Link

Kamis, 21 Desember 2017

Ceriwis part 1: Warga Tokyo

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Hello everybody!
Minna san wa ogenki desuka?

Tidak disangaka, saya telah menjadi warga Tokyo selama hampir 3 bulan. Semua terasa singkat karena hampir setiap hari saya menghabiskan waktu (senin-jum'at) di laboratorium. Terkadang dihari libur pun saya masih melakukan eksperimen.
Menjadi seorang peneliti bukanlah hal yang mudah. Ketekunan, ketelitian dan kesabaran sangat diperlukan untuk dapat memperoleh hasil yang diinginkan. Dan sebagian besar dari sikap-sikap tersebut telah diterapkan disini. Mereka sangat bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan.
Sistem pendidikan di Jepang menurut saya memang cukup strict. Saya merasakan sendiri bagaimana perbedaan atmosfir disini dan di Indonesia. Bahkan jika dibandingkan dengan di Tsukuba pun yang notabenenya sama-sama berada di Jepang, Tokyo jauh lebih keras. Mereka dituntut untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam waktu yang singkat, sehingga semua menjadi efisien. Tidak jarang teman-teman saya di laboratorium begadang bahkan sampai menginap di lab hanya untuk menunggu hasil karena setiap senin seluruh anggota lab diwajibkan untuk mengikuti progress report. Kami harus mempresentasikan hasil yang kami peroleh dama jenjang waktu dua minggu. Jika tidak ada hasil yang bisa dipresentasikan, bersiaplah untuk dibantai, wkwkwk. Bahkan ada hasil pun, jika tidak sesuai dengan yang seharusnya, kami akan dijejali dengan beribu pertanyaan yang membuat sakit kepala. Tetapi dengan kebiasan seperti itu, secara spontan otak kami dilatih untuk berpikir cepat, kritis dan terbuka akan semua kemungkinan yang terjadi. Mengapa hasil bisa demikian? Mengapa metodanya begitu? Mengapa menggunakan bahan itu ? dll.

Partner in crime, wkwkw (Pak Alim, Ito san, Mbak Dwi, Saya)

Dalam kasus saya, saya tidak terdaftar sebagai anggota yang wajib mengikuti progress report mingguan, karena saya berstatus sebagai short researcher. Tetapi saya wajib untuk ikut di progress report akhir semester. Yang sangat disayangkan adalah kemampuan bahasa yang sulit meningkat. Setiap progress report, mereka selalu menggunakan bahasa Jepang. Bahasa inggris hanya digunakan untuk international students saja. Sehingga kami sulit mengerti dengan materi yang dipresentasikan dalam bahasa Jepang. Dan di lab saya, international students nya hanya kami berempat. Saya, Mbak Dwi, Mbak Maya dan Pak Alim. Semua dari Indonesia dan dari kampus yang sama. Wkwkwk. Sehingga kami harus memberi upaya lebih jika ingin meningkatkan skil bahasa inggris kami.
Lab tempat saya melakukan penelitian memiliki satu sensei senior, yaitu Koji Sode sensei. Kemudian ada associate professor dan beberapa asisten yang membantu membina kelompok-kelompok tertentu yang sesuai dengan bidangnya, misanya grup Biosensor, Cyanobacteria, Protein engineering dan sebaginya. Masalahnya, grup saya dan pak Alim berada langsung dibawah sensei utama. Hal tersebut membuat kami sedikit kesulitan karena tidak dapat berdiskusi secara intens. Dan lagi projek yang kami kerjakan pun adalah experiment baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Jadi saya merasa sangat kurang dalam segala aspek T-T.
So, yang ingin jadi peneliti silahkan meyakinkan diri dari sekarang, bulatkan tekat dan kuatkan niat, hahaha. Karena tidak gampang untuk dapat menghasilkan sesuatu. Butuh usaha yang keras dan pemahaman yang matang. Tapi jangan takut, selama kita berniat baik dan melakukan dengan cara yang baik, Insya Allah, Allah SWT selalu ada untuk menolong J
Jika di Indonesia, pure-it dikatakan berkualitas karena telah di uji di ITB dan IPB. Sedangkan bagi International students, perantau dikatakan kuat apabila telah teruji hidup di Tokyo, LOL! Tokyo memang terkenal dengan biaya hidup yang tinggi. Seperti Jakarta, semua serba mahal. Apalgi sekarang sudah memasuki musim dingin yang katanya lebih dingin dari tahun kemarin. Waduhh.. Mau hemat listrik pasti susah nih, wkwkw.
Tetapi selalu ada jalan disetiap kesulitan, eaaa :D. Di Jepang terdapat beberapa supermarket yang semua isinya hanya ¥100. Sayuran, buah-buahan, snack, minuman dan hampir semua kebutuhan pokok tersedia. Ini adalah tempat favorit saya, heheh. Tapi terkadang, untuk membeli beberapa persediaan seperti beras dan telur, saya memiliki supermarket khusus yang lokasinya dekat dengan stasiun. Berdasarkan hasil survey, untuk beras, ikan dan telur, Nakaya Supermarket adalah yang terbaik (baca “termurah”). Untuk mendapatkan sayuran dan buah-buahan yang murah, ada Lawson. Bosan makan ikan? Don’t worry, ada Gyomu Supermarket yang menyediakan sosis dan ayam halal. Dan jika ingin mencari snack, roti maupun cake yang aman dikonsumsi oleh muslim, ada Seven Eleven (fyi, Lawson dan Seven Eleven ada dimanapun loh! > cek fb Halal Japan).

