Link

Selasa, 29 Desember 2015

Day – 8 : Seputar Ninomiya House

Tsukuba, 26 November 2015

Assalamualaikum Wr. Wb
Hari ini menjadi hari ke-8 kami di Tsukuba, Jepang. Dingin? Selalu! Dan semoga bisa putihan. Hehehe.

Oke readers, pagi ini diisi dengan aktivitas seperti biasa. Kami datang ke kantor, ngelab dan menyelesaikan beberapa tugas yang menjadi kewajiban kami. Nah, takutnya para pembaca merasa bosan, saya akan skip buat kerjaan hari ini. Sebagai gantinya, saya akan memperkenalkan hunian baru saya dan Cindy. Hehehe. Sorry telat :D


Ninomiya House

Seputar Ninomiya House
Nah readers, sebenarnya di Tsukuba ini, ada 2 penginapan besar yang menjadi tempat tinggal khususnya peneliti-peneliti asing. Kayak saya dan Cindy, hehe. Yang paling terkenal tuh Ninomiya dan Takezono House. Mungkin salah satu alasan saya dan Cindy ditempatkan di Ninomiya, karena jaraknya dengan NIMS tempat kami magang sangat dekat. Alhamdulillah juga sih, hehe.

Nah kalau misalnya teman-teman dapat kesempatan ke Tsukuba seperti saya dan Cindy (amin ya rabb), bisa kunjungi link ini ya: http://www.jsthouse.com/ninomiya/index.htm. Info lengkap seputar Ninomiya House tersedia.

Jadi, hari pertama kami kesini, tepatnya tanggal 19 November bersama Yamazaki-san. Untuk masuk ke apartemen ini juga tidak bisa sembarangan karena setiap pintu memiliki kunci. Tapi tidak banyak, hehe. Hanya satu kunci, tapi serbaguna. Kunci ini merangkap sebagai kunci kamar, kunci masuk pintu utama, kunci ruang pembuangan sampah dan sebagainya.
Saya dan Cindy mendapat masing-masing kunci dengan nomor 3201 yang sekaligus menjadi kamar kami. Letaknya di lantai 3 dan di pojok, hehe. Semua banguan bernuansa orange dan hitam. Ninomiya House memang besar, tapi cukup sepi bagi kami. Mungkin karena ini adalah hari kerja, jadi penghuninya kabur semua :D

multifungtion key

Sebelum menuju kamar, kami diajak turun ke area parkir. Ternyata ada beberapa ruangan khusus di lantai dasar ini. Salah satunya adalah ruang pembuangan sampah. Staff Ninomiya House mulai menjelaskan kepada kami prihal ruangan ini. Jika kami hendak membuang sampah disini, kami harus memilah sampah-sampah tersebut berdasarkan beberapa kategori. Jika sampah botol, buang disini. Sampah plastic, disini. Sampah organic dan sebagainya disini. Beliau pun menjelaskan sambil menunjukkan tempat tempat tersebut. Wah, bahkan sampai hal kecil seperti ini pun sangat di atur dengan detail. Sugoi!

Kami menaiki elevator menuju lantai 3 bersama Yamazaki san dan salah satu staff Ninomiya House, dan tentunya dengan koper dan beberapa tentengan kami. Saat membuka pintu, waawwwww! Kece badai! Haha :D. Ruangan ini di set untuk 2 orang, lengkap dengan dua kasur, dapur, kamar mandi, ruang tamu, bupet, TV, mesin cuci, kulkas, bahkan alat dapur pun lengkap. Kenapa gk sekalian sama isi kulkasnya ya? Haha

dapurnya kece :D
ruang tamu
Staff yang ikut bersama kami menjelaskan dengan sangat detail apa yang harus kami ketahui sebagai penghuni kamar baru. Dari cara menggunkan kabel LAN untuk akses internet, cara memasang air panas dan yang lainnya. Ia pun memberikan kami daftar semua fasilitas yang ada di kamar ini. Wahh wahh

Kami juga diberikan form yang harus kami kumpulkan pada tanggal tertentu, yang merupakan form laporan mengenai fasilitas di kamar kami. Jika ada sesuatu yang tidak sesuai, atau rusak dalam kamar, kami harus melaporkan dalam form tersebut. Karena katanya, hehe, saat kami meninggalkan apartemen ini semua fasilitas yang ada akan di cek kembali. Apabila ada yang rusak atau tidak sesuai, kami bisa dikenakan denda. Alamakkk

Acara pengenalan hunian baru, dengan pemateri staff Ninomiya House tidak berangsung lama. Hehe. Mungkin beliau paham bahwa kami sangat kelelahan. Yamazaki san pun ikut meninggalkan kami bersama barang-barang kami. Ah, waktunya istirahat, pikir saya.
Tapi kami tidak benar-benar istirahat, hehe. Kami membereskan isi koper kami terlebih dahulu. Semua pakaian di tata didalam lemari, sepatu dan sandal di letakan di rak, bahan masakan di atur di dapur, dan sebagainya.

