Link

Selasa, 17 November 2015

Keberangkatan: Soetta-Vietnam Bersama Orang-Orang Baik

Selasa, 17 November 2015

Hallo para pembaca setia blog Sumbawadream! Apa kabar semuanya? Sudah lama tidak bersua di blog ini, terakhir 3 bulan yang lalu ya? Hehehe, maafkan kami yah.. Semoga pada dreamers setia selalu berada dalam lindungan Allah SWT.

Anyway kali ini kami (Cindy dan Indah) ingin berbagi cerita lagi nih.. Ceritanya banyaaaaakkkkk bangeettt, semoga selalu senang membacanya ^_^

17 November 2015, hari ini adalah hari untuk membuka lembaran baru kehidupan kami. Sesuai jadwalnya, 17 November 2015 saya dan Indah akan bertolak menuju negeri nun jauh dari Sumbawa, tempat kami tinggal selama ini. Yapz, “Negeri Sakura” itulah yang akan menjadi tujuan kami. Semoga menjadi awal yang indah untuk kehidupan kami ke depannya. Aamiin Allahumma Aamiin

Oh iya Dreamers, penerbangan kami ke Jepang bukan penerbangan langsung loh, jadi kami harus transit terlebih dahulu di Vietnam. Jadi sesuai peribahasa “Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui”. Durasi kami transit juga tidak sebentar loh dreamers, lamanya adalah kurang lebih 31 jam! Waktu yang sangat-sangat lama!

Flashback 2 minggu sebelum keberangkatan:
“Jadi ceritanya begini dreamers! Awalnya kami sudah memesan tiket pesawat menuju ke Jepang jauh hari, sekitar 3 bulan sebelum keberangkatan. Saya dan Indah memesan tiket pesawat di Pak Indra (dari jasa travel Agro Green Wisata, Kota Pekanbaru, Riau). Kami memesan penerbangan menuju Jepang dengan menggunakan pesawat Vietnam Airlines pada tanggal 18 November 2015, dengan satu kali transit selama 7 jam. Namun, 2 minggu menjelang keberangkatan saya mendapatkan email bahwa penerbangan kami menuju Jepang pada tanggal tersebut DIBATALKAN!
Wah, akhirnya kami terpaksa mengatur ulang perjalanan kami. Kami harus mempertimbangkan banyak hal terkait penentuan jadwal baru ini, terutama mengenai visa Jepang yang sudah kami ajukan. Hingga akhirnya berdasarkan beberapa saran dan masukkan, terutama sekali dari Dr. Yamazaki (Pembimbing kami di National Institute for Material Sciences). Beliau menyarankan agar kami tinggal di Vietnam lebih lama, karena jika kami tiba lebih awal sebelum tanggal 19 November 2015 di Jepang maka kami dapat memiliki masalah saat kepulangan nanti, karena durasi stay kami di Jepang melebihi 90 hari. Saya dan Indah akan melaksanakan magang di NIMS selama 3 bulan (90 hati), terhitung sejak tanggal 19 November 2015 hingga 16 Februari 2016.
Dengan beberapa pertimbangan akhirnya saya dan Indah pun menyetujui saran dari Dr. Yamazaki. Apa yang beliau katakan memang benar, kami juga tidak ingin saat kepulangan nanti menjadi bermasalah. Oleh karena itulah mengapa akhirnya saya dan Indah harus tinggal selama kurang lebih 31 jam di Vietnam.”
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------



           Sepanjang perjalanan hari ini semuanya terasa sangat berbeda dan baru. Saya dan Indah benar-benar ditantang untuk melakukan perjalanan ke luar negeri hanya berdua. Hari ini adalah hari yang penuh dengan tantangan dan juga akhirnya mempertemukan kami dengan banyak orang-orang baik selama perjalanan kami hari ini.
         
           Sekitar pukul 09.10 WIB, saya dan Indah berpamitan kepada Pak Zul (Dr. Zulkieflimansyah, M.Sc) di kediaman beliau, F5 Taman Giri Loka, BSD City, Tangerang. Sudah dua malam kami menginap di rumah yang memang biasa dijadikan sebagai rumah singgah untuk para tamu beliau. Kami juga berpamitan dengan Pak Widi-dosen dan teman-teman mahasiswa dari Program Studi Teknik Informatika yang juga sedang berada di Jakarta karena mengikuti kompetisi Merdeka Dengan Kode (MDK).
Pagi tadi, Pak Zul meminta Pak Agus untuk mengantarkan kami menuju tempat taksi tidak sampai Terminal Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) seperti biasanya. Saya sedikit gugup juga, karena ini adalah kali pertama bagi saya dan juga Indah menggunakan jasa taxi hingga bandara. Selama ini kami selalu di jemput dan juga diantar jika memiliki kegiatan/acara di ibukota. Ini dia tantangan pertamanya. Kalau kami diantar jemput terus menerus pasti akan merepotkan banyak orang, jadinya kami seperti diajarkan untuk bertindak mandiri.
Alhamdulillah, perjalanan kami menuju Terminal 2 (Terminal Internasional) Bandara Soetta berjalan lancar. Kami tiba sekitar pukul 10.30 WIB menggunakan taxi dengan membayar sebesar Rp. 383.000,00 (Rp. 350.000 (taksi) + Rp. 33.000,00 (biaya tol). Angka yang lumayan besar bagi kami sebagai mahasiswa. Hehehe :D Beruntungnya selama di perjalanan sopir taksinya baik, beliau orang yang ramah, beliau juga turut mendo’akan perjalanan kami agar berjalan lancar dan kami selamat sampai tujuan. Terimakasih pak taksi :)
         
        Tidak berhenti sampai di situ saja. Meskipun saya dan Indah sudah pernah ke luar negeri yaitu ke Boston tahun lalu, tapi kami sedikit kebingungan menuju terminal manakah check-in counter untuk maskapai Vietnam Airlines. Setelah bertanya ke sana kemari agar tidak sesat di jalan, kami akhirnya menemukan lokasi check-in yang tepat. Beruntungnya kami datang di awal waktu, sistem check-in maskapai tersebut baru dibuka, sehingga belum terlalu ramai, jadinya proses check-in kami tidak membutuhkan waktu yang lama. Namun, di sinilah saya mendapatkan informasi yang akan membuat saya dan Indah kerepotan selama di Vietnam. Jeda waktu penerbangan kami dari Jakarta-Vietnam dan Vietnam-Tokyo sangat lama, melebihi 24 jam. Oleh karena itu, saya dan Indah harus mengambil bagasi (koper) kami yang berat, dan juga harus melakukan check-in lagi di Vietnam untuk penerbangan selanjutnya. Ya sudahlah kami hanya bisa menerima saja, tanpa bisa melakukan protes apapun.
             
         Setelah check-in tadi pagi, ada dua agenda penting yang hendak kami lakukan. Pertama adalah currency exchange di money changer yang ada di dalam terminal bandara dan yang kedua adalah injeksi vaksin influenza di pusat kesehatan bandara. Hingga akhirnya saya menyadari mengurus kedua hal tersebut di atas adalah bukan perkara mudah. Saya dan Indah harus bolak-balik ditempat yang sama lebih dari 3 kali. Saat pergi untuk menukar uang ternyata stok mata uang Yen (Jepang) dan Dong (Vietnam) habis. Saat itu kami memutuskan untuk segera pergi ke pusat kesehatan bandara untuk mendapatkan injeksi vaksin influenza. Untuk mendapatkan injeksi vaksin di bandara bukan hal mudah, kami harus turun ke bagian imigrasi bandara menuju pusat kesehatan. Akan tetapi, kami juga tidak bisa pergi hanya berdua, harus ada salah satu petugas dari maskapai penerbangan yang menemani kami. Awalnya oleh petugas maskapai meminta kami untuk pergi sendiri menuju pusat kesehatan, kemudian oleh pihak imigrasi kami diminta ditemani oleh salah seorang petugas maskapai. Di sinilah kami kebingungan dan harus mondar-mandir berkali-kali di tempat yang sama.

                 Hingga akhirnya kami pun ditemani oleh seorang bapak dari petugas maskapai Vietnam Airlines. Setelah menuju ke bagian imigrasi, bapak tadi yang lupa kami tanya namanya beliau menemani kami menuju pusat kesehatan bandara. Saat tiba di lokasi pertama, tidak ada petugas yang berjaga, kemudian bapak baik tadi mengantarkan kami menuju lokasi kedua. Mungkin hari ini kami kurang beruntung, karena untuk mendapatkan injeksi vaksin pendaftarannya sudah ditutup. Jika kami tetap ingin mendapatkan vaksin maka kami harus keluar dari terminal bandara. Hal ini sangat berisiko untuk kami lakukan. Selain karena sudah masuk ke bagian imigrasi yang tidak memungkinkan untuk keluar lagi, kami juga pasti akan dikejar oleh waktu. Jika kami memaksakan diri bisa-bisa saya dan Indah akan tertinggal oleh pesawat. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak mendapatkan injeksi vaksin, sebelumnya petugas kesehatan juga sudah cukup menasihati kami untuk menjaga kondisi diri sebaik mungkin.
                 
                Setelah tidak jadi mendapatkan vaksin, bapak tadi juga mengantarkan kami menuju ke lokasi money changer. Saya dan Indah pun menukarkan uang yang kami miliki dalam bentuk rupiah menjadi dua mata uang asing yaitu Yen (Jepang) dan Dong (Vietnam). Saya menukarkan uang sejumlah Rp. 1.500.000,00 (Rp. 980.000 untuk sekitar 8.000 yen Jepang, dan Rp. 500.000,00 untuk sekitar 523.000 Dong Vietnam). Sedangkan Indah menukarkan Rp. 2.000.000,00 (Rp. 1.500.000 untuk sekitar 12.000 yen Jepang, dan Rp. 500.000,00 untuk sekitar 523.000 Dong Vietnam). Urusan currency exchange selesai, akhirnya bapak tadi meninggalkan kami setelah menunjukkan di Gate mana kami harus pergi untuk masuk ke pesawat. Kami sangat berterimakasih kepada beliau yang sudah bersedia membantu kami sejauh itu. Nah Dreamers, pelajaran yang bisa saya berikan terkait dua agenda kami di atas adalah ada baiknya Dreamers yang memiliki kesempatan ke luar negeri menyelesaikan segala keperluannya sebelum tiba di bandara untuk keberangkatan ya, jangan seperti kami berdua yang akhirnya membuat repot orang lain dan juga diri sendiri.
@Soekarno Hatta International Airport- Cindy memegang Pasport dan Boarding Pass dan Indah memegang mata uang Jepang dan Vietnam
        
                  Anyway, cerita kami hari ini tidak hanya berhenti di situ loh dreamers! Seperti yang saya katakan sebelumnya, hari ini Allah telah menghadirkan banyak sekali orang-orang baik di tengah perjalanan kami. Setelah kedua bapak tadi sebelumnya, saya dan Indah juga bertemu dengan seorang bapak baik lagi di dalam pesawat. Namanya adalah Mr. Joni, beliau adalah salah satu penumpang pesawat yang duduk di satu deret kursi yang sama bersama saya dan Indah. Pada awalnya saya tidak terlalu memperhatikan Mr. Joni. Pesawat yang kami tumpangi take off sekitar pukul 13.45 WIB. Saya tidak begitu memperhatikan waktu take off pesawat, karena belum lama saya berada di dalam pesawat saya sudah tertidur dengan pulas. Hal ini merupakan efek obat pereda sakit gigi yang saya minum. Membuat saya selalu diselimuti rasa kantuk, hingga saat berada dalam pesawat merupakan salah satu tempat terbaik untuk tidur.

            Indah memilih tidak mengganggu saya yang tertidur pulas. Dia memilih membaca novel yang saya beli beberapa hari lalu untuk mengisi waktu senggang jika menunggu lama. Namun, sesekali Indah juga mendengarkan Indah mempraktekkan kemampuan berbahasa inggrisnya dengan Mr. Joni. Berdasarkan pembicaraan mereka saya mengetahui bahwa Mr. Joni adalah orang yang sudah lama bekerja di Singapura. Tidak hanya itu, yang paling amazing adalah Mr. Joni yang umurnya mungkin sekitar 60-an tahun tersebut dulunya adalah seorang mahasiswa jurusan Biokimia. Wah, Biokimia adalah salah satu mata kuliah yang diajarkan di fakultas saya, tapi jujur saja, saya belum mampu mencerna dan memahami mata kuliah ini dengan benar-benar baik.
         
            Tadinya saya sempat berfikir bagaimana kalau Mr. Joni mengajarkan kami Biokimia di atas pesawat, namun sayangnya beliau sudah lama tidak terlalu berkutat dengan Biokimia. Lagi pula beliau juga terlihat sibuk dengan tabletnya, entah sedang membaca apa namun Indah mengatakan bahwa Mr. Joni memiliki meeting penting di Vietnam. Wahhhh, sugooiiii. Bapak ini juga tidak hanya ramah kepada orang lain, melainkan beliau juga sangat baik berkenan mengambilkan tas punggung milik saya dan Indah dari kabin pesawat yang ada di deretan belakang tempat duduk kami. Terharu! Saya merasa sangat terharu dengan Mr. Joni, padahal saya dan Indah selalu merepotkan beliau untuk bangun jika ingin ke toilet pesawat selama penerbangan kurang lebih 2,5 jam tersebut. Alhamdulillah, that was a really nice sharing and conversation with the foreign. Nice too met you, Sir.

Cindy, Indah and Mr. Joni



                    Pukul 17.05 waktu Vietnam (17.05 WIB), pesawat yang kami tumpangi pun mendarat dengan sempurna. Mungkin saking sempurnanya saya mendengar tepuk tangan beberapa orang yang duduk di kursi bagian belakang bertepuk tangan. Beberapa saat sebelum landing saya sempat menengok ke arah luar jendela pesawat, menikmati pemandangan negeri tersebut dari atas ketinggian. Kesan pertama yang saya dapatkan adalah Vietnam tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Dari atas terlihat pohon di bawah memiliki warna hijau yang cerah, hal yang berbeda dengan Sumbawa karena belum turun hujan. Nampaknya Vietnam juga negara agraris karena wilayahnya juga banyak memiliki area persawahan yang terlihat hijau dari atas pesawat.
                     
             Kesan tersebut juga berlaku tatkala saya memperhatikan wilayah Vietnam di sekitar Bandara Internasional Ho Chi Minh, Vietnam. Sama seperti Jakarta, Ho Chi Minh City adalah kota yang besar dengan gedung pencakar langitnya yang menjulang. Meskipun demikian kekhasan kota ini juga tidak hilang, di pinggir jalan menuju hotel saya memperhatikan tulisan-tulisan yang sama sekali tidak saya mengerti berada di sepanjang jalan.

Vietnam from Above
Ho Chi Minh at the Night
                Mungkin Dreamers bertanya mengapa saya bisa menuju hotel? Ceritanya seperti ini: “Saat diberitahukan bahwa saya dan Indah harus melakukan check-in lagi di Vietnam untuk penerbangan tanggal 19 November dini hari menuju Tokyo, artinya bahwa kami harus mengambil bagasi kami, yakni koper yang ukurannya lumayan besar dan tentunya juga berat. Awalnya saya dan Indah berencana menetap di dalam terminal bandara selama 31 jam. Akan tetapi rencana kami pun pudar dengan perasaan was-was yang menggangu kami. Setelah menyelesaikan proses imigrasi, saya dan Indah mengambil bagasi kami, kemudian menuju bagian luar kedatangan internasional. Di luar terminal terlihat banyak sekali kerumunan orang-orang yang datang menjemput mungkin sanak keluarga mereka.
             
               Kondisi tersebut membuat saya dan Indah kebingungan. Apakah kami tetap melanjutkan aksi untuk menginap di bandara atau menginap di hotel yang kami sendiri tidak tahu lokasi persisnya di mana. Lagi, kami berdua memberanikan diri bertanya kepada dua orang petugas yang berada di pusat informasi bandara. Mereka menawarkan dua pilihan, yakni kami bisa tinggal di bandara dan juga bisa memilih tinggal di hotel mengingat waktu kami transit sangat panjang. Benar-benar pilihan yang sulit, karena pertimbangannya adalah jika kami menginap di bandara kami harus memperhatikan barang bawaan kami yang tidak hanya tas punggung melainkan juga dua buah koper besar. Selain itu, kami juga tidak bisa memastikan di bagian manakah bandara kami dapat beristirahat selama itu. Sementara jika menginap di hotel kami berdua tidak tahu hotel mana yang akan kami pilih dengan harga murah karena petugas informasi tadi tidak menunjukkan lokasi persis hotel tersebut di mana.

Nampaknya raut kebingungan di wajah kami berdua sangat jelas terlihat. Hingga seorang gadis muda dan cantik menyapa kami berdua.
“Are you okay?” sapa gadis bule tersebut.
“I’m not okay”, jawab Indah cepat, sementara saya berusaha memperbaiki raut muka agar semuanya baik-baik saja.

Gadis bule tersebut namanya adalah Widsney, usianya 21 tahun dan dia berasal dari Melbourne, Australia. Kami tidak menyangka dia akan mudah menyapa kami, bahkan juga ikut membantu kami menentukan pilihan, bahkan memberikan alamat hotel yang dia miliki kepada kami jika kami kebingungan belum mendapatkan hotel.

  Widsney, dia adalah seorang mahasiswa juga seperi kami. Dia bilang akan berada di Vietnam selama 3 minggu untuk berlibur di Hanoy bersama temannya. Gadis tinggi tersebut terus menemani kami berbicara ditengah kebingungan kami menentukan pilihan yang cukup lama. Hingga akhirnya kami pun meminta bantuan lagi kepada petugas informasi tadi untuk mendapatkan tiket hotel murah. Syukurnya bapak tersebut berbaik hati membantu kami menanyakan harga hotel dan mereservasinya.
Indah sedang bertanya kepada resepsionis taksi di bandara Ho Chi Minh Vietnam

        Saya dan Indah akhirnya memilih untuk menginap di hotel saja. Menurut kami akan lebih aman dan juga kami bisa memiliki waktu istirahat yang cukup, tidak perlu ada rasa khawatir dengan barang bawaan kami jika kami menginap di hotel. Setelah menentukan pilihan, kami pun menemui Widsney dan berpamitan kepada gadis cantik tersebut.

        Nah Dreamers, untuk mendapatkan hotel seperti yang kami tempati saat ini kita harus merogoh kantong nih. Pasalnya harga hotel yang kami tempati ini dengan fasilitas tempat tidur untuk dua orang, AC, TV, kamar mandi, lemari, kulkas, telepon dan wifi, kami harus membayarkan sekitar 500.000 Vietnam Dong per malam. Lokasinya pun tidak terlalu jauh dari bandara, kurang dari 10 menit teman-teman sudah bisa mendapatkannya dengan menyewa taksi dengan harga 90.000 Vietnam Dong. Angka yang lumayan tinggi, akan tetapi setidaknya kami cukup merasa aman karena tidak perlu mengambil resiko menginap di bandara dengan barang bawaan yang cukup menyiksa karena beratnya. Lagi pula kami juga bisa berjalan-jalan keesokan harinya untuk menyelami negara yang sudah kami singgahi ini. Belum tentu suatu saat kami bisa berkunjung ke negara ini seperti hari ini.
Our Smile after found a place for rest

Alhamdulillah wa syukurillah. Hari ini adalah perjalanan yang melelahkan sekaligus juga menyenangkan. Bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang baru dari beberapa negara berbeda membuat perjalanan kami begitu berkesan. Kami menyadari betapa pentingnya interaksi sosial antar sesama manusia.
Anyway¸ dreamers sekian dulu ya cerita pengalaman perjalanan saya dan Indah hari ini. Semoga dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi teman-teman semuanya. Semoga teman-teman bisa belajar dari kekurangan kami agar bermanfaat di kemudian hari untuk teman-teman semuanya. See you in the next story! ^_^









Tidak ada komentar:

Posting Komentar