Seven Eleven
Lawson
Gyomu Suppa

Selain itu, ada juga beberapa toko yang menjual barang-barang second hand, tetapi kualitasnya masih bagus. Toko-toko seperti ini akan sangat ramai saat pergantian musim. Saat winter, mereka akan menjual berbagai produk keperluan winter seperti selimut, jaket tebal, sepatu tahan dingin dan sebagainya. Biasanya, warga Jepang sendiri pun akan membeli saat musimnya tiba. Saat suatu musim berakhir, mereka akan menjual kembali barang-barang tersebut. Holang kayaaaa…
Nah, ada juga seperti pasar dadakan yang diadakan tiap tahun. Flea market. Kemarin saya sempat pergi untuk melihat-lihat. Murah, banyak pilihan dan kualitas juga ok. Pasar mulai dibuka dari jam 9 pagi sampai 5 sore. Sary berangkat sendiri dari Koganei ke Musashi Sakai, kemudian ganti kereta dua kali sampai tiba ke Ajinomoto Stadium. Disepanjang jalan dipenuhi dengan gelaran tikar, gantungan, meja dan mobil-mobil yang berisi dengan barang-barang dagangan. Mulai dari baju, jaket, celana, rok, sandal, sepatu, topi, bahan pokok sampai alat dapur lengkap semua. Saya sempat mikir, ini jangan-jangan semua isi dapur dibawa kesini, wkwkwk.

Flea market

Setalah berkeliling lebih dari 3 jam dengan suhu 6 drajat celcius, saya memutuskan untuk beristirahat dan masuk ke stadion untuk menonton permainan bola yang dimainkan oleh anak kecil, wkwkwk. Tapi sayangnya di dalam gor saya tidak mendapatkan sinar matahari, sehingga terasa lebih dingin. Saya pun keluar untuk berfotositesis dan menyegerakan diri untuk pulang. Tapi tidak dengan tangan kosong, wkwkwk. Saya mendapatkan jaket tebal dengan bulu di leher  sehraga ¥500, wkwk. Murahhhhh dan masih bagus. Dan kebetuan saya juga perlu. Hehe.
Akhirnya karena lelah, dingin dan lapar saya pun menyegerakan diri untuk ke stasiun dan pulang. Butuh waktu 30 menit untuk sampai. Dan diatas kereta, sepanjang perjalanan saya membayangkan betapa nikmatnya indomie goring dan telor ceplok hahah.