Beberapa fasilitas yang disediakan memang sangat memadai untuk penghuninya. Ada ruangan untuk berolahraga, ruang bermain untuk anak-anak, ruang cuci, dan ada pula perpustakaan di lantai dua yang lengakap dengan wi-fi nya. Wah, sepertinya ini akan menjadi ruangan favorit saya, hehe. Tapi tidak hanya di perpustakaan, ternyata di setiap lantai ada juga North and South Lounge yang menyediakan akses wi-fi gratis.

perpustakaan di lantai 2
Alhamdulillah, ini menjadi hadiah tersendiri bagi saya dari Sang Maha Pencipta. Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi. Keajaiban apa yang akan Allah berikan tentuah lebih indah dari yang bisa kita bayangkan. Nah readers, dalam keadaan apapun kita harus bisa bersyukur yaa. Banyak orang yang mungkin jauh tidak beruntung dibandingkan kita J dan salah satu yang paling saya syukuri adalah sekarang saya disini, Jepang. Syukur Alhamdulillah J

Wassalamualaikum Wr Wb.

Sabtu, 26 Desember 2015

Day 7: Belajar Manajemen Waktu

25 November 2015

                Dingin! Hawa dingin dan lapar, dua kombinasi rasa berlawan tercipta pagi ini. Dinginnya pagi di Kota Science Negeri Sakura ini membuat saya dan Indah sepertinya enggan untuk beranjak dari hangatnya selimut tebal di tempat tidur. Tapi rasa lapar menandakan bahwa kami perlu makanan. Akhirnya kami memilih menahan sedikit rasa dingin yang kami rasakan untuk memasak demi mengisi perut kami yang kosong. Itulah rutinitas pagi yang kami lakukan pada hari ke-7 perantauan kami di negeri dengan julukan negeri matahari terbit ini.

                Untuk bertahan hidup di negeri yang mayoritas penduduknya bukan muslim ini kami harus memasak sendiri setiap harinya. Makanan yang kami buat pun sederhana, kadang kala sup, nasi goreng, dan lauk yang kami bawa dari Indonesia. Hehehe :D

                Seperti beberapa hari sebelumnya saya dan Indah menjadi orang pertama yang tiba di kantor. Jam kerja kami adalah pukul 08.30 a.m – 05.15 p.m. Yap, 8 jam 45 menit. Lalu apa yang kami kerjakan selama itu? Minggu awal ini merupakan minggu-minggu kami untuk mengamati dan belajar melakukan eksperimen sendiri. Jadi kami akan melihat terlebih dahulu bagaimana eksperimen kami di laboratorium di kerjakan oleh Kohara-san. Baru kemudian setelah itu kami mencoba sendiri melakukannya. Kemarin, Kohara-san telah memberikan contoh bagaimana mengkultur/menumbuhkan sel mamalia sebagai objek eksperimen kami kali ini. Hari ini adalah waktu untuk kami berdua unjuk kebolehan. Hehehe:D
                Saya dan Indah bekerja di laboratorium sejak pukul 09.30 a.m hingga pukul 03.00 p.m. Adapun waktu istirahat kami adalah pukul 12.00 a.m – 01.00 p.m. Pagi tadi kegiatan kami adalah mengkultur sel mamalia, kemudian selepas istirahat kami mengkultur sel serangga. Kohara-san hanya mengamati pekerjaan kami berdua. Dia hanya akan mengomentari jika kami melakukan kesalahan, misalnya saat mencampurkan larutan, atau menggunakan pipet dan kemudian akan mencontohkan bagaimana cara yang benar. Arigato gozaimasu Kohara-san.





                Ah iya, tadi pagi saat mengkultur sel mamalia saya melakukan kesalahan. Saya melewatkan satu tahapan. Ceroboh! Untunglah kesalahan yang saya lakukan tidak fatal. Kohara-san sangat baik, sangat perlahan mengajari kami sehingga kami berdua paham dengan eksperimen yang kami lakukan. Saya dan Indah melakukan eksperimen secara bergantian menggunakan clean bench (laminar air flow)—seperti sebuah bilik tertutup untuk mengerjakan eksperimen yang membutuhkan kondisi steril. Ada tiga clean bench di dalam ruangan kultur sel mamalia, jadi sebenarnya kami tidak perlu bergantian. Namun, bukan hanya kami saja yang menggunakan fasilitas ini, ada banyak lagi orang lain yang ingin menggunakannya. Untuk dapat menggunakan fasilitas tersebut kami juga harus mem-bookingnya maksimal 15 menit sebelum digunakan dan disesuaikan juga dengan waktu atau jam yang tersedia. Secara tidak langsung semua orang harus bisa mengestimasi berapa waktu yang mereka gunakan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka dan juga harus selesai tepat waktu, karena ada orang lain setelah mereka yang akan menggunakannya.

                Saya menyukai sistem bekerja seperti ini. Menurut saya ini adalah salah satu cara untuk belajar manajemen waktu. Bagaimana kita belajar menjadi pribadi yang menghargai waktu yang kita miliki serta menghormati waktu orang lain. Karena kita sebagai manusia tidak hanya memiliki tetapi juga memiliki kewajiban.


                Anyway sekian dulu ya dreamers cerita kami hari ini, semoga bermanfaat dan terus pantengin keseharian kami.. see youuu.. J

Kamis, 03 Desember 2015

Day – 6: Rasanya Jadi Researcher . . .

Tsukuba, 24 November 2015

Assalamualaikum Wr. Wb. Kembali bersama saya dalam edisi yang selalu spesial dan selalu di nanti. Haha, apasih indah. Oke lupakan itu!

