Link

Rabu, 18 Oktober 2017

Eksplorasi Negeri Sakura part II

Tokyo, 1 Oktober 2017

Haloooooo readers!! How are you doing? Semoga selalu dalam lindungan Allah ya J
Alhamdulillah saya masih diberi kesehatan untuk menulis dan berbagi cerita lagi dengan para pembaca sekalian.. Penasaran kan dengan apa yang terjadi selepas saya menyelesaikan masa magang saya selama 3 bulan di Negeri Sakura??
Ok! Just prepare yourself and be focus. I will bring you to my world!


Flashback ke pertengahan Februari 2016.

Tepatnya tanggal 16 Februari saya dan rekan seperjuangan saya, Cindy mengakhiri masa magang kami di National Institute for Material Science (NIMS), Tsukuba, Japan dibawah bimbingan Dr. Tomohiko Yamazaki. Tiga bulan di NIMS menjadi tantangan tersendiri bagi kami, mengingat kami harus berinteraksi hampir setiap hari dengan Nihonjin (Orang Jepang). Kendala bahasa tentulah menjadi penghalang bagi kami dalam mengutarakan pendapat dan berekspresi. Kami tidak menguasai bahasa Jepang, juga tidak terlalu mahir dalam bahasa inggris (miris). So, put on your mind:

“if you want to know the other side of the world, you have to know the world language first!” (intinya kalau pengen keluar negri, mantapkan bahasa inggris dulu ya gaes. Itu jadi modal utama kalian. Kalau kalian sudah siap dengan diri kalian sendiri, maka peluang juga akan siap mendatangi kalian. Jaga-jaga aja, biar gak jadi gembel di negri orang :D)

Waktu, situasi dan kondisi memaksa kami untuk belajar. Jika kami tidak melangkah maju dan hanya pasrah dengan kemampuan kami yang “pas-pasan”, maka kami tidak akan dapat bertahan. Sedangkan program yang kami ikuti ini tidak hanya membawa nama kami pribadi, melainkan nama kampus kami tercinta dan orang-orang yang telah bekerja keras mewujudkannya.
And time flies. Kami telah mengakhiri magang kami dengan menulis sebuah report. Tentunya dalam bahasa inggris loh ya. Tulisan tersebut menjadi landasan dan bekal kami untuk menulis kitab akhir mahasiswa (read: skripsi). Sesuai rencana awal, penelitian yang akan kami lakukan di NIMS menjadi topik yang akan kami bahas dalam skripsi untuk menyelesaikan kuliah kami sebagai Sarjana Bioteknologi. And now, we are Biotechnologist. Yeay!


Masa-masa setelah sidang memang masa yang menggalaukan bagi beberapa pihak. Bagaimana tidak? Kehidupan kuliah yang kadang menyiksa dengan banyaknya tugas dan presentasi, seketika menjadi hilang. Blussshhh! Tidak perlu bangun pagi, tidak perlu ke kampus, tidak ada ujian… I feel free! (isi hati seorang kenalan saya, wkwkwk). Tetapi itu tidak berlaku bagi saya. Bah!
Setelah menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa, saya mengabdi di fakultas saya, FTB UTS untuk membantu beberapa  pekerjaan dosen dan staf fakultas. Selain itu, saya juga berpartisipasi dalam perintisan dan pengembangan Sumbawa Technopark (STP) yang berlokasi di Sumbawa, dan menjadi satu-satunya Technopark di Indonesia Timur. Bagi saya, ini adalah cara menghabiskan waktu yang berkelas, hahaha!