Jaaaaaa… sekian dulu ceriwis kali ini. Insya Allah ceriwiss part 2 segera menyusul yaa ^^

Minggu, 03 Desember 2017

Welcome Autumn, Happy Momijigari

Momijigari atau berburu momiji (gari = berburu) adalah rekreasi ala Jepang yang sangat terkenal dan dinantikan. Saat momijigari, kita dapat menikmati perubahan warna daun momiji dari hijau menjadi merah atau kuning. Saat memasuki musim gugur / autumn, daun pohon ginkgo dan maple akan berubah warna seiring dengan menurunnya suhu dan memendeknya waktu matahari bersinar. Berdasarkan informasi yang saya peroleh dari berbagai ulasan mengenai momijigari, warna daun ginkgo dan maple akan berubah serentak menjadi merah maupun kuning saat suhu pada siang hari mencapai 5 derajat celcius. Perubahan ini dimulai dari wilayah Jepang bagian utara menuju selatan, dan semakin tinggi tempatnya makan pohon ginkgo dan maple akan mengalami perubahan warna yang semakin cepat.



Daun Maple

Daun Ginkgo

Momijigari menjadi alternatif liburan terbaik disela kesibukan eksperimen. Mushashino Park  dan Nogawa Park menjadi pilihan saya untuk menikmati akhir pekan. Kedua taman ini bersebelahan dan hanya terpisah oleh rel kereta api. 
Awalnya, taman favorit saya selama di Tokyo adalah Koganei Park. Taman ini sangat luas dan memiliki banyak spot untuk foto (wkwkwk). Banyak wahana bermain untuk anak, lapangan golf, jalur bagi manula, hewan dan sepeda, juga lapangan untuk bermain sepak bola dan basket. Ada juga beberapa patung dan benda-benda tradisional yang telah dimuseumkan disini. 
Untuk sampai ke taman ini, saya harus mengayuh sepeda cukup jauh dan melewati tanjakan. Tapi kelelahan itu terbayar dengan pemandangan yang saya temukan disana. 

Wahana bermain anak

In Action ^^

Salah satu jalur sepeda

Jarak dari Koganei International House (asrama saya) sampai Koganei Park sejauh 2,4 kilometer dan dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk menuju kesana. Jarak yang jauh membuat saya tidak dapat sering-sering berkunjung. Saya harus mengalokasikan waktu paling tidak setenga hari untuk dapat menikmati dan berkeliling taman. Namun, salah satu teman saya yang tengah menempuh program master di TUAT menyarankan untuk berkunjung ke Musashino maupun Noogawa park yang jaraknya lumayan dekat. 
Alhasil, saya mencari rute menggunakan google map dan pergi seorang diri. Alhamdulillah pekerjaan saya selesai diawal waktu, jadi saya bisa berkeliling menikmati senja sejenak. Saya menyusuri gang-gang kecil, memotong beberapa jalan sampai akhirnya terhenti di persimpangan. Iya, persimpangan. Bingung mau pilih yang mana. lah :D
Efek beberapa kali dibuat nyasar sama om google. 
Akhirnya saya menemukan rel kereta kejam yang memisahkan kedua taman tersebut, hiks (spam sentence alert). Sebelum sampai ke pintu masuk taman, saya harus melalui turunan. Sumringah lah senyum saya karena akhirnya sampai. Dengan kaki yang menggantung dan tangan kiri yang membentang, saya menikmati hempasan angin yang sejuk namun hangat karena paparan sinar matahari. Betapa indah nikmat Allah, dalam benak saya.



Musashino Park

Setelaah mengelilingi Musashino Park, saya menyebrang untuk melihat-lihat keindahan Nogawa Park yag tepat berada di sebelahnya.
Taman ini lebih pas untuk berlolahraga, karena hampir tidak ada kursi maupun tempat peristirahatan kecuali di pintu masuk. Saya menemukan banyak sekali jalur untuk berlari dan bersepeda. Taman ini memiliki banyak bukit-bukit kecil yang digunakan sebagai spot andalan untuk piknik. Sedangkan Musashino park benar-bendar dikondisikan sebagi tempat rekreasi yang dilengkapi dengan taan bermain, beberapa kursi dipinggir maupun ditengah taman, adapula spot khusus untuk barbecue. 
Saya juga menemukan satu kawasan konservasi alam disini. Saya melusuri dari luar sambil mengayuh sepeda. Ternyata, dibagian dalam tempat konservasi tersebut telah dibuat jalan kecil seperti jembatan menggunakan kayu. Sangat tradisional.

Nature Conservation Area

And you know what? the best things I found is.... tadaaaa.... sakura KW, wkwkkw. Sebenarnya bukan KW-KW baget sih, istilahnya sakura winter. Bukan sakura yang umum, tapi memang termasuk salah satu jenis sakura. 



Ditengah hamparan lembah dan rindangnya pepohonan hijau yang menguning, saya menemukan secerca cahaya (wkwkwk). Iya, sebut saja cahaya. Pohon dengan batang dan ranting gelap dan daun yang telah jarang, namun memiliki bunga-bungan kecil, putih nan cantik di tiap rantingnya.
Semangat lah saya mengayuh sepeda agar sampai secepat mungkin. Ya Allah, begitu indah ciptaan-Nya. Tak henti saya menggumam melihat ciptaan Allah dihadapan saya. Dan semua terlihat lebih indah dengan balutan sinar sang mentari yaang akan menghilang.

Beberapa pohon sakura

Alhamduillah. Seketika rasa dingin, penat dan lelah menghilang. Bahkan untuk menarik dan menghembuskan napas pun terasa begitu nikmat ^^
Ini mungkin bukan pengalaman spesial dan waw bagi pembaca maupun "kids jaman now", hehe. Tetapi yang membuatnya spesial adalah bagaimana cara kita mensyukuri nikmat dan ciptaan Allah, sekecil apapun itu. So, don't forget to say Alhamdulillah ya guys ^^

Rabu, 18 Oktober 2017

Eksplorasi Negeri Sakura part II

Tokyo, 1 Oktober 2017

Haloooooo readers!! How are you doing? Semoga selalu dalam lindungan Allah ya J
Alhamdulillah saya masih diberi kesehatan untuk menulis dan berbagi cerita lagi dengan para pembaca sekalian.. Penasaran kan dengan apa yang terjadi selepas saya menyelesaikan masa magang saya selama 3 bulan di Negeri Sakura??
Ok! Just prepare yourself and be focus. I will bring you to my world!


Flashback ke pertengahan Februari 2016.

Tepatnya tanggal 16 Februari saya dan rekan seperjuangan saya, Cindy mengakhiri masa magang kami di National Institute for Material Science (NIMS), Tsukuba, Japan dibawah bimbingan Dr. Tomohiko Yamazaki. Tiga bulan di NIMS menjadi tantangan tersendiri bagi kami, mengingat kami harus berinteraksi hampir setiap hari dengan Nihonjin (Orang Jepang). Kendala bahasa tentulah menjadi penghalang bagi kami dalam mengutarakan pendapat dan berekspresi. Kami tidak menguasai bahasa Jepang, juga tidak terlalu mahir dalam bahasa inggris (miris). So, put on your mind:

“if you want to know the other side of the world, you have to know the world language first!” (intinya kalau pengen keluar negri, mantapkan bahasa inggris dulu ya gaes. Itu jadi modal utama kalian. Kalau kalian sudah siap dengan diri kalian sendiri, maka peluang juga akan siap mendatangi kalian. Jaga-jaga aja, biar gak jadi gembel di negri orang :D)

Waktu, situasi dan kondisi memaksa kami untuk belajar. Jika kami tidak melangkah maju dan hanya pasrah dengan kemampuan kami yang “pas-pasan”, maka kami tidak akan dapat bertahan. Sedangkan program yang kami ikuti ini tidak hanya membawa nama kami pribadi, melainkan nama kampus kami tercinta dan orang-orang yang telah bekerja keras mewujudkannya.
And time flies. Kami telah mengakhiri magang kami dengan menulis sebuah report. Tentunya dalam bahasa inggris loh ya. Tulisan tersebut menjadi landasan dan bekal kami untuk menulis kitab akhir mahasiswa (read: skripsi). Sesuai rencana awal, penelitian yang akan kami lakukan di NIMS menjadi topik yang akan kami bahas dalam skripsi untuk menyelesaikan kuliah kami sebagai Sarjana Bioteknologi. And now, we are Biotechnologist. Yeay!


Masa-masa setelah sidang memang masa yang menggalaukan bagi beberapa pihak. Bagaimana tidak? Kehidupan kuliah yang kadang menyiksa dengan banyaknya tugas dan presentasi, seketika menjadi hilang. Blussshhh! Tidak perlu bangun pagi, tidak perlu ke kampus, tidak ada ujian… I feel free! (isi hati seorang kenalan saya, wkwkwk). Tetapi itu tidak berlaku bagi saya. Bah!
Setelah menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa, saya mengabdi di fakultas saya, FTB UTS untuk membantu beberapa  pekerjaan dosen dan staf fakultas. Selain itu, saya juga berpartisipasi dalam perintisan dan pengembangan Sumbawa Technopark (STP) yang berlokasi di Sumbawa, dan menjadi satu-satunya Technopark di Indonesia Timur. Bagi saya, ini adalah cara menghabiskan waktu yang berkelas, hahaha!

Lembaran baru
Seiring berjalannya waktu, program Pasca Sarjana Universitas Teknologi Sumbawa pun dibuka. Ada beberapa calon mahasiswa yang mendaftar. Hampir 80% dari total mahasiswa tersebut berstatus sebagai pegawai negeri. Mereka mendapatkan Surat Izin Belajar dari instansi mereka masing-masing. Adanya program Pasca Sarjana UTS tentunya merupakan hal yang sangat menguntungkan bagi masyarakat Sumbawa sendiri. Bagi masyarakat yang berprofesi sebagai PNS, mereka tidak perlu sampai keluar pulau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi demi kepentingan keilmuan maupun karir mereka. Dengan terbitnya izin pendirian Sekolah Pasca Sarjan dari Menristek DIKTI, mereka dapat memperoleh gelar magister tanpa harus meninggalkan keluarga maupun pekerjaan mereka.
Sebuah universitas jika tidak memiliki mahasiswa maka tidak akan dapat berdiri tegak. Ini adalah kampus baru. Satu-satunya kampus yang membuka program magister di Pulau Sumbawa. Banyak yang harus dipersiapkan sebelum kampus ini bisa menjadi kampus yang luar biasa. Waktu, tenaga, biaya, pikiran, segalanya dipertaruhkan untuk Sumbawa yang lebih baik kedepannya. Pertanyaannya, siapa yang mau?
Sebagai putri daerah, tentunya saya harus bisa memberikan yang terbaik untuk daerah saya. Saya tidak memiliki hal istimewa, sehingga saya hanya berusaha melakukan apa yang saya bisa dan memberi pelayanan sebaik mungkin sebagai anggota masyarakat. Disaat itu, sebuah tawaran datang kepada saya. Indah mau kuliah S2 di UTS?
Waktu seakan berhenti sejenak. Hati saya  mengetuk seakan merasa mendengar sesuatu yang tidak wajar. Saya kaget bukan kepalang. Saya tak dapat mengucap sepatah kata pun. Otak saya masih mencerna 5 kata yang tertuju pada saya. Saya memahami manfaat dari adanya lembaga belajar yang dapat menunjang pendidikan saya dan letaknya pun tidak sampai mengarungi lautan. Tetapi keinginan untuk melanjutkan sekolah ke luar negri telah menjadi mimpi saya sejak lama. Saat itu adalah masa-masa yang berat untuk saya memilih. Banyak hal yang menjadi pertimbangan saya kala itu. Saya harus mengikuti yang mana? Mimpi yang entah telah menjadi ego? Ataukah keinginan sang Ibu yang tak mau berpisah jauh dengan putri satu-satunya?
                Saat dipikirkan kembali, ternyata pilihan tidak hanya dua tetapi tiga. Pengorbanan. Apa aku sanggup? Dalam hati saya bertanya. Seseorang pernah berkata kepada saya. “saya lebih suka menjadi yang pertama, menjadi pembuka jalan. Memang berat untuk harus berkorban, tetapi manfaatnya untuk orang lain juga besar”. Itu adalah kalimat yang benar-benar membekas dalam benak saya. Kalimat sederhana, mudah di ucap tetapi berat untuk dilakukan. Tetapi itulan yang benar-benar beliau lakukan. Dan beliau bisa!
                Sejak saat itu, saya selalu berfikir. Apa yang sudah saya lakukan? Selama 22 tahun saya hidup, apa yang telah saya berikan untuk orang lain? Apa guna saya sebagai manusia yang telah mengenyam pendidikan sampai sarjana?
                Akhirnya saya meyakinkan hati dan membulatkan niat untuk melangkah. Saya harus bisa meyakinkan diri saya sendiri bahwa ini bukan jalan yang buruk. Saya harus memikirkan matang-matang segala kemungkinan yang dapat terjadi. Bismillah. Niat yang baik akan disertai kebaikan pula.

Sekerdar share pendapat yang gaes: kalian harus yakin dan paham dengan apa yang kalian lakukan. Baik itu yang kalian sukai, yang tidak, yang kalian dapatkan dengan jerih payah kalian maupun rezeki yang Allah berikan melalui tangan hamba-Nya yang lain, pikirkan matang-matang. Agar suatu saat, jika suatu hal yang tak diinginkan terjadi, kalian tidak perlu menyalahkan pihak lain. Jika hal yang buruk terjadi (naudzubillah) kalian sudah siap dan yakin karena kalian telah mempertimbangkan segala hal sebelum memilih.

                 Dan disinilah saya sekarang. Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT). Dengan status sebagai mahasiswa S2, saya berkesempatan untuk mengikuti program penelitian jangka pendek (short research) selama 6 bulan di Jepang. saya ditempatkan dibawah supervisi Prof. Koji Sode. Beliau pernah berkunjung ke Sumbawa untuk mengisi kuliah umum di Kantor Bupati Sumbawa lt. 3 dan UTS pada tahun 2013 lalu. Beliau juga membimbing Tim iGEM Sumbawagen bersama Dr. Tomohiko Yamazaki saat itu. Penelitian beliau berfokus seputar penyakit diabetes. Beliau mengembangkan alat sensor glukosa dalam darah menggunakan rekayasa genetika. Saya pun akan melakukan hal yang sama, yaitu mengekspresikan protein pengkode enzim glucose dehydrogenase yang di isolasi dari Aspergillus flavus.


Alhamdulillah. Nikmat Allah benar-benar ada dimana-mana. Saya mendapatkan beasiswa dari JASSO (Japan Student Services Organitation) untuk menunjang kehidupan saya selama di Jepang. Alhamdualillahnya lagi, banyak dosen UTS yang bersekolah disini dan ini pun kali kedua saya ke Jepang. Tentunya saya akan sangat terbantu. Dan yang paling saya rindukan saat berada disini adalah Ukhuwah Islam yang begitu kuat antar muslim sebagi penduduk minoritas.

                Well, Alhamdulillah. Tiada henti syukur terpanjat untuk Sang Maha Kuasa, Allah Azza wa Jalla. Inilah saat saya harus berjuang lagi sebagai perantau di negeri orang. Tunggu cerita selanjutnya yaaa ^^