Nah readers, ini adalah hari ke-6 saya dan Cindy di tempat perantauan nan indah, Jepang. Disini kami belajar banyakn hal dan mungkin akan lebih banyak lagi, mengingat kami akan berada 90 hari disini. Hehehe.

Menjadi seorang mahasiswa perantauan bagi saya adalah sebuah mimpi yang ingin saya wujudkan. Hehe. Bukannya alay atau gimana, saya emang pengen ngerasain aja :D. kayaknya seeruuuu gitu. Bisa mandiri, trus ntar dapat paket kiriman dari keluarga lah, dapat uang bulanan lah, hahha. Ternyata susah pemirsa. Hiks :’(. Karena ini pertama kalinya saya dan Cindy pergi jauh dan lamaaaaaaa sekali, kami selalu mengabari keluarga setiap harinya. Homesick? Of course!!!!

Dan semua ke-baper-an kami hilang saat pagi menjelang. Hal itu memang harus kami lakukan, karena kami – saya dan Cindy – ingin memberikan hasil terbaik untuk semua orang yang mendukung kami. Doumo arigatou gozimasu J

Oke. Pagi ini dimulai dengan aktivitas seperti biasanya. Dan seperti hari-hari sebelumnya, kami menjadi orang pertama yang datang ke kantor. Kece kan? :D. Sekali lagi, kami hanya ingin melakukan yang terbaik :)

kami "hampir" selalu menjadi orang pertama yang datang ke kantor
Kami melakukan praktikum yang sama seperti sebelumnya dan mungkin juga akan sama untuk beberapa hari kedepan. Hehe. Jangan heran, kami harus melakukan hal yang sama berulang-ulang agar membuat kami lancar dan terbiasa melakukan hal tersebut. Jadi minggu-minggu awal kami di NIMS sebagai intern akan diisi dengan kegiatan yang selalu sama. Membosankan? Tidak juga. Hehe. Karena saya merasa nyaman disini. Sampai saat ini, tugas kami tidak terlalu berat. Kami juga ditemani oleh orang-orang yang sangat baik. Alhamdulillah, sejauh ini Allah masih memberi saya dan Cindy kemudahan.

Kami melakukan kegiatan kultur atau perbanyakan sel mamalia dan sel serangga. Kami harus menumbuhkan sel tersebut dan menjaganya agar tetap sehat wal’afiat. Hehehe. Karena semua protocol atau instruksi kerja telah kami terima dari Yamazaki-san, hal ini jadi tidak teralu sulit. Apalagi ada Kohara-san yang senantiasa mendampingi kami dalam suka maupun duka. Eeeaaaaa… Yang kami lakukan pun sebenarnya sederhana. Dengan melakukan sekali, kami bisa hafal langkah-langkahnya. Tapi karena lab nya keren dan alat-alatnya canggih, jadi kalo lagi di dalam ruangan tuh rasanya kayak researcher beneran. Hahaha :D amin deh. Pengen juga jadi peneliti J
Kohara-san in action
Keadaan didalam laboratorium
kesibukan para penghuni laboratorium
Jadwal kami di laboratorium biasanya di mulai dari pukul 09.30-12.00. Selepas itu kami istirahat untuk makan dan shoat. Di NIMS tersedia sebuah ruangan yaitu “Prayer Room” yang biasa digunakan oleh orang muslim untuk beribadah. Letaknya di lantai tujuh. Tapi memang sangat sedikit yang menggunakan. Mengingat di NIMS Sengen Site ini yang muslim mungkin tidak lebih dari 6 orang. Tidak seperti di NIMS Namiki Site yang di dalamnya cukup banyak muslim dan warga asli Indonesia pula.

Untuk makan siang, biasanya saya dan Cindy makan di kafetaria bersama Kohara-san dan Magae-san. Di sini sangat ramai, apalagi saat jam makan siang. Yaiyalah… tapi kami datang tidak sebagai pembeli, hehe. Kami hanya numpang duduk :D. Karena memang hanya sedikit menu yang dapat konsumsi sebagai seorang muslim. Kalaupun ada, rasanya jugu mungkin tidak akan cocok dengan lidah kami. Oleh sebab itu, saya dan Cindy selalu membawa bekal ke kantor. Kece kan? :D sebenarnya sih strategi berhemat juga. Hehe.

Selesai makan, kami biasanya kembali ke laboratorium untuk mengerjakan beberapa tugas dari Yamazaki-san. Biasanya dari puku 13.300 sampai 15.00 kami berada di lab. Jika pekerjaan di lab selesai, kami akan kembali ke kantor.  Dan kami baru bisa pulang ke apartemen pukul 5 sore, hehe.

Tapi nampaknya hari ini akan sedikit berbeda. Kami menyadari itu saat kami menemukan selembar kertas yang tergeletak diatas meja kami berdua. Kertas itu adalah “kertas keramat” dari Yamazaki-san. Hehehe. Pissss. Nggak kok, bercanda. Kertas itu berisi undangan untk mengikuti seminar di NIMS Namiki Site dari jam 4 – 5 sore. Yeeee jalan-jalan. Hahahah :D.
Memang, di NIMS banyak sekali peneliti-peneliti yang mengadakan seminar dengan berbagai macam topik. Salah satu yang kami ikuti yaitu seminar dari Prof. Hidemitsu Harada dengan tema “Regulation of Stemness of Dental Epitelial Stem Cells by Rho Signaling”. Nah loh, bingung kan? Gk ngerti ya? Hahaha. Sama!

Salah satu pertimbangan mengapa Yamazaki-san mengajak kami untuk menghadiri seminar ini yaitu karena seminarnya dilaksanakan menggunakan bahasa inggris. Banyak juga seminar-seminar yang diadakan dengan menggunakan bahasa jepang. Jadi, kita bisa memilih seminar mana yang dapat kita ikuti, baik dari topik maupun dari penyajian seminar itu sendiri. Dalam seminar yang berlangsung selama satu jam ini, hanya satu yang dapat saya simpulkan. Prof. Hidemitsu memaparkan hasil penelitian yang telah ia lakukan beberapa tahun lalu. Ia menemukan bahwa ternyata stem sel dapat diperoleh dari mulut tikus. Gak ngerti ya? Sabar. Hahahha :D. Saya maupun Cindy juga tidak terlalu memahami apa yang di sampaikan oleh Prof. Hidemitsu. Beliau menyajikan banyak data yang tidak dapat kami pahami secara keseluruhan maksudnya. Hal ini wajar-wajar saja, karena memang kami bukan dari bidang yang sama dengan beliau, walaupun ada beberapa aspek yang berhubungan. Tapi ya tetap aja gk ngerti sama omongannya si bapak. Tapi si bapak keren binggo. Dapat jempol deh (y).

suasana didalam ruang seminar 
Dalam ruangan kecil yang berisikan 12 orang, seminar berangsung dengan tenang dan damai, hehe. Memang sepi dan tidak seperti seminar-seminar yang pernah saya hadiri sebulmnya. Jadi sebenarnya, seminar ini terbuka bagi siapapun yang ada di NIMS, baik di Sengen Site, Namiki Site maupun Sakura Site. Sekedar info ya, NIMS punya angkutan antar-jemput atau mirip-mirip bus pribadi gitu. Jadi bus ini sudah punya jadwal kapan akan berangkat dengan satu jalur yang menghubungkan NIMS di Sengen, Namiki dan Sakura. Di setiap papan pengumuman sampai dalam elevator banyak sekali kami jumpai brosur yang mengabarkan mengenai seminar-seminar yang akan di adakan.

Saat seminar berlangsung, saya melirik ke sekeiling saya. Eh, ada si mba lagi tidur. Hahah. Gomenasai :D. Saya sempat tergoda pula untuk tidur, mengingat bagaimana ngantuknya saya saat itu. Tapi itu adalah hal yang mustahil, karena saya duduk tepat dihadapan sang bapak pembicara. Waduh, salah tempat!

Tapi saya salut dengan kepribadian orang Jepang pada umumnya yang selalu disiplin. Si Bapak menyajikan data dan hasil dalam slide presentasinya dengan jelas saya rasa (tapi buat yang ngerti aja, heheh). Seminar dijadwalkan selama 1 jam, dan acara selesai tepat saat satu jam beralu. Wahhh, sugoi !

Disiplin memang menjadi salah satu kunci sukses dan termasuk salah satu dari sifat yang harus di miliki oleh seorang muslim. Ayo semua belajar disiplin yaa J (saya juga, hehe).

hanya berjalan, hehehe
Dan beginilah hari ini berlalu. Rasa letih memang setia mendampingi. Tapi tak apa, semua pasti ada hikmahnya. Dan saat bus dari Namiki sampai ke Sengen, kami pun pulang menuju apartemen kami, Ninomia House. Ah, kaki saya sakit sekali rasanya. Saking tak tahannya, saya pun berjalan hanya dengan kaos kaki sebagai alas. Sepanjang jalan, beberapa orang yang bersepeda maupun yang mengendarai mobil melirik saya. Mungkin mereka berpikir saya aneh, karena dengan cuaca dingin begini saya berjalan tanpa sepatu. Hahaha. Whatever lah. I don’t care. Malu-malu deh, yang penting ujung kaki gak sakit lagi :D. Tapi lama kelamaan dingin juga. Ah, saya nyerah dan hanya bisa berjalan pasrah sampai Ninomia. Begitulah. Terkadang kita memang perlu melakukan sesuatu yang “tidak biasa” untuk mendapatkan kenyamanan walau hanya sebentar.

Dan malam pun semakin gelap, walaupun jam baru menunjukkan pukul 7 malam. Ah, inilah Jepang. Selamat menikmati J

Oke readers, sekian cerita versi saya untuk hari ini. Terima kasih sudah membaca J

Wassalamualaikum Wr. Wb

Senin, 30 November 2015

Day 5: Dari Hagasi Koganei ke Tsukuba Center

Senin, 23 November 2015




            Assalammualaikum, selamat malam pembaca setia blog Sumbawadreams J Apa kabar nih semuanya? Semoga sehat-sehat saja ya. Jangan lupa bersyukur J
            Anyway ketemu lagi dengan Cindy semoga tidak bosan ya, hehehe. Kali ini saya akan membagikan cerita mengenai petualangan kami kembali ke Tsukuba. Seperti yang diceritakan Indah kami menghabiskan hari minggu kami dengan berkunjung ke Asakusa dan Akihabara. Kemudian kami menginap di apartemen dosen kami Bu Dwi di wilayah Hagasi-Koganei, Tokyo. Wah, senangnya bisa bertemu dengan dosen tercinta setelah tidak bertemu selama kurang lebih 8 bulan.
            Mungkin karena kelelahan berkeliling seharian saya dan Indah bangun kesiangan. Kami bangun pukul 07.00 a.m JST, padahal niatnya kami akan berangkat dari apartemen Bu Dwi ke Tokyo University of Agricultural and Technology (TUAT) pukul segitu. Alhasil kami merapikan semuanya terburu-buru, termasuk merapikan muka. Tolong jangan tanya mandi tidak ya dreamers¸jelas kami berdua tidak mandi. Hehehe :D #gak keliatan kok kan dingin :D
            Semalam saya dan Bu Dwi sudah sempat mengecek jadwal kereta untuk hari ini. Kami memilih kereta yang berangkat sekitar pukul 9 pagi. Setelah beres-beres kilat, kami kemudian sarapan dan Bu Dwi membuatkan kami denah perjalanan. Ya, sebelum pulang ke Tsukuba kami berencana untuk mampir sebentar di kampus TUAT. Karena sarapannya buru-buru dan ala kadar Ibu kemudian memberikan kami bekal untuk diperjalanan, pisang goreng dan roti. Terimakasih Ibu J
     Setelah semua siap kami kemudian berangkat menuju kampus TUAT. Jalan-jalan pagi dengan udara dingin sebenarnya segar. Tapi yang tidak segar adalah kaki kami. Berjalan kaki berkilo-kilo meter bagi kami adalah bukan hal yang biasa. Kami tidak akan mau berjalan kaki jauh kalau “tidak terpaksa”. Selama ini kami dimanjakan oleh fasilitas sepeda motor yang kami punyai. Termasuk saya, padahal emisi karbon yang dihasilkan dari benda yang sangat berguna tersebut semakin memenuhi atmosfer bumi. Ah, negeri sakura ini seakan menegur saya pribadi.
(Perjalanan menuju kampus TUAT)
            Setelah berjalan kaki 30 menit lamanya, akhirnya kami sampai juga di kampus TUAT. Sebenarnya kami bertiga tidak yakin apakah kampus tersebut buka atau tidak mengingat hari senin ini adalah hari libur.
“Alhamdulillah kampusnya buka sayang, jadi kalian bisa masuk” kata Bu Dwi kepada kami berdua.
Alhamdulillah kami bisa berkeliling melihat “sister” kampus kami. sebelum berkeliling kami menyempatkan diri untuk berfoto di depan gerbang kampus TUAT. Ah, siapa tahu rezeki yang Allah berikan untuk melanjutkan pendidikan di kampus tersebut nantinya. Ibu mengambil gambar kami berdua, kemudian lewat seorang nenek yang menawarkan jasanya untuk memfoto kami bertiga. Wah, arigatou gozaimasu. Ini salah satu sifat orang Jepang saya sukai, mereka selalu ramah dan dengan senang hati menolong orang lain dan hal ini terpancar dari ekspresi wajah mereka.
Sayangnya Bu Dwi tidak bisa lama menemani kami berkeliling kampus TUAT. Ibu memiliki kelas Bahasa Jepang, kami pun berpisah dengan Ibu di depan salah satu gedung kampus tersebut.
Doomo arigatou gozaimasu Dwi-san, see you again” ucap kami sambil berpamitan dengan Bu Dwi.
            Kami hanya bisa melihat-lihat halaman kampus TUAT. Tidak bisa masuk ke laboratoriumnya atau pun ke gedungnya. Jika ingin masuk kami harus mempunyai ID Card Student. Jadinya kami hanya berjalan-jalan seputar halaman kampus. Itu pun tidak jauh hanya beberapa meter dari gerbang tempat kami berfoto tadi. Kaki kami sudah benar-benar tidak kuat nampaknya. Lagi pula kampus tersebut juga sepi, belum ada aktivitas apapun. Akhirnya kami memilih duduk di taman kampus sambil memakan bekal yang diberikan oleh Ibu dan tentunya menyimpan sisa energi yang dimiliki oleh kaki kami untuk kembali menuju apartemen.
Tokyo University of Agricultural and Technology (TUAT)
Taman di Kampus TUAT
Wah ada tangan raksasa :D


Cindy and Indah di TUAT
            Setelah kami pulang barulah ternyata banyak mahasiswa yang datang ke kampus mereka. Wah ramainya, untung kami segera kabur. Hehehe. Untuk kembali ke Tsukuba dari Stasiun Hogasi Koganei kami menggunakan kereta. Sebenarnya kami belum terlalu faham dengan jalur kereta di sini. Ada beberapa Iine dengan nama hampir sama namun tujuannya berbeda. Saat membeli tiket kami juga sedikit kebingungan, akhirnya kami bertanya kepada seseorang di loket tiket, namun mungkin orang tersebut tidak mengerti dengan apa yang kami ucapkan, dia kemudian memanggil petugas stasiun yang kemudian menghampiri kami.
“We would Iike to buy a tiket to Tsukuba Center” kata saya.
“ There’s nothing direct train to Tsukuba Center” kata petugas tersebut. “You can buy the ticket to Akihabara. That is the Iine for Tsukuba Center”. Lanjut petugas tersebut kemudian membantu kami membeli tiket.
Oh ok then, arigatou gozaimasu” ucap kami berdua lalu masuk ke dalam stasiun setelah mendapatkan tiket.
            Sebenarnya saya masih sedikit bingung, jalur ini berbeda dengan apa yang dijelaskan Bu Dwi semalam. Tapi berbekal pengalaman kemarin kami akhirnya menggunakan jalur seperti yang kami lalui kemarin dengan rute Higasi-Koganei è Shinjuku (transit) è Akihabara (beli tiket baru Tsukuba Expr



ess)è Tsukuba Center. Total harga tiket dari Higasi-Koganei ke Tsukuba Center adalah 1.660 yen (dikalikan 122.5 sama dengan IDR 203,350 rupiah). Untunglah kami tidak tersesat meskipun sempat kebingungan saat berganti stasiun dan selamat tiba di Tsukuba Center dan juga apartemen kami setelah perjalanan 1 jam lebih.
Jepang nampaknya menegur saya banyak hal, salah satunya adalah disiplin. Salah satu contoh disiplin yang paling nyata adalah pada sistem transportasinya. Di tulisan sebelumnya saya sudah sempat menyinggung sedikit mengenai ketepatan waktu transportasi bus yang kami tumpangi menuju Tsukuba dari Narita International Airport. Saat menuju ke Tsukuba Center kami juga menjumpai hal serupa. Saya dan Indah indah telat beberapa detik saja tiba di antrian kereta. Tapi kereta sudah berjalan tepat pada waktunya. Tidak ada istilah menunggu lebih lama dari waktu keberangkatan di sini, semuanya tepat pada waktunya. Hal ini patut kami tiru, ini adalah perilaku baik yang masih belum mampu kami terutama saya tegakan. Semoga 3 bulan berada di Negeri Sakura ini saya dan Indah dapat membawa pulang banyak pelajaran baik dalam kehidupan. Aamiin J
Dari Tsukuba Center melanjutkan perjalanan ke apartemen dengan berjalan kaki. Ah, rasanya kaki kami ingin copot, saya sampai tidak kuat lagi mengangkat kaki. Hingga betapa senangnya kami saat telah tiba di apartemen. Alhamdulillah, liburan kami akhirnya berakhir dan kami akan memulai aktivitas esok hari.



Minggu, 29 November 2015

Special Weekend: Menjelajahi Sisi Lain Negeri Sakura

Tokyo, 22 November 2015

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, dapat weekend lagi. Haha. Memang weekend menjadi kata yang paling istimewa dan hal yang selalu kami tunggu-tunggu :D. Kalau di ingat, dalam minggu ini kami hanya masuk kantor dua kali, haha. Beruntungnya :D

Setelah puas menanjaki Tsukuba Mountain kemarin, hari ini kami akan mengelilingi kawasan wisata di Asakusa, Tokyo. Wahhh, asikk :D. Dan untuk kesekian kalinya, kekuatan kaki kami pun di uji. Ah, sabar.. Tapi tak apa, karena kami akan menghabiskan waktu di Tokyo sampai besok. Hahhaa..

Hari ini kami pergi bersama kak Norhidayah yang berkebangsaan Malaysia, sahabat seperjuangan yang kami kenal di NIMS. Dari apartemen – Ninomia House – kami berjalan menuju Tsukuba Center. Sampai sini, kami pun berpisan dengan Kak Nur, karena beliau telah punya rencana sendiri untuk mengisi waktunya. Terima kasih kak Nur J. Kami membeli tiket kereta dari Tsukuba ke Asakusa. Ternyata mahal, hiks :’(. Kami mengengeluarkan ¥ 1140 untuk membeli tiket kereta Tsukuba Ekspress dari Tsukuba ke Asakusa, sekitar Rp. 140.000 dalam mata uang Indonesia. Memang benar, transportasi di Jepang memang mahal. Tapi hal ini setara dengan fasilitas yang mereka sediakan. Iya sih, kalau dipikir-pikir, hehe. Kereta melaju sangat cepat. Sekitar satu jam di dalam kereta, kamu pun sampai di stasiun Asakusa. Didalam kereta sangat nyama. Bersih, rapi, dan ada penghangatnya pula.
Antrian penumpang kereta api

Memang butuh perjuangan untuk sampai kesini, karena kami harus turun di stasiun Kita-senju, kemudian pindah ke kereta yang meluncur ke Asakusa. Beberapa kali kami bertanya kepada orang-orang yang lalu-lalang di depan kami. Yah, lagi-lagi masalah bahasa menghambat komunikasi kami. Terpaksa, bahasa tarzan yang bermain. Haha. Ini karena pertama kalinya untuk kami, makanya kami masih sulit beradaptasi dan memahami bagiamana seluk-beluk transportasi di Jepang. Tapi untungnya semua jadwal maupun lajur kereta terpampang dengan jelas di setiap stasiun.

Disini sedikit berbeda dengan stasiun kereta yang pernah kami singgahi di Indonesia. Di samping rel intasan kereta, sudah ada garis antrian yang menandakan bahwa pintu kereta akan berhenti tepat di depan garis tersebut. Ada juga tanda panah di sampingnya yang mengarahkan penumpang harus masuk melalui pintu yang mana. Jadi, para penumpang akan berbaris dengan rapi dan tertib. Wah, ini adalah pemandangan yang tidak pernah saya jumpai sebelumnya. Saya berharap, suatu saat negara kesayangan saya akan mampu menerapkan sistem yang seperti ini, sehingga beberapa kecelakaaan kecil di stasiun dapat dihindarai.

Petualangan hari ini tidak hanya untuk kami berdua, melainkan petualangan beberapa muslimah Indonesia yang ada di Jepang, salah satunya dosen kami tercinta, Bu Dwi. Beliaulah yang mengajak kami jalan-jalan atas permintaan dari pembimbing kami, Dr. Yamazaki. Kiranya beliau khawatir akan kami berdua dalam beberapa hari libur ini, sehingga beliau meminta bu Dwi untuk menemani kami. Yaampun, baik bangettt.

Kami sampai di terminal A2, di satsiun Asakusa tempat kami memadu janji dengan bu Dwi. Asek, haha. Kami tiba sekitar pukul 09.30 pagi waktu Jepang. Ah, kami tidak dapat berkomunikasi dengan bu Dwi. Kami pun menunggu berjam-jam lamanya seperti anak hilang di depan stasiun. Bu Dwi, where are you?  Kami hanya melihat kerumunan orang yang berlalu-lalang di depan kami, dan sesekali melirik kami. Ah, indah sama Cindy fansnya banyak euy, wkwkwk. Kami pun lelah dengan semua ini! Asekk, haha. Akhirnya kami berinisiatif untuk meminjam handphone dari seorang ibu yang berdiri di hadapan kami. Ia bersama suami dan anak-anaknya membawa koper dan mendorong kereta bayi. Akhirnya kami pun memberanikan diri untuk meminjam handphone mereka. Yah, kami di tolak. Hiksss. Sang ayah berkata bahwa mereka sebentar lagi akan pergi. Dan mereka pun langsung meninggalkan kami. Aih, kesepak gerup. Saya dan Cindy pun saling melirik dengan wajah pasrah. Tetapi beberapa menit kemudian sang ayah yang tadi kembali menghampiri kami. Ia menanyakan berapa lama kami membutuhkan handphone. Dan kami pun menjawab hanya sebentar, untuk mengabari dosen kami dimana posisi kami. Ia pun mengerti dan memberikan password wi-fi handphonenya kepada kami. Alhamdulillah, si bapak sudah dapat hidayah kayaknya :D. Dengan mata berbinar kami pun mencatat dengan cepat tulisan tersebut. Setelah beberapa menit, kami pun selesai mengabari bu Dwi via WA mengenai posisi kami. Dan si bapak pun pergi dengan iringan senyum dan terima kasih dari kami, hehe.

Beberapa menit berlalu, namun bu Dwi tak kunjung datang. Padahal beliau berkata bahwa beliau akan berjalan menuju tempat kami. Dan bu Dwi tidak salah. Beliau telah lama pula menunggu kami di stasiun Asakusa. TEPATNYA DI STASIUN A1. Gubrakkkkkkk. Sebenarnya stasiunnya ada dua jalan keluar, yang A1 sama A2. Nah, kita nunggu di A2, bu Dwi di A1. Ya mana bias ketemuuuuuuuu…

Tapi endingnya ketemu sih, hehe. Saya memang sempat berpikir demikian. Oleh sebab itu saya menyiagakan mata untuk melihat kesekeliling. Ternyata, di sebrang jalan sana saya melihat dua sosok wanita berjilbab. Spontan saya memanggil Cindy untuk ikut menyaksikan peristiwa penting ini. Hahah, edisi termehek-mehek nih kayaknya :D

Temu Kangen Dosen Tersayang

Alhamdulillah, akhirnya bertemu bu Dwi juga. Edisi jadi anak hilang berakhir, jreengg jerenngg. Saya pun langsung memeluk beliau. Saking rindunya, hehe. Bu Dwi tengah menempuh S3 di Tokyo, tepatnya di Tokyo University of Agricultre and Technology (TUAT). Ini adalah bulan kedelapan beliau menjadi penduduk Tokyo. Beliau mengajak temannya yang bernama Mba Atik, yang bisa dibilang guide terbaik beliau. Mba Atik lah yang memandu kami untuk berjalan-jalan sambil cuci mata. Hehe. Wah, kawasan ini sangat padat oleh pengunjung. Jauh sekali dengan Tsukuba yang hening dan sepi. Saat hari libur memang tempat ini menjadi salah satu tempat favorit warga Jepang dari berbagai daerah. Tetapi banyak bula turis-turis dari belahan dunia lainnya yang melancong kesini. Dari Malaysia, Korea, India, China, Amerika dan Eropa, lengkap disini. Wah wah, kerennnnn. Readers, kapan kesini? :D

Wisata Kuliner + Cuci Mata

sebut saja "Becak Raksasa"
Kami mulai memasuki gang-gang yang di kiri dan kanannya penuh dengan kedai makanan maupun toko-toko kecil yang menjual beraneka ragam barang. Adapula semacam kereta yang berlalu-lalang. Kereta ini unik sekali, dan mungkin juga bukan kereta, hehe. Bingung mau sebut apa :D. “Alat transportasi” ini seperti becak, dengan dua roda yang sangat besar di kiri-dan kanannya. Tapi tidak digerakkan dengan sepeda, melainkan ada seorang yang menariknya. Wahhhhh, sugoiiii. Kami juga ingin mencoba menaiki kendaraan tersebut. Tapi niat kami urungkan kembali mengingat hal itu tidak gratis. Hahaha, maklum anak perantauan, jadi harus hemat :D

Keramaian pengunjung di Kuil/Candi
Mulailah kami memasuki area percandian, dimana banyak warga Jepang datang untuk berdoa. Langkah kami terhenti saat bu Dwi memberitahu kami bahwa aka nada beberapa orang lagi yang akan berkeliling bersama kami. Sembari menunggu, kami pun membeli roti seharga ¥200. Eh ada diskon, beli 3 dapatnya ¥500. Haha. Wah ramai juga penggemar roti ini. Rotinya seperti Roti Boy, tapi besarnya setara dengan dua telapak tangan saya. Kami harus mengantri untuk membelinya. Dan ternyata enakkkk… krenyes-krenyes gimanaaa gitu. Wkwkwk.

Rotinya enak bangettt
Salah satu yang paling saya sukai dari Jepang, selain kotanya yang indah, adalah makanannya. Eits, bukan untuk dimakan, tapi untuk dilihat, hehe. Mereka menggoda pelanggan dengan menata makanan yang mereka buat secantik mungkin. Dengan tatanan yang cantik dan warna yang menarik, tentulah memberikan nilai tambah tersendiri. Dan saya sangat suka bagaimana mereka menyajikannya. Meskipun bahan dan rasanya, ah you know what I mean lah!

Satu yang membuat saya tertarik. TAKOYAKI. Ah, saya pengeeennnn. Akhirnya kami membeli seporsi yang isinya 6 biji, dengan harga ¥ 500. Dan kami di traktir. Ah bu Dwi, sayang pake banget deh sama Ibu :D. Takoyaki ini terbuat dari adonan tepung yang dibulatkan seperti onde-onde dan isinya adalah potongan gurita. Ini termasuk makanan halal yang aman dikonsumsi oleh muslim seperti kami. Tapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, kami pun tidak menambahkan saus atau apapun, sehingga hanya takoyakinya saja yang kami makan. Si penjual memasang wajah heran mendengar permintaan kami. Hehehe. Memang takoyaki biasa dimakan dengan berbagai macam topping dan taburan ikan asap yang diiris setipis mungkin di atasnya. Rasanya enakkkk.. tapi panas banget dalamnya. Ah, ini toh alasannya orang-orang yang makan takoyaki ngipas-ngipas mulut?! Kirain kepedisan, hahaaha.

Takoyaki
Setelah makan dan berkomunikasi dengan teman bu Dwi yang lainnya, kami pun berencan untuk bertemu di depan candi yang paling besar. Jadi, candi ini menjadi pusat di kawasan ini. Sedangkan sekelilingnya dipenuhi oleh pedagang-pedagang yang menjual berbagai macam hal. Kami pun bertemu dengan mereka. Mereka adalah mba Dila, mba Yuli dan mba Indri. Mereka juga tengah menempuh pendidikan di Negeri Sakura ini. Masyaallah…

Lengkaplah kami, 7 hijabers yang siap untuk mengelilingi Asakusa. Dari satu tempat belanja ke tempat lainnya, kami masuki. Hahaha, namanya juga cewe, ya emang suka kalap kalau ketemu yang beginian :D. Mau ada yang di beli, gak ada yang di beli, pokoknya masuk! Cuci mata sampai puas pokoknya. Semua barang termasuk aksesoris khas Jepang, gantungan kunci dan yang lainnya memang bikin ngiler. Gilaaa,,, bagus semua woy! Tapi kalau liat harganya jadi pengen nangis, hikss. Karena ini tempat wisata, jadi wajar bila harga-harganya lebih mahal. Untungya saya masih bisa menahan diri dari semua godaan yang berat ini. Saya hanya membeli sebuah barang yang memang penting dan sangat saya butuhkan. Barang ini telah saya cari untuk sekian lama. Barang ini telah saya damba-dambakan. Oh. akhirnya ketemu. Alay banget sih gua, hahaha. Dan itu adalah PAYUNG LIPAT SEHARGA ¥750. Hahaha, aduh Indah, malang sekali dirimu. Tapi emang gitu kenyataannya. Hehe. Dari hari pertama di Jepang, saya dan Cindy sudah menargetkan untuk membeli paying karena musim hujan telah tiba. Kami sengaja membeli payung yang bisa di lipat, agar dapat di bawa pulang. Hehe.

Suasana Asakusa di waktu libur
Setelah berbelanja, berkeliling dan lapar, kami pun pergi ke sebuah restoran yang menjual makanan halal. Dan di tempat tersebut kami juga bisa melaksanakan sholat. Alhamdulilah. Kami bertemu dengan beberapa orang Indonesia juga di tempat itu. Kami pun menunaikan sholat dan makan dengan riang. Yeeeee… ini yang saya tunggu :D

Saya, Cindy, Mba Indri, Mba Yuli, Mba Dila, Mba Dwi dan Mba Atik
Selepas itu, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Akihabara. Wahhh, memang wanita-wanita tangguh :D. Dari Asakusa ke Akihabara, kami menggunakan kereta seharga ¥210. Sampai Akihabara, kami disambut oleh ramainya kendaraan dan orang yang berlalu lalang. Tujuan utama kami kesini sebenarnya hanya satu: Jalan-jalan! Tapi karena Akihabara menyediakan banyak hal yang menarik, niat-niat lain pun bermunculan. Hahahha. Mengingat SIM card kami tidak berfungