Sampai jumpa lagi ya!
Hujan salju pagi tadi |
Siswa SMA di Jepang yang sedang tur di NIMS |
Hasil ELISA hari ini |
Masih eksis di lab
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar