Link

Kamis, 01 Maret 2018

Ceriwis Part 2: Semakin Jauh, Semakin Dekat

 Assalamu’alaikum, sahabat..
Apa rungan?

Josh.. berjumpa lagi dengan saya. Kali ini saya akan bercerita sedikit bagaimana kehidupan muslim sebagai minoritas di negri perantauan. Check it out!

Banyak yang mengatakan bahwa menjadi seorang muslim di Negara dengan mayoritas non-muslim adalah ujian yang benar-benar memerlukan kesabaran. Segala sesuatu serba terbatas. Tidak bisa makan sepuasnya (bagi saya, Lol!). Eits, jangan salah sangka dulu. Bukan hanya memberi makan jasmani, tapi juga rohani. Setuju?

Oke, let’s start from your body! Untuk saya yang berada di Jepang (dan suka makan), ke supermarket adalah salah satu ujian. Kenapa? Ya karena berlimpahnya makanan yang merangsang produksi air liur secara berlebih (baca: bikin ngiler). Jepang merupakan Negara yang indah.  Segala sesuatu pasti memiliki nilai seni. Bahkan, tutup besi saluran air di pinggir jalan pun memiliki ukiran. Saya pernah menemui beberapa saluran yang di tutupnya terdapat ukiran bunga sakura, kartun, tulisan dalam bentuk kanji dan bahkan di warnai dengan cat.

Sebut saja "Seni Jalanan"
Untuk makanan? Apalagi! Mereka menata makanan yang disajikan seindah mungkin. Mulai dari sushi, sashimi, sampai okonomiyaki yang bahan utamanya adalah telor dan sayur yang di mix kemudian di goreng (hampir menyerupai isi martabak telur, hahaha).

Mochi
Ada yang tau mochi? Yup, kue beras khas Jepang yang dibuat dengan cara dtumbuk-tumbuk. Katanya kue beras ini sudah digunakan dalam perayaan tahun baru oleh para bangsawan jepang. Sampai sekarang, memakan kue mochi dalam rangka merayakan tahun baru sudah menjadi tradisi. Tradisi ini disebut mochitsuki, yang merupakan cara tradisional orang jepang dalam membuat kue mocha dengan menggunakan palu kayu untuk menumbuk-numbuk beras mochi yang dikukus dalam wadah batu atau kayu. Setelah beras menjadi lengket, beras dipotong-potong dan kemudan dibentuk sesuai selera. Disinilah mereka mulai berkreasi, yang awalnya mochi hanya berbentuk bulat/oval kini memiliki beragam bentuk.

 Oke, buat jasmani beres ya. Kalau rohani? Nah loh!
Salah satu yang dapat kita lakukan adalah mengikuti kajian-kajian keislaman, diluar perintah yang diwajibkan oleh Allah AWT. Kita harus memenuhi rohani kita dengan asupan kebaikan agar keimanan dan ketaqwaan kita bertambah walaupun dalam keterbatasan.

Nah, Alhamdulillah komunitas muslim di Tokyo dan sekitarnya sangat aktif. Mereka selalu menyelenggarakan acara kajian bulanan dan terkadang mengundang pembicara dari Indonesia. Acara pertama yang saya ikuti adalah Tabligh Akbar yang diselenggarakan oleh Ikatan Perawat Muslim Indonesia (IPMI) yang bekerjasama dengan Keluarga Masyarakat Islam Indonesia (KMII) dan KBRI TOKYO. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 5 November 2017 lalu di Komplek Masjid Indonesia Tokyo – SRIT.  Kajian ini bertema “Dimanapun berada, cukup bagi kita ALLAH SWT”. Pembicara yang mengisi kajian ini adalah seorang ustad yang sangat popular di kalangan anak muda karena kebiasaan beliau yang sering menyindir para jomblo Wkwkwkw.  Ustad Hanan Attaki adalah salah satu ustad favorit saya. Bukan karena beliau sering menyebabkan kebaperan di setiap kata-katanya loh ya. Ini karena beliau mampu mengenalkan dan mengajarkan Islam dengan cara yang menyenangkan, terutama kepada anak-anak muda zaman now yang sangat jauh dari sentuhan islam. Beliau melakukan berbagai macam pendekatan ke beberapa komunitas  anak muda yang ada. Dari cerita beliau saat saya mengikuti kajiannya, beliau bilang memang susah. Bahkan sangat susah untuk bisa masuk dan berbaur kedalam kelompok mereka. “Jika saya datang ke tengah-tengah mereka dan berdakwah “wahai kalian para khalifah muda, Rasullullah SAW bersabda…..” dan sebagainya maka saya akan langsung mendapat penolakan total. Bukannya mencintai islam malah mereka akan menjadi semakin keras dan menjauh. Mereka akan berpikir bahwa Islam itu membosakankan dan kaku. Oleh sebab itu, saya mencoba bergau dengan mereka. Saya mencoba menyukai apa yang mereka sukai agar mereka mau menerima saya. Lalu saya dapat dengan perlahan mengubah pemahaman mereka tentang Islam dan membawa mereke untuk lebih dekat dengan Allah SWT”. Cerdas! Pemikiran beliau yang seperti itu membuat saya kagum.

Suasana Kajian di Aula Sekolah Republik Indonesia Tokyo

 Beliau sangat sederhana dan berdakwah pun dengan cara yang tidak rumit. Sehingga hampir semua jamaah menikmati apa yang beliau sampaikan. Mendengar ceramah beliau, saya berkali-kali berucap dalam hati “Islam itu indah. Islam itu istimimewa. Dan sungguh, Allah itu Maha Kuasa”. Dengan hanya beberapa jam duduk mendengarkan dakwah, saya merasa kembali bersemangat untuk meningkatkan kondisi keimanan saya. Memang benar bahwa jika kita berkumpul dengan orang-orang sholih/sholihah maka dengan mudah kita pun akan terbawa ke jalan yang mereka lalui.

Terkadang jika kita berada di tempat yang baru, tempat yang jauh dan bukan zona dimana kita biasa berada, kita merasa takut, panik dan tidak tenang. Disaat itulah kita benar-benar merasa bahwa Allah adalah satu-satunya penolong. Disaat itulah kita akan benar-benar mengandalkan Allah. Padahal sebenarnya Allah selalu menunggu kita untuk berdoa dan memohon pertolongan. Saya sering merasa bahwa semakin jauh saya berada, semakin dekat saya kepada Allah bukan sebaliknya. Berada di tempat yang mayoritasnya bukan muslim tidak membuat saya melupakan diri saya sebagai muslim, tidak menjauhkan saya dari agama saya, malah membuat saya semakin dekat dengan Allah. Segala kesulitan tersebut malah membuat saya semakin bergantung kepada Allah, semakin mengandalkan Allah karena tidak ada yang dapat menolong saya selain Allah SWT.

Okee, sebagai pesan sponsor: mumpung di Indonesi, mumpung masih berada di negara yang mayoritasnya Islam, ayo banyak-banyak ikut kajian. Sesungguhnya Allah telah memudahkan kita, tinggal bagaimana cara kita menanggapinya ^^

See you in next chapter.
Wassalamualaykum Wr. Wb.