Link

Senin, 30 November 2015

Day 5: Dari Hagasi Koganei ke Tsukuba Center

Senin, 23 November 2015




            Assalammualaikum, selamat malam pembaca setia blog Sumbawadreams J Apa kabar nih semuanya? Semoga sehat-sehat saja ya. Jangan lupa bersyukur J
            Anyway ketemu lagi dengan Cindy semoga tidak bosan ya, hehehe. Kali ini saya akan membagikan cerita mengenai petualangan kami kembali ke Tsukuba. Seperti yang diceritakan Indah kami menghabiskan hari minggu kami dengan berkunjung ke Asakusa dan Akihabara. Kemudian kami menginap di apartemen dosen kami Bu Dwi di wilayah Hagasi-Koganei, Tokyo. Wah, senangnya bisa bertemu dengan dosen tercinta setelah tidak bertemu selama kurang lebih 8 bulan.
            Mungkin karena kelelahan berkeliling seharian saya dan Indah bangun kesiangan. Kami bangun pukul 07.00 a.m JST, padahal niatnya kami akan berangkat dari apartemen Bu Dwi ke Tokyo University of Agricultural and Technology (TUAT) pukul segitu. Alhasil kami merapikan semuanya terburu-buru, termasuk merapikan muka. Tolong jangan tanya mandi tidak ya dreamers¸jelas kami berdua tidak mandi. Hehehe :D #gak keliatan kok kan dingin :D
            Semalam saya dan Bu Dwi sudah sempat mengecek jadwal kereta untuk hari ini. Kami memilih kereta yang berangkat sekitar pukul 9 pagi. Setelah beres-beres kilat, kami kemudian sarapan dan Bu Dwi membuatkan kami denah perjalanan. Ya, sebelum pulang ke Tsukuba kami berencana untuk mampir sebentar di kampus TUAT. Karena sarapannya buru-buru dan ala kadar Ibu kemudian memberikan kami bekal untuk diperjalanan, pisang goreng dan roti. Terimakasih Ibu J
     Setelah semua siap kami kemudian berangkat menuju kampus TUAT. Jalan-jalan pagi dengan udara dingin sebenarnya segar. Tapi yang tidak segar adalah kaki kami. Berjalan kaki berkilo-kilo meter bagi kami adalah bukan hal yang biasa. Kami tidak akan mau berjalan kaki jauh kalau “tidak terpaksa”. Selama ini kami dimanjakan oleh fasilitas sepeda motor yang kami punyai. Termasuk saya, padahal emisi karbon yang dihasilkan dari benda yang sangat berguna tersebut semakin memenuhi atmosfer bumi. Ah, negeri sakura ini seakan menegur saya pribadi.
(Perjalanan menuju kampus TUAT)
            Setelah berjalan kaki 30 menit lamanya, akhirnya kami sampai juga di kampus TUAT. Sebenarnya kami bertiga tidak yakin apakah kampus tersebut buka atau tidak mengingat hari senin ini adalah hari libur.
“Alhamdulillah kampusnya buka sayang, jadi kalian bisa masuk” kata Bu Dwi kepada kami berdua.
Alhamdulillah kami bisa berkeliling melihat “sister” kampus kami. sebelum berkeliling kami menyempatkan diri untuk berfoto di depan gerbang kampus TUAT. Ah, siapa tahu rezeki yang Allah berikan untuk melanjutkan pendidikan di kampus tersebut nantinya. Ibu mengambil gambar kami berdua, kemudian lewat seorang nenek yang menawarkan jasanya untuk memfoto kami bertiga. Wah, arigatou gozaimasu. Ini salah satu sifat orang Jepang saya sukai, mereka selalu ramah dan dengan senang hati menolong orang lain dan hal ini terpancar dari ekspresi wajah mereka.
Sayangnya Bu Dwi tidak bisa lama menemani kami berkeliling kampus TUAT. Ibu memiliki kelas Bahasa Jepang, kami pun berpisah dengan Ibu di depan salah satu gedung kampus tersebut.
Doomo arigatou gozaimasu Dwi-san, see you again” ucap kami sambil berpamitan dengan Bu Dwi.
            Kami hanya bisa melihat-lihat halaman kampus TUAT. Tidak bisa masuk ke laboratoriumnya atau pun ke gedungnya. Jika ingin masuk kami harus mempunyai ID Card Student. Jadinya kami hanya berjalan-jalan seputar halaman kampus. Itu pun tidak jauh hanya beberapa meter dari gerbang tempat kami berfoto tadi. Kaki kami sudah benar-benar tidak kuat nampaknya. Lagi pula kampus tersebut juga sepi, belum ada aktivitas apapun. Akhirnya kami memilih duduk di taman kampus sambil memakan bekal yang diberikan oleh Ibu dan tentunya menyimpan sisa energi yang dimiliki oleh kaki kami untuk kembali menuju apartemen.
Tokyo University of Agricultural and Technology (TUAT)
Taman di Kampus TUAT
Wah ada tangan raksasa :D


Cindy and Indah di TUAT
            Setelah kami pulang barulah ternyata banyak mahasiswa yang datang ke kampus mereka. Wah ramainya, untung kami segera kabur. Hehehe. Untuk kembali ke Tsukuba dari Stasiun Hogasi Koganei kami menggunakan kereta. Sebenarnya kami belum terlalu faham dengan jalur kereta di sini. Ada beberapa Iine dengan nama hampir sama namun tujuannya berbeda. Saat membeli tiket kami juga sedikit kebingungan, akhirnya kami bertanya kepada seseorang di loket tiket, namun mungkin orang tersebut tidak mengerti dengan apa yang kami ucapkan, dia kemudian memanggil petugas stasiun yang kemudian menghampiri kami.
“We would Iike to buy a tiket to Tsukuba Center” kata saya.
“ There’s nothing direct train to Tsukuba Center” kata petugas tersebut. “You can buy the ticket to Akihabara. That is the Iine for Tsukuba Center”. Lanjut petugas tersebut kemudian membantu kami membeli tiket.
Oh ok then, arigatou gozaimasu” ucap kami berdua lalu masuk ke dalam stasiun setelah mendapatkan tiket.
            Sebenarnya saya masih sedikit bingung, jalur ini berbeda dengan apa yang dijelaskan Bu Dwi semalam. Tapi berbekal pengalaman kemarin kami akhirnya menggunakan jalur seperti yang kami lalui kemarin dengan rute Higasi-Koganei è Shinjuku (transit) è Akihabara (beli tiket baru Tsukuba Expr



ess)è Tsukuba Center. Total harga tiket dari Higasi-Koganei ke Tsukuba Center adalah 1.660 yen (dikalikan 122.5 sama dengan IDR 203,350 rupiah). Untunglah kami tidak tersesat meskipun sempat kebingungan saat berganti stasiun dan selamat tiba di Tsukuba Center dan juga apartemen kami setelah perjalanan 1 jam lebih.
Jepang nampaknya menegur saya banyak hal, salah satunya adalah disiplin. Salah satu contoh disiplin yang paling nyata adalah pada sistem transportasinya. Di tulisan sebelumnya saya sudah sempat menyinggung sedikit mengenai ketepatan waktu transportasi bus yang kami tumpangi menuju Tsukuba dari Narita International Airport. Saat menuju ke Tsukuba Center kami juga menjumpai hal serupa. Saya dan Indah indah telat beberapa detik saja tiba di antrian kereta. Tapi kereta sudah berjalan tepat pada waktunya. Tidak ada istilah menunggu lebih lama dari waktu keberangkatan di sini, semuanya tepat pada waktunya. Hal ini patut kami tiru, ini adalah perilaku baik yang masih belum mampu kami terutama saya tegakan. Semoga 3 bulan berada di Negeri Sakura ini saya dan Indah dapat membawa pulang banyak pelajaran baik dalam kehidupan. Aamiin J
Dari Tsukuba Center melanjutkan perjalanan ke apartemen dengan berjalan kaki. Ah, rasanya kaki kami ingin copot, saya sampai tidak kuat lagi mengangkat kaki. Hingga betapa senangnya kami saat telah tiba di apartemen. Alhamdulillah, liburan kami akhirnya berakhir dan kami akan memulai aktivitas esok hari.



Minggu, 29 November 2015

Special Weekend: Menjelajahi Sisi Lain Negeri Sakura

Tokyo, 22 November 2015

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, dapat weekend lagi. Haha. Memang weekend menjadi kata yang paling istimewa dan hal yang selalu kami tunggu-tunggu :D. Kalau di ingat, dalam minggu ini kami hanya masuk kantor dua kali, haha. Beruntungnya :D

Setelah puas menanjaki Tsukuba Mountain kemarin, hari ini kami akan mengelilingi kawasan wisata di Asakusa, Tokyo. Wahhh, asikk :D. Dan untuk kesekian kalinya, kekuatan kaki kami pun di uji. Ah, sabar.. Tapi tak apa, karena kami akan menghabiskan waktu di Tokyo sampai besok. Hahhaa..

Hari ini kami pergi bersama kak Norhidayah yang berkebangsaan Malaysia, sahabat seperjuangan yang kami kenal di NIMS. Dari apartemen – Ninomia House – kami berjalan menuju Tsukuba Center. Sampai sini, kami pun berpisan dengan Kak Nur, karena beliau telah punya rencana sendiri untuk mengisi waktunya. Terima kasih kak Nur J. Kami membeli tiket kereta dari Tsukuba ke Asakusa. Ternyata mahal, hiks :’(. Kami mengengeluarkan ¥ 1140 untuk membeli tiket kereta Tsukuba Ekspress dari Tsukuba ke Asakusa, sekitar Rp. 140.000 dalam mata uang Indonesia. Memang benar, transportasi di Jepang memang mahal. Tapi hal ini setara dengan fasilitas yang mereka sediakan. Iya sih, kalau dipikir-pikir, hehe. Kereta melaju sangat cepat. Sekitar satu jam di dalam kereta, kamu pun sampai di stasiun Asakusa. Didalam kereta sangat nyama. Bersih, rapi, dan ada penghangatnya pula.
Antrian penumpang kereta api

Memang butuh perjuangan untuk sampai kesini, karena kami harus turun di stasiun Kita-senju, kemudian pindah ke kereta yang meluncur ke Asakusa. Beberapa kali kami bertanya kepada orang-orang yang lalu-lalang di depan kami. Yah, lagi-lagi masalah bahasa menghambat komunikasi kami. Terpaksa, bahasa tarzan yang bermain. Haha. Ini karena pertama kalinya untuk kami, makanya kami masih sulit beradaptasi dan memahami bagiamana seluk-beluk transportasi di Jepang. Tapi untungnya semua jadwal maupun lajur kereta terpampang dengan jelas di setiap stasiun.

Disini sedikit berbeda dengan stasiun kereta yang pernah kami singgahi di Indonesia. Di samping rel intasan kereta, sudah ada garis antrian yang menandakan bahwa pintu kereta akan berhenti tepat di depan garis tersebut. Ada juga tanda panah di sampingnya yang mengarahkan penumpang harus masuk melalui pintu yang mana. Jadi, para penumpang akan berbaris dengan rapi dan tertib. Wah, ini adalah pemandangan yang tidak pernah saya jumpai sebelumnya. Saya berharap, suatu saat negara kesayangan saya akan mampu menerapkan sistem yang seperti ini, sehingga beberapa kecelakaaan kecil di stasiun dapat dihindarai.

Petualangan hari ini tidak hanya untuk kami berdua, melainkan petualangan beberapa muslimah Indonesia yang ada di Jepang, salah satunya dosen kami tercinta, Bu Dwi. Beliaulah yang mengajak kami jalan-jalan atas permintaan dari pembimbing kami, Dr. Yamazaki. Kiranya beliau khawatir akan kami berdua dalam beberapa hari libur ini, sehingga beliau meminta bu Dwi untuk menemani kami. Yaampun, baik bangettt.

Kami sampai di terminal A2, di satsiun Asakusa tempat kami memadu janji dengan bu Dwi. Asek, haha. Kami tiba sekitar pukul 09.30 pagi waktu Jepang. Ah, kami tidak dapat berkomunikasi dengan bu Dwi. Kami pun menunggu berjam-jam lamanya seperti anak hilang di depan stasiun. Bu Dwi, where are you?  Kami hanya melihat kerumunan orang yang berlalu-lalang di depan kami, dan sesekali melirik kami. Ah, indah sama Cindy fansnya banyak euy, wkwkwk. Kami pun lelah dengan semua ini! Asekk, haha. Akhirnya kami berinisiatif untuk meminjam handphone dari seorang ibu yang berdiri di hadapan kami. Ia bersama suami dan anak-anaknya membawa koper dan mendorong kereta bayi. Akhirnya kami pun memberanikan diri untuk meminjam handphone mereka. Yah, kami di tolak. Hiksss. Sang ayah berkata bahwa mereka sebentar lagi akan pergi. Dan mereka pun langsung meninggalkan kami. Aih, kesepak gerup. Saya dan Cindy pun saling melirik dengan wajah pasrah. Tetapi beberapa menit kemudian sang ayah yang tadi kembali menghampiri kami. Ia menanyakan berapa lama kami membutuhkan handphone. Dan kami pun menjawab hanya sebentar, untuk mengabari dosen kami dimana posisi kami. Ia pun mengerti dan memberikan password wi-fi handphonenya kepada kami. Alhamdulillah, si bapak sudah dapat hidayah kayaknya :D. Dengan mata berbinar kami pun mencatat dengan cepat tulisan tersebut. Setelah beberapa menit, kami pun selesai mengabari bu Dwi via WA mengenai posisi kami. Dan si bapak pun pergi dengan iringan senyum dan terima kasih dari kami, hehe.

Beberapa menit berlalu, namun bu Dwi tak kunjung datang. Padahal beliau berkata bahwa beliau akan berjalan menuju tempat kami. Dan bu Dwi tidak salah. Beliau telah lama pula menunggu kami di stasiun Asakusa. TEPATNYA DI STASIUN A1. Gubrakkkkkkk. Sebenarnya stasiunnya ada dua jalan keluar, yang A1 sama A2. Nah, kita nunggu di A2, bu Dwi di A1. Ya mana bias ketemuuuuuuuu…

Tapi endingnya ketemu sih, hehe. Saya memang sempat berpikir demikian. Oleh sebab itu saya menyiagakan mata untuk melihat kesekeliling. Ternyata, di sebrang jalan sana saya melihat dua sosok wanita berjilbab. Spontan saya memanggil Cindy untuk ikut menyaksikan peristiwa penting ini. Hahah, edisi termehek-mehek nih kayaknya :D

Temu Kangen Dosen Tersayang

Alhamdulillah, akhirnya bertemu bu Dwi juga. Edisi jadi anak hilang berakhir, jreengg jerenngg. Saya pun langsung memeluk beliau. Saking rindunya, hehe. Bu Dwi tengah menempuh S3 di Tokyo, tepatnya di Tokyo University of Agricultre and Technology (TUAT). Ini adalah bulan kedelapan beliau menjadi penduduk Tokyo. Beliau mengajak temannya yang bernama Mba Atik, yang bisa dibilang guide terbaik beliau. Mba Atik lah yang memandu kami untuk berjalan-jalan sambil cuci mata. Hehe. Wah, kawasan ini sangat padat oleh pengunjung. Jauh sekali dengan Tsukuba yang hening dan sepi. Saat hari libur memang tempat ini menjadi salah satu tempat favorit warga Jepang dari berbagai daerah. Tetapi banyak bula turis-turis dari belahan dunia lainnya yang melancong kesini. Dari Malaysia, Korea, India, China, Amerika dan Eropa, lengkap disini. Wah wah, kerennnnn. Readers, kapan kesini? :D

Wisata Kuliner + Cuci Mata

sebut saja "Becak Raksasa"
Kami mulai memasuki gang-gang yang di kiri dan kanannya penuh dengan kedai makanan maupun toko-toko kecil yang menjual beraneka ragam barang. Adapula semacam kereta yang berlalu-lalang. Kereta ini unik sekali, dan mungkin juga bukan kereta, hehe. Bingung mau sebut apa :D. “Alat transportasi” ini seperti becak, dengan dua roda yang sangat besar di kiri-dan kanannya. Tapi tidak digerakkan dengan sepeda, melainkan ada seorang yang menariknya. Wahhhhh, sugoiiii. Kami juga ingin mencoba menaiki kendaraan tersebut. Tapi niat kami urungkan kembali mengingat hal itu tidak gratis. Hahaha, maklum anak perantauan, jadi harus hemat :D

Keramaian pengunjung di Kuil/Candi
Mulailah kami memasuki area percandian, dimana banyak warga Jepang datang untuk berdoa. Langkah kami terhenti saat bu Dwi memberitahu kami bahwa aka nada beberapa orang lagi yang akan berkeliling bersama kami. Sembari menunggu, kami pun membeli roti seharga ¥200. Eh ada diskon, beli 3 dapatnya ¥500. Haha. Wah ramai juga penggemar roti ini. Rotinya seperti Roti Boy, tapi besarnya setara dengan dua telapak tangan saya. Kami harus mengantri untuk membelinya. Dan ternyata enakkkk… krenyes-krenyes gimanaaa gitu. Wkwkwk.

Rotinya enak bangettt
Salah satu yang paling saya sukai dari Jepang, selain kotanya yang indah, adalah makanannya. Eits, bukan untuk dimakan, tapi untuk dilihat, hehe. Mereka menggoda pelanggan dengan menata makanan yang mereka buat secantik mungkin. Dengan tatanan yang cantik dan warna yang menarik, tentulah memberikan nilai tambah tersendiri. Dan saya sangat suka bagaimana mereka menyajikannya. Meskipun bahan dan rasanya, ah you know what I mean lah!

Satu yang membuat saya tertarik. TAKOYAKI. Ah, saya pengeeennnn. Akhirnya kami membeli seporsi yang isinya 6 biji, dengan harga ¥ 500. Dan kami di traktir. Ah bu Dwi, sayang pake banget deh sama Ibu :D. Takoyaki ini terbuat dari adonan tepung yang dibulatkan seperti onde-onde dan isinya adalah potongan gurita. Ini termasuk makanan halal yang aman dikonsumsi oleh muslim seperti kami. Tapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, kami pun tidak menambahkan saus atau apapun, sehingga hanya takoyakinya saja yang kami makan. Si penjual memasang wajah heran mendengar permintaan kami. Hehehe. Memang takoyaki biasa dimakan dengan berbagai macam topping dan taburan ikan asap yang diiris setipis mungkin di atasnya. Rasanya enakkkk.. tapi panas banget dalamnya. Ah, ini toh alasannya orang-orang yang makan takoyaki ngipas-ngipas mulut?! Kirain kepedisan, hahaaha.

Takoyaki
Setelah makan dan berkomunikasi dengan teman bu Dwi yang lainnya, kami pun berencan untuk bertemu di depan candi yang paling besar. Jadi, candi ini menjadi pusat di kawasan ini. Sedangkan sekelilingnya dipenuhi oleh pedagang-pedagang yang menjual berbagai macam hal. Kami pun bertemu dengan mereka. Mereka adalah mba Dila, mba Yuli dan mba Indri. Mereka juga tengah menempuh pendidikan di Negeri Sakura ini. Masyaallah…

Lengkaplah kami, 7 hijabers yang siap untuk mengelilingi Asakusa. Dari satu tempat belanja ke tempat lainnya, kami masuki. Hahaha, namanya juga cewe, ya emang suka kalap kalau ketemu yang beginian :D. Mau ada yang di beli, gak ada yang di beli, pokoknya masuk! Cuci mata sampai puas pokoknya. Semua barang termasuk aksesoris khas Jepang, gantungan kunci dan yang lainnya memang bikin ngiler. Gilaaa,,, bagus semua woy! Tapi kalau liat harganya jadi pengen nangis, hikss. Karena ini tempat wisata, jadi wajar bila harga-harganya lebih mahal. Untungya saya masih bisa menahan diri dari semua godaan yang berat ini. Saya hanya membeli sebuah barang yang memang penting dan sangat saya butuhkan. Barang ini telah saya cari untuk sekian lama. Barang ini telah saya damba-dambakan. Oh. akhirnya ketemu. Alay banget sih gua, hahaha. Dan itu adalah PAYUNG LIPAT SEHARGA ¥750. Hahaha, aduh Indah, malang sekali dirimu. Tapi emang gitu kenyataannya. Hehe. Dari hari pertama di Jepang, saya dan Cindy sudah menargetkan untuk membeli paying karena musim hujan telah tiba. Kami sengaja membeli payung yang bisa di lipat, agar dapat di bawa pulang. Hehe.

Suasana Asakusa di waktu libur
Setelah berbelanja, berkeliling dan lapar, kami pun pergi ke sebuah restoran yang menjual makanan halal. Dan di tempat tersebut kami juga bisa melaksanakan sholat. Alhamdulilah. Kami bertemu dengan beberapa orang Indonesia juga di tempat itu. Kami pun menunaikan sholat dan makan dengan riang. Yeeeee… ini yang saya tunggu :D

Saya, Cindy, Mba Indri, Mba Yuli, Mba Dila, Mba Dwi dan Mba Atik
Selepas itu, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Akihabara. Wahhh, memang wanita-wanita tangguh :D. Dari Asakusa ke Akihabara, kami menggunakan kereta seharga ¥210. Sampai Akihabara, kami disambut oleh ramainya kendaraan dan orang yang berlalu lalang. Tujuan utama kami kesini sebenarnya hanya satu: Jalan-jalan! Tapi karena Akihabara menyediakan banyak hal yang menarik, niat-niat lain pun bermunculan. Hahahha. Mengingat SIM card kami tidak berfungsi di Negeri Sakura ini, kami pun disarankan untuk membeli SIM card setempat. Tapi yang hanya dapat digunakan untuk internet saja. Soalnya sistem di Jepang sangat rumit. Mereka hanya bisa menggunakan satu SIM card atau nomor handphone seumur hidup. Katanya sih ada kontraknya gitu. Jauh berbeda dengan Indonesia maupun Sumbawa, yang bisa berganti-ganti nomor kapanpun.

Kami pun mencoba mencari kartu intenet yang sesuai dengan handphone kami. Untunglah kami punya mba Atik yang bisa dikatakan sudah ancar berbahasa Jepang. Beliaulah yang menyampaikan suara hati kami ke mas-mas yang menjadi staf disini. Heheh. Arigatou mba Atik J. Tapi ternyata tidak ada yang sesuai untuk kami. Harganya pun bisa dibilang mahal. Kartu internet dengan kapasitas 2 gigaan bisa menjapai 2 ribuan yen, atau setara dengan dua ratusan ribu rupiah. Ah…..

Setelah sangat lelah berkeliling, dan mata telah di cuci dengan sangat bersih, hehe, kami pun memutuskan untuk pulang. Tapi sebelum itu, kami menyempatkan untuk berfoto di depan AKB48 Café and Shop untuk dipamerkan kepada Fahmi, mengingat ia adalah fans besarnya AKB48. Hahahah. Gomenasai Fahmi-san :D

Foto buat Fahmi :D
Rasa lelah bercampur senang mengiringi perjalanan kami menuju stasiun kereta. Saya dan Cindy akan menginap di kediaman bu Dwi di Hagashi-koganai, Tokyo. Oke mba Atik, mba Dila, mba Indri dan mba Yuli. Thanks for today. Terima kasih atas waktunya. Semoga kapan-kapan bisa jalan-jalan bareng lagi yaa J

Stasiun Akihabara yang ramai
Saya, Cindy dan bu Dwi pun pulang menaiki kereta seharga ¥470. Sesampainya di stasiun, kami mampir dulu ke super market untuk membeli bahan makanan untuk menyambung kehidupan kami. Hehe. Setelah selesai, kami pun berjalan menuju apartemen bu Dwi. Subhanallah, jauhhh bangeettt bu :’(. Kaki yang sabar yaaa :’)

Setelah berjalan sekitar 20 menitan, kami pun sampai. Ah, Alhamdulillah. Kami menunaikan sholat, lalu masak, lalu makan, lalu tidur, hehehe. Alhamdulillah untuk hari ini. Terima kasih ya Rabb J

Ucapan itulan yang kami lantunkan untuk menutup hari yang indah ini. Nah readers, sekian cerita dari saya dan Cindy. Semoga bisa menghibur yaaa J

Wassalamualaikum Wr. Wb J

Sabtu, 28 November 2015

Day 3: Edisi Petualanagan: 4 NEGARA 1 TUJUAN (Mt. Tsukuba)

Sabtu, 21 November 2015

Assalammualaikum
Ohaiyo gozaimasu minna san, Ogenki desu ka?
Selamat pagi semuanya, apa kabar?
Kaalai Vanakkam, Neenga Eppadi Iyukkeenga?
Selamat pagi semua, apa kabar?
Bonjour, comment allezvous?

Wih, 5 bahasa ya.. Hehehe :D
Well dreamers, wishing all of you are in the good shape J





Kali ini saya akan menceritakan mengenai petualangan di hari ketiga kami berada di Jepang. Dreamers jangan envy yaaahh, semoga Allah SWT memberikan kesempatan yang lebih luar biasa kepada pembaca setia di lain waktu. Aamiin J

Hari kerja saya dan Indah di NIMS adalah Senin-Jum’at dimulai pukul 08.30 a.m – 05.00 p.m. Hari ini hari Sabtu, it means Holiday! Baru hari ketiga sudah libur, hehehe, Alhamdulillah.

Berdasarkan laporan cuaca hari ini (Sabtu, 21 November 2015) wilayah Tsukuba dan sekitarnya terang benderang alias cerah. Oleh karena itu, Kak Norhidayah (teman kantor di NIMS asal Malaysia) mengajak kami untuk “muncak” ke Mt. Tsukuba. Sebagai orang baru di Kota Science Jepang ini kami tentunya menerima tawaran menarik ini. Sudah jauh-jauh merantau ke Negeri Sakura ini masa hanya mendekam di apartemen. Kalau begitu mah di Indonesia juga bisa tidak perlu jauh-jauh ke Jepang. Hihihi ^_^

Kami berdua (Cindy dan Indah) ternyata tinggal di apartemen yang sama dengan Kak Norhidayah, di Ninomiya House. Nah, sesuai janji kami kemarin, kami akan bertemu pukul 07.30 a.m di lobi apartemen. Setelah sarapan saya dan Indah bergegas turun ke lobi khawatir Kak Norhidayah sudah menunggu kami. Meski sudah buru-buru ternyata belum ada siapapun di lobi. Syukurlah, tidak enak kalau Kak Norhidayah yang menunggu kami. Tidak beberapa lama Kak Nor—sapaan akrab kami untuk Kak Norhidayah—muncul bersama seorang perempuan dengan aksen wajah seperti orang Arab. Perempuan tersebut juga akan ikut berpetualang bersama kami. Namanya Hana, dia berasal dari Prancis.

Hi, I’m Hana, I’m from France. But actually I was born in Arabian and I growth in France”
“Hi, I’m Cindy and I’m Indah, we are from Indonesia” balas perkenalan dari saya dan Indah.
Wah, Mrs. Hana kece banget. Hehehe.


Perjalananan menuju Mt. Tsukuba
(Perjalanan menuju Tsukuba Center)
                Usai perkenalan kami pun memulai perjalanan menuju Stasiun Bus Tsukuba Center. Nah dreamers, untuk bisa sampai di Mt. Tsukuba, dari Ninomiya House kami harus berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit menuju Tsukuba Center, jaraknya mungkin sekitar 3 km, #i’m not really sure. Setelah itu dari Tsukuba Center perjalanan dapat ditempuh  menggunakan shuttle bus menuju Mt. Tsukuba. Ada dua pilihan tiket bus. Pertama, one way (sekali perjalanan) 720 yen (dewasa)/  360 (anak-anak) rutenya Tsukuba Center—Tsukubasan Jinja Iriguchi dapat ditempuh selama 36 menit. Rute kedua adalah dari Tsukuba Center—Tsutsujigaoka (50 menit), 870 yen (dewasa)/440 (anak-anak) sekali perjalanan.
                Kami memilih tiket round trip (pulang pergi) untuk tiket kedua. Sehingga masing-masing orang harus membayar sebesar 1.740 yen. Kak Nor memesankan tiket untuk kami berdua. Antrian di Tsukuba Center untuk shuttle bus tujuan Mt. Tsukuba hari itu benar-benar panjang. Nampaknya memang hari Sabtu dengan cuaca cerah tersebut adalah pilihan terbaik untuk melihat warna warni Jepang dari puncak Mt. Tsukuba. Armada shuttle bus dengan tujuan Mt. Tsukuba nampaknya ditambah. Di hari normal shuttle bus beroperasi setiap 30 menit sekali. Tapi hari itu mungkin hanya selang 10 menit setelah keberangkatan shuttle bus lainnya sudah muncul.
(Antrean di Loket Pembelian Tiket menuju Mt. Tsukuba)
                Di Tsukuba Center kami bertemu dengan seorang teman yang turut ikut berpetualang bersama kami ke Mt. Tsukuba. Mr. Shan, teman kantor kami ternyata beliau juga ikut. Saya kira laki-laki asal India yang tengah menempuh Post Doctoralnya ini hanya sekedar memberikan kami informasi bus saja kemarin di kantor karena beliau sudah pernah ke Mt. Tsukuba sebelumnya. Yeay, petualangan kami nampaknya akan sangat menarik. Setelah mengenggam tiket kami pun mengantre untuk mendapatkan bus. Tidak lama petualangan kami pun dimulai.
Sekilas saya memperhatikan antrean di loket penjualan tiket semakin panjang saja. Antrean ini adalah salah satu hal yang saya sukai dari negeri sakura ini. Setiap orang tidak peduli tua muda mengantre dengan rapi dan sabar menunggu gilirannya. Tidak ada main rusuh atau berebut sama sekali. Wah, rasanya saya dan Indah diajarkan untuk menjadi orang baik di sini. Karena kami saat di Indonesia jarang sekali membuat antrean yang rapi seperti ini.


Empat Negara Satu Tujuan
Nampaknya dreamers sudah bisa menebak maksud dari judul tulisan ini. Sepertinya begitu pula dengan maksud 5 bahasa dari negara berbeda di atas. Hehehe. Yap, kami berlima berasal dari 4 negara berbeda. Indonesia (Cindy dan Indah), Malaysia (Kak Nor), Prancis (Mrs. Hana), India (Mr. Shan). Hari ini kami berdua memiliki satu tujuan yang sama yakni berpetualang menuju Mt. Tsukuba untuk melihat warna-warni negeri Sakura tersebut dari ketinggian.
Mr. Shan, Mrs. Hana, Kak Nor, Indah dan Cindy (belakang ke depan) 

Perjalanan yang diperkirakan hanya ditempuh selama 36 menit (kami akan berhenti di Tsukubasan Jinja Iriguchi) nampaknya menjadi lebih lama. Mt. Tsukuba mendapatkan banyak tamu hari ini. Macet tidak dapat dihindari karena banyaknya pengunjung. Huhuhu tapi macetnya tidak membuat bosan karena kami bisa melihat pemandangan pohon-pohon yang tidak lagi berwarna hijau.
                Sesuai saran dari Mr. Shan, kami memilih turun Tsukubasan Jinja Iriguchi. Mr. Shan mengatakan bahwa kami dapat mencoba semua fasilitas yang ditawarkan oleh gunung tersebut. Saya jadi penasaran dengan fasilitas tersebut. Hehehe
Indah sedang mencuci tangan
                Dari Tsukubasan Jinja Iriguchi kami harus berjalan kaki sepanjang 500 m. Nah di gunung tersebut terdapat sebuah candi. Uniknya sebelum memasuki wilayah candi tersebut pengunjung harus membasuh tangan mereka dengan air yang sudah disediakan di luar pekarangan candi. Pantas saja candi tersebut ramai karena memang menawarkan view yang unik sebagai background foto. Saat tengah asyik berfoto, seorang nenek-nenek menyapa saya dan Indah. Nenek tersebut langsung menanyakan apakah kami dari Indonesia atau Malaysia.
Subhanallah, hanya ada dua negara yang disebut nenek tersebut. Beliau menandainya karena kami menggunakan jilbab.
“Watashi wa Indonesia jin desu” jawab kami.
Nenek tersebut menganggung dan tersenyum sambil menunjuk jilbab kami. Ada perasaan bangga yang menyelimuti hati saya saat itu. Bagaimana hijab adalah sebuah penanda bagi seorang akhwat agar dapat dikenali. Alhamdulillah, kami seperti dihormati di sini. Semoga tetap istiqomah ya ukhti. #yukhijrah J

Indah berfoto di depan Tsukubasan Shrine
Sepanjang perjalanan 500 meter tersebut kami berlima ditemani oleh indahnya warna-warni pohon yang telah berubah warna. Merah, kuning, Orange, begitu rata-rata warna pohon di sana. Masya Allah, indah sekali. Setelah berjalan 500 m, kami akhirnya sampai di stasiun cable car. Kereta dengan teknologi canggih yang dapat membawa pengunjung menuju puncak Mt. Tsukuba dengan cepat. Untuk dapat menggunakan fasilitas tersebut kami harus membeli tiket dengan harga 580 yen (dewasa)/ 290 yen (anak-anak) untuk sekali perjalanan. Kami berlima membeli tiket one way, karena nanti saat turun kami akan menggunakan fasilitas lain. Hohoho :D
(Warna-warni dedaunan di Mt. Tsukuba)
Cable car ini beroperasi setiap 20 menit sekali. Ada yang menarik dari petualangan menggunakan cable car ini. Di pertengahan rutenya terdapat jalur separasi antara cable car yang membawa penumpang menuju ke atas gunung dan cable car yang membawa penumpang kembali. Di jalur separasi tersebut kedua cable car selalu bertemu. Hal ini mengundang sedikit kepanikan sekaligus kekaguman pada penumpang. Panik karena takut akan tabrakan dan kagum karena kedua cable car tersebut dapat saling mengindari dengan berganti jalur. Wah, sugooiiii ne!

Cable car (kiri) dan Jalur Separasi Cable car (kanan)
Petualangan menggunakan cable car berhenti di Tsukuba –Sancho Station di atas Mt. Tsukuba dengan jarak 2 km selama 8 menit. Nah, dari Tsukuba –Sancho Station kita cukup berjalan beberapa menit untuk sampai ke Miyukigahara. Di Miyukigahara kita bisa duduk bersantai sejenak. Bagi yang ingin berburu suvenir atau makan, di Miyukigahara inilah teman-teman dapat membelinya. Di tempat ini ada kedai makanan dan juga beberapa kedai suvenir dari Mt. Tsukuba. Eitz, bagi yang muslim disarankan membawa bekal sendiri ya, lagi pula harga makanan di sini mahalll. Untuk urusan suvenir di sini banyak sekali tersedia suvenir khas dari Mt. Tsukuba. Teman-teman akan banyak sekali menjumpai oleh-oleh dengan ikon katak. Loh, kok katak? Hihihi, sabar dulu ya, jawabannya di bagian bawah cerita ini.
Hari itu Kak Nor membawa bekal, sedangkan kami dan yang lainnya tidak. Eh tapi Mrs. Hana juga membawa bekal. Kak Nor membuat masakan Malaysia, bentuk dan rasanya seperti perkedel jagung di Indonesia, tapi versi jagung sedikit dan ditambah ikan teri. Kami menyantap bekal yang dibawa Kak Nor sambil melihat pemandangan negeri sakura tersebut dari atas. Umm, yummy!

(Pemandangan dari Miyukigahara)
Tsukuba Watching from Top of Nyotaisan
                Usai menyantap makanan makanan melanjutkan petualangan kami. Mr. Shan mengajak kami berempat menuju puncak tertinggi Mt. Tsukuba. Top of Nyotaisan (877 m) menjadi puncak tertinggi dari Mt. Tsukuba karena 6 m lebih tinggi dari Top of Nantaisan (871 m). Jadi dreamers, Mt. Tsukuba memiliki dua puncak, yakni Nyotaisan (yang paling tinggi) dan Nantaisan. Teman-teman bisa memilih mau berkunjung ke puncak yang mana atau berkunjung ke keduanya juga boleh. Dari Miyukigahara tadi jarak tempuh menuju kedua puncak tersebut sama. Sama-sama 15 menit dengan berjalan kaki.
                Kami berlima memilih pergi ke puncak Nyotaisan. Alasannya sih sederhana karena yang paling tinggi. Nampaknya estimasi berjalan kaki 15 menit untuk sampai ke puncak Nyotaisan meleset jauh. Weekend kali ini Mt. Tsukuba memiliki banyak sekali tamu. Hal ini membuat kami harus mengantre lama untuk bisa sampai ke puncak tertinggi tersebut. Tapi teman-teman tidak usah khawatir menunggu  di Mt. Tsukuba tidak akan membuat bosan kok. Cukup menengok ke kiri atau ke kanan sedikit saja decak kagum dreamers tidak akan pernah berhenti. Pemandangan yang disajikan dari atas gunung tersebut sangat memesona. Pohon-pohon dengan daun berwarna warni, hingga pohon sakura yang sudah tidak memiliki daun pun masih tetap mengundang decak kekaguman. Masya Allah.
Perjalanan menuju Puncak Nyotaisan, puncak tertinggi Mt. Tsukuba

                Di tengah perjalanan kaki menuju puncak Nyotaisan kami menjumpai sebuah batu yang mirip seperti katak. Persis sekali seperti katak yang mulutnya sedang menganga. Nah, itulah mengapa ikon dari Mt. Tsukuba adalah katak. Saya menjumpai masyarakat Jepang tengah asyik melemparkan kerikil pada mulut batu katak tersebut. Terlihat juga di dalam mulut batu yang menyerupai katak tersebut telah penuh sesak dengan batu. Wah, seru juga melihat para pengunjung semangat melemparkan batu akan bisa masuk dan tidak terjatuh. Hihihi, hiburan unik.
Batu yang menyerupai Katak di tengah perjalanan menuju puncak Nyotaisan (kanan), pengunjung melempar kerikil ke mulut batu Katak (kiri dan tengah)  
                Pemandangan yang jauh lebih indah juga disajikan dari puncak Mt. Tsukuba ini. Hamparan pohon berwarna-warni, rumah-rumah warga, kesibukan mobil dan bus, dua pesawat kecil yang berlalu lalang, serta hawa dingin, udara segar dan sinar matahari yang memancar cerah adalah komposisi yang sangat cantik. Bersatu padu dalam keindahan membuat mata dimanjakan sejauh memandang. Autumn benar-benar keren dan cantik. Saya masih seakan tidak percaya berada di tempat seindah ini. Betapa indah ciptaan-Nya.

(Pemandangan dari Puncak Nyotaisan)






Sayang, kami tidak bisa berlama-lama di puncak tertinggi tersebut. Banyak orang yang tengah mengantre untuk bisa merasakan hal yang sama dengan kami. Setelah mengabadikan momen langkah ini, kami berlima akhirnya memilih kembali. Kami juga harus mengantre untuk bisa kembali dari puncak Nyotaisan.

Ropeway, Kereta Gantung
(Ropeway)
                Well, harus saya acungi  dua jempol untuk Mr. Shan (two tumbs up for you Mr. Shan. You are our best guide today). Untuk kembali menuju statasiun bus, kami tidak melalui jalan yang sama saat kami menuju puncak Mt. Tsukuba. Kali ini kami menggunakan Ropeway (kereta gantung). Dari puncak Nyotaisan kami hanya perlu berjalan kaki 500 m menuruni  anak tangga menuju Nyotaisan Station. Setelah membeli tiket Ropeway seharga 620 yen (dewasa)/310 yen (anak-anak), kami harus menunggu beberapa menit hingga ropeway yang akan kami gunakan tiba.
“Saya takut” kata Mrs. Hana.
Hahaha, saya juga takut sebenarnya. Kami harus duduk selama 6 menit dengan jarak 1 km di dalam kereta yang bergantungan pada kabel di udara. Wah, tidak bisa dibayangkan. Tapi ini tantangan. Petugas jaga di stasiun akhirnya mempersilahkan kami semua untuk masuk ke dalam ropeway. Setelah semua penumpang masuk (saya tidak tahu pasti berapa jumlahnya mungkin, bisa 25 orang) pintu ropeway ditutup. Petualangan dimulai.
Awalnya saya menyangka bahwa kereta tersebut akan melaju cepat ternyata tidak. Syukurlah. Dari dalam ropeway kami bisa melihat pemandangan lain. Warna-warni dedaunan pohon nampak terlihat jelas. Wah, akhirnya saya bisa melihat pohon dari atas. Heheheh :D Deretan pohon yang terlihat dari atas tersebut terlihat seperti terumbu karang di laut saat snorkeling.
Wah, ini mah bukan pohon, tapi seperti “terumbu karang darat” gumam saya.
Waktu selama 6 menit sepertinya terlalu cepat, kami ingin berlama-lama di dalam ropeway menikmati pemandangan lain dari Mt. Tsukuba. Tapi ropeway nya sudah tiba di stasiun Tsutsujigaoka, jika ingin lagi maka harus mengeluarkan logam-logam yen lagi. Hihihi, kami tidak sanggup. Nah dreamers, stasiun Tsutsujigaoka ini langsung terhubung dengan restoran. Tapi bagi muslim sekali lagi disarankan membawa bekal sendiri ya. Di sini juga menjual aneka suvenir khas Mt. Tsukuba.
(Pemandangan Mt. Tsukuba dari atas ropeway) 
                Kami berlima menengok kedai tersebut sebentar, tapi saya tidak berminat membeli apapun. Harganya lumayan mahal menurut saya. Selain menjadi stasiun pemberhentian ropeway, Stasiun Tsutsujigaoka juga menjadi stasiun pemberhentian bus. Kece kan, beda jalan pergi beda pula jalan pulang. Nampaknya bus yang akan kembali menuju Tsukuba Center masih lama. Jadi kami memiliki waktu untuk mengobrol ringan bersama dan mencicipi bekal yang dibawa Mrs. Hana sambil berjemur di bawah sinar matahari membiarkan kulit kami berfotosintesis. Setelah itu barulah kami masuk ke dalam bus agar bisa mendapatkan tempat duduk. Syukurlah masih mendapatkan tempat duduk. Perjalanan kembali ke Tsukuba Center membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Karena lelah kami berlima tidur di dalam bus. Tiba di Tsukuba Center saya dan Indah berpisah dengan Mr. Shan. Kami berdua juga berpisah dengan Kak Nor dan Mrs. Hana. Meskipun sama-sama tinggal di Ninomiya House siang itu kami tidak berpulang bersama.
                Nice trip with all of you guys. Thank you for today.
                Nah dreamers sudah dulu ya cerita petualangan kami hari ini. Semoga kita semua selalu semangat setiap harinya. Have a nice weekend dan selalu kunjungin serta baca cerita kami ya.
Assalammualaikum J

Jumat, 27 November 2015

Day 1: Touchdown Negeri Sakura

Kamis, 19 November 2015

Touchdown Japan
                    Pesawat Vietnam Airlines dengan nomor penerbangan VN300 akhirnya mendarat juga di Bandara Internasional Narita, Tokyo, Jepang. Pesawat yang kami tumpangi ini akhirnya mendarat setelah mengudara selama kurang lebih 5 jam 30 menit.   Beberapa puluh menit sebelum landing sambil menikmati sajian sarapan kami juga dapat menikmati keindahan Negeri Sakura ini dari ketinggian. Puncak Mt. Fuji terlihat jelas dilingkupi salju menjulang di angkasa. Gumpalan awan yang diseka oleh cahaya matahari pagi nan hangat, hamparan persawahan dan perumahan serta hutan-hutan dengan warna merah, jingga, hijau, kuning seperti menyambut ramah kedatangan kami di negeri mereka. Masya Allah, Maha Besar Allah dengan segala keindahan ini.
Alhamdulillah, yey finally touched down Japan.



 Pemandangan dari Atas Awan (kiri), Puncak Gunung Fuji (Kanan)

                    Kami tiba di Jepang sekitar pukul 08.00 Japan Time atau Waktu Indonesia Timur. Pesawat kami take off pukul 00.30 Vietnam Time (Waktu Indonesia Barat). Selama penerbangan saya memilih untuk tidur dan tidak tertarik sama sekali dengan tawaran hiburan yang disediakan oleh pesawat besar tersebut. Apalagi dengan suhu pesawat yang dingin membuat tidur sepertinya akan nyenyak. Hehehe :D

                    Alhamdulillah wa syukurillah. Masih seperti mimpi bisa menginjakkan kaki di negeri dengan julukan Negeri Matahari Terbit ini. Tapi ini bukanlah mimpi, kami benar-benar telah menginjakkan kaki di negeri yang memiliki bunga terkenalnya. Waahhh, sugoiiiiiiiiiii banget ^_^

                    Tiba di Bandara Narita kami harus melalui sejumlah inspeksi imigrasi terlebih dahulu. Saya dan Indah diberikan 2 form untuk dilengkapi. Form 1 mengenai barang-barang yang kami bawa, sedangkan form kedua adalah kartu embarkasi untuk warga negara asing. Setelah melengkapi kedua for tersebut kami diinspeksi oleh petugas imigrasi. Sidik jari kami di ambil, kemudian kami juga di foto. Awalnya saya dan Indah sempat takut dengan inspeksi imigrasi di Jepang, karena kami membawa sejumlah bahan makanan seperti yang saya sebutkan di tulisan “ http://sumbawadream.blogspot.jp/2015/11/sabtu-14-november-2015-hari-ini-menjadi.html ”. Saya juga masih sedikit trauma dengan inspeksi imigrasi saat ke Boston tahun lalu. Hehehe, saya berhasil “menyelundupkan” sambal terasi di dalam koper saya tahun lalu. Tapi beruntungnya inspeksi imigrasi di Jepang tidak terlalu ketat seperti saat kami diinspeksi tahun lalu di Bandara New Jersey, United State.
Narita International Airport (Tokyo) 
                    Setelah menyelesaikan urusan imigrasi kami berdua segera mengambil koper dan segera pergi untuk mencari tiket dari Bandara Narita ke Tsukuba (kota tempat kami menimba ilmu selama 3 bulan). Berdasarkan arahan Amy-san—sekretaris Dr. Yamazaki, counter tempat penjualan tiket bus berada di dalam bandara, tidak jauh dari pintu keluar North Wings Terminal 2 bandara Narita. Saya pun memesan tiket untuk kami berdua. Harga tiketnya adalah ¥2.000 (yen) atau setara dengan Rp. 245.000,00. Bus yang akan membawa kami ke kota perantauan di Jepang (Red: Tsukuba) tersebut akan berangkat pukul 09.40 a.m, sementara waktu baru menunjukkan pukul 08.54 a.m. sekitar 50 menit lagi bus baru berangkat.

                    Saya dan Indah kemudian membawa barang bawaan kami menuju tempat pemberhentian bus. Aaah,, dingin sekali pemirsa, suhu terpampang nyata 13.9-14 derajat celcius. Beda sekali dengan suhu Indonesia, apalagi Sumbawa di siang hari mencapai 35oC.
Suhu yang menyambut kami di Jepang
                    Sembari menunggu saya dan Indah kemudian berfoto-foto. Hehehe, #biasa mengabadikan momen setiap saat. :D Saya juga menyempatkan untuk mencari koneksi wi-fi untuk memberitahu Dr. Yamazaki bahwa kami sudah tiba di Narita. Ternyata, tidak beberapa lama, email yang saya kirim mendapatkan balasan. Dr. Yamazaki mengatakan bahwa akan menjemput kami di Tsukuba Center pukul 10.50 (perjalanan ke Tsukuba membutuhkan waktu sekitar 70 menit).

Tempat Pemberhentian Bus

Saat tengah asyik berfoto, muncul seorang bapak-bapak kemudian menyapa kami berdua dan mengajak berfoto.

Orang Indonesia ya? Ayo foto bareng, nama saya Dani.” 

Kaget juga tiba-tiba di ajak berfoto. Hihihi. Tawaran menggiurkan, capcus keluarkan tongkat narsis (tongsis) dan jepret, jepret. Hehehe :D

Dari kiri ke Kanan (Teman Pak Dani-Orang Jepang, Pak Dani, Cindy, Indah)


Touch down Tsukuba
                    Jepang benar-benar negara yang disiplin terhadap waktu. Pukul 09.38 bus yang akan mengantarkan kami ke Tsukuba sudah terlihat dan kemudian berhenti di tempat pemberhentian. Pukul 09.40 bus meninggalkan Bandara Narita. Saya dan Indah sedikit kaget karena ternyata di dalam bus besar tersebut (seperti bus pariwisata di Indonesia agak sedikit kecil) hanya ada kami berdua dan supir bus yang berpakaian sangat rapi dengan jas hitamnya. Saya perhatikan juga semua supir baik itu bus, taxi, dan kendaraan umum lainnya sepanjang perjalanan juga berpakaian sangat rapi. Dengan setelan jas hitam dan topi, kemudian sarung tangan berwarna putih. Sangat kece (y) (y).


Suasana Bus yang kami tumpangi

                    Saya dan Indah menikmati perjalanan “eksklusif” ini. Serasa bus tersebut hanya milik kami berdua, kemudian memandang hamparan daun warna-warni yang berderet di sepanjang jalan. Subhanallah, sangat indah. Decak kagum kami tidak berhenti sepanjang perjalanan, rasanya tidak ingin melewatkan indahnya panorama tersebut. Tapi lamanya perjalanan membuat saya mengantuk dan sempat tertidur juga beberapa saat. Bus yang kami tumpangi tiba di Tsukuba lebih cepat, sekitar pukul 10.40 a.m.





 


 
                   Perjalanan dari Bandara Internasional Narita-Tokyo menuju Tsukuba

 Sekitar pukul 10.00 a.m Dr. Yamazaki menghampiri saya yang tengah menjaga barang bawaan di Tsukuba Center, sementara Indah ke toilet. Saya tidak menyangka Dr. Yamazaki masih mengenali saya sejak pertemuan pertama dua tahun lalu di Sumbawa kami tidak pernah bertemu lagi. Beliau mengatakan maaf karena telat, wah kami jadi tidak enak kerena merepotkan beliau. Apalagi saat beliau membantu membawa koper besar milik saya. Gomenasai Yamazaki-san, okakesimashita (maaf Yamazaki, saya merepotkan).


Perkenalan @NIMS
                    Dari Tsukuba Center, Dr. Yamazaki mengajak kami berkunjung ke NIMS (National Institute for Material Science). Wah bangunan NIMS sangat besar dan luas, bagaimana tidak ada sekitar 1000 lebih researcher (peneliti) dari beberapa negara di dunia ini. Dr. Yamazaki juga mengajak kami ke ruangan kantor yang akan saya tempati bersama dengan Indah selama 3 bulan ke depan. Oleh Dr. Yamazaki kami juga dikenalkan dengan beberapa peneliti yang juga ruang kerjanya di ruang yang sama dengan kami. Kami berdua pun di minta memperkenalkan diri. Indah memperkenalkan dirinya dengan bahasa Jepang, sedangkan saya menggunakan Bahasa Inggris. Sebenarnya saya sudah menghafal kosakata perkenalan menggunakan bahasa Jepang, tapi entah mengapa saya tidak yakin dengan hal tersebut dan akhirnya memilih hanya menggunakan bahasa Inggris.

Ruangan Kantor di NIMS

“Watashi wa Indah desu” –Saya Indah.

                    Begitu kurang lebih Indah memperkenalkan dirinya. Saat Indah memperkenalkan dirinya menggunakan bahasa Jepang, beberapa orang di kantor sedikit kaget karena Indah bisa menggunakan bahasa Jepang. Indah kemudian menjelaskan jika saat SMA dia  pernah mendapatkan mata pelajaran bahasa Jepang. Di dalam ruangan kantor kami berdua berkenalan dengan beberapa orang di antaranya Dr. Shan dari India, Hoshi-san, Kazaisuka-san, dan Mbak Nurhidayah dari Malaysia—Alhamdulillah ketemu saudara sesama muslim, dan saya lupa beberapa nama lagi.

                    Perkenalan kemudian dilanjutkan menuju ruang laboratorium. Jarak antara kantor dan laboratorium tidak terlalu jauh. Mungkin hanya sekitar 100m, cukup berjalan kaki 5 menit. Kami kembali memperkenalkan diri dengan cara yang sama, di ruang laboratorium kami bertemu dengan Amy-san, Kohara-san, Magae-san dan beberapa peneliti lainnya yang tengah sibuk dengan pekerjaannya.
                    Perkenalan selesai dan kami pun sedikit lelah. Suhu 14oC membuat perut kami terasa lapar. Dr. Yamazaki mengajak kami ke kafetaria yang ada di NIMS kemudian memesan makanan. Setelah melihat menu yang tersedia hampir tidak ada yang layak makan oleh muslim seperti kami. Hingga finally pilihan kami jatuh pada Mie Udon—mie yang terbuat dari tepung terigu dan kuahnya adalah kaldu ikan. Ukuran mienya besar. Di kafetaria tersebut harga Udon adalah ¥310.

                   Dreamers jangan tanya ya rasanya bagaimana. Hehehe, menurut saya sih aneh (#kan lidah orang Jepang dan orang Indonesia beda Cindy -_-) heheh:D Entah bagaimana hanya 2-3 kali suap saja saya sudah merasa bosan. Karena tidak enak dengan Dr. Yamazaki saya dan Indah memaksakan diri menghabiskannya, meskipun pada akhirnya kami berdua harus membuang mie tersebut. Saya merasa tidak enak dengan Dr. Yamazaki tapi bagaimanapun kami berdua tidak kuat menghabiskan mie dengan porsi besar tersebut.

Touchdown Apartement
                    Setelah makan Dr. Yamazaki membawa kami menuju apartemen yang akan kami tempati. Ninomiya House itulah nama apartemen kami. apartemen bagi para peneliti dari negara lain di Tsukuba, seperti saya dan Indah. Sebelum menuju ke kamar, saya dan Indah harus menandatangani beberapa berkas terlebih dahulu. Setelah urusan berkas beres kami kemudian diajak menuju kamar dan membawa semua barang bawaan kami.

                    Nomor kamar kami adalah 3201, tepat di pojok berada pada lantai 3 Ninomiya House. Saya dan Indah menempati kamar yang sama dengan dua tempat tidur. Kami ditemani oleh Dr. Yamazaki dan petugas Office Ninomiya House yang memberikan arahan terkait kamar kami. Wah, kamar yang kami tempati benar-benar kece binggo. Fasilitas lengkap, kamar tidur, lemari pakaian, toilet, kamar mandi, dapur, meja makan, telepon, internet LAN, radio, DVD player, TV, kulkas, AC, mesin cuci, peralatan masak, handuk, vacum cleaner, dll. Leeunggkapppp banget! #alaymode. Hihihi, pokoknya kece binggo deh. Terbayang sepertinya akan betah tinggal di sini. Aamiin.

Tsukuba Kota Sepi tapi Aman
                    Setelah selesai, Dr. Yamazaki kembali ke NIMS dan memberikan kami waktu untuk beristirahat hari ini dan kemudian mulai bekerja besok pagi (20 November 2015) pukul 08.30 a.m. Kami akhirnya berbenah, mengeluarkan “barang-barang pusaka” yang turut menemani perjalanan panjang kami.

                    Karena mulai memasuki musim dingin di Tsukuba pukul 04.30 p.m sudah mulai gelap. Kami sudah bisa sholat magrib jam segitu. Ah iya, setelah sampai di Tsukuba ternyata HP dan Laptop kami sudah mati. Kami tidak bisa memberikan kabar apapun kepada keluarga dan teman-teman di Sumbawa. Adaptor (colokan listrik) di Indonesia dan Jepang berbeda. Satu benda penting itu luput dari perhatian kami sebelum berangkat. Hingga setelah mandi dan sholat dan beres-beres saya dan Indah memutuskan untuk berkeliling mencari sumber kehidupan (read: makan).

                    Sepanjang jalan yang kami lalui mencari sumber kehidupan terlihat lenggang dan sepi. Hanya ada beberapa mobil yang hilir mudik di jalan raya, itu pun tidak banyak. Hanya beberapa. Sesekali kami bertemu dengan orang-orang yang mengendarai sepedanya. Tidak ada aktivitas malam seperti di kota-kota besar di sini. Tujuan lain kami selain membeli sumber kehidupan adalah untuk memberi adaptor listrik juga. Kami tidak bisa mengecas laptop ataupun HP seharian ini. Hingga pada akhirnya saya dan Indah tersesat hingga tak tahu tujuan dan arah jalan pulang #eh :D.

                    Kami lupa membawa turun peta yang tadi diberikan kepada kami. Beberapa kali kami berdua salah masuk toko. Ketemu yang bercahaya terang asal masuk saja meskipun pada akhirnya kami keluar tanpa membeli apapun. Sempat kami bertanya kepada seorang pria yang sedang membasuh ban mobil yang besar di mana supermarket, akhirnya pria tersebut menunjukkan kami sebuah toko yang isinya adalah toko peralatan mekanik untuk mobil dan motor. Saat di depan toko tersebut kami heran tapi tetap saja kami masuk, namun tidak mendapatkan apapun. Hahaha :D lumayanlah survey di hari pertama.

                    Untungnya kami bertemu dengan seorang ibu-ibu dengan sepedanya dan bertanya di mana supermarket terdekat. Ibu-ibu tersebut menunjukkan kami arah sebuah tempat. Supermarket Marumo namanya, di sana menjual banyak sekali sumber kehidupan. Tapi kami tidak yakin dengan beberapa makanan seperti daging dan ayam sepertinya tidak halal. Kami hanya membeli beberapa sayur dan bumbu dapur serta minyak goreng (pas beli minyak goreng hampir mengambil vinegar karena warnanya sama, untungnya kami bertanya terlebih dahulu kepada salah satu konsumen supermarket itu dan menunjukkan kami jalan yang benar #eh minyak goreng yang benar :D).

                    Intinya jangan malu bertanya guys biar gak tersesat dan tak tahu arah jalan pulang.. Hooouooooo #nyanyi. Hiihihi. Kami kembali ke apartemen setelah “shopping” kemudian masak, makan dan tidur. Alhamdulillah.

                    Anyway, dreamers sekian dulu ya cerita hari pertama kami di negeri sakura. Gak berasa kalau sudah 4 halaman lebih. Sampai jumpa lagi di lain waktu. Semoga apa yang kami bagikan dapat bermanfaat di kemudian hari. Bye bye. Assalammualaikum Warrahmatullah Wabbarakatuh.