Lembaran baru
Seiring berjalannya waktu, program Pasca Sarjana Universitas Teknologi Sumbawa pun dibuka. Ada beberapa calon mahasiswa yang mendaftar. Hampir 80% dari total mahasiswa tersebut berstatus sebagai pegawai negeri. Mereka mendapatkan Surat Izin Belajar dari instansi mereka masing-masing. Adanya program Pasca Sarjana UTS tentunya merupakan hal yang sangat menguntungkan bagi masyarakat Sumbawa sendiri. Bagi masyarakat yang berprofesi sebagai PNS, mereka tidak perlu sampai keluar pulau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi demi kepentingan keilmuan maupun karir mereka. Dengan terbitnya izin pendirian Sekolah Pasca Sarjan dari Menristek DIKTI, mereka dapat memperoleh gelar magister tanpa harus meninggalkan keluarga maupun pekerjaan mereka.
Sebuah universitas jika tidak memiliki mahasiswa maka tidak akan dapat berdiri tegak. Ini adalah kampus baru. Satu-satunya kampus yang membuka program magister di Pulau Sumbawa. Banyak yang harus dipersiapkan sebelum kampus ini bisa menjadi kampus yang luar biasa. Waktu, tenaga, biaya, pikiran, segalanya dipertaruhkan untuk Sumbawa yang lebih baik kedepannya. Pertanyaannya, siapa yang mau?
Sebagai putri daerah, tentunya saya harus bisa memberikan yang terbaik untuk daerah saya. Saya tidak memiliki hal istimewa, sehingga saya hanya berusaha melakukan apa yang saya bisa dan memberi pelayanan sebaik mungkin sebagai anggota masyarakat. Disaat itu, sebuah tawaran datang kepada saya. Indah mau kuliah S2 di UTS?
Waktu seakan berhenti sejenak. Hati saya  mengetuk seakan merasa mendengar sesuatu yang tidak wajar. Saya kaget bukan kepalang. Saya tak dapat mengucap sepatah kata pun. Otak saya masih mencerna 5 kata yang tertuju pada saya. Saya memahami manfaat dari adanya lembaga belajar yang dapat menunjang pendidikan saya dan letaknya pun tidak sampai mengarungi lautan. Tetapi keinginan untuk melanjutkan sekolah ke luar negri telah menjadi mimpi saya sejak lama. Saat itu adalah masa-masa yang berat untuk saya memilih. Banyak hal yang menjadi pertimbangan saya kala itu. Saya harus mengikuti yang mana? Mimpi yang entah telah menjadi ego? Ataukah keinginan sang Ibu yang tak mau berpisah jauh dengan putri satu-satunya?
                Saat dipikirkan kembali, ternyata pilihan tidak hanya dua tetapi tiga. Pengorbanan. Apa aku sanggup? Dalam hati saya bertanya. Seseorang pernah berkata kepada saya. “saya lebih suka menjadi yang pertama, menjadi pembuka jalan. Memang berat untuk harus berkorban, tetapi manfaatnya untuk orang lain juga besar”. Itu adalah kalimat yang benar-benar membekas dalam benak saya. Kalimat sederhana, mudah di ucap tetapi berat untuk dilakukan. Tetapi itulan yang benar-benar beliau lakukan. Dan beliau bisa!
                Sejak saat itu, saya selalu berfikir. Apa yang sudah saya lakukan? Selama 22 tahun saya hidup, apa yang telah saya berikan untuk orang lain? Apa guna saya sebagai manusia yang telah mengenyam pendidikan sampai sarjana?
                Akhirnya saya meyakinkan hati dan membulatkan niat untuk melangkah. Saya harus bisa meyakinkan diri saya sendiri bahwa ini bukan jalan yang buruk. Saya harus memikirkan matang-matang segala kemungkinan yang dapat terjadi. Bismillah. Niat yang baik akan disertai kebaikan pula.

Sekerdar share pendapat yang gaes: kalian harus yakin dan paham dengan apa yang kalian lakukan. Baik itu yang kalian sukai, yang tidak, yang kalian dapatkan dengan jerih payah kalian maupun rezeki yang Allah berikan melalui tangan hamba-Nya yang lain, pikirkan matang-matang. Agar suatu saat, jika suatu hal yang tak diinginkan terjadi, kalian tidak perlu menyalahkan pihak lain. Jika hal yang buruk terjadi (naudzubillah) kalian sudah siap dan yakin karena kalian telah mempertimbangkan segala hal sebelum memilih.

                 Dan disinilah saya sekarang. Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT). Dengan status sebagai mahasiswa S2, saya berkesempatan untuk mengikuti program penelitian jangka pendek (short research) selama 6 bulan di Jepang. saya ditempatkan dibawah supervisi Prof. Koji Sode. Beliau pernah berkunjung ke Sumbawa untuk mengisi kuliah umum di Kantor Bupati Sumbawa lt. 3 dan UTS pada tahun 2013 lalu. Beliau juga membimbing Tim iGEM Sumbawagen bersama Dr. Tomohiko Yamazaki saat itu. Penelitian beliau berfokus seputar penyakit diabetes. Beliau mengembangkan alat sensor glukosa dalam darah menggunakan rekayasa genetika. Saya pun akan melakukan hal yang sama, yaitu mengekspresikan protein pengkode enzim glucose dehydrogenase yang di isolasi dari Aspergillus flavus.


Alhamdulillah. Nikmat Allah benar-benar ada dimana-mana. Saya mendapatkan beasiswa dari JASSO (Japan Student Services Organitation) untuk menunjang kehidupan saya selama di Jepang. Alhamdualillahnya lagi, banyak dosen UTS yang bersekolah disini dan ini pun kali kedua saya ke Jepang. Tentunya saya akan sangat terbantu. Dan yang paling saya rindukan saat berada disini adalah Ukhuwah Islam yang begitu kuat antar muslim sebagi penduduk minoritas.

                Well, Alhamdulillah. Tiada henti syukur terpanjat untuk Sang Maha Kuasa, Allah Azza wa Jalla. Inilah saat saya harus berjuang lagi sebagai perantau di negeri orang. Tunggu cerita selanjutnya yaaa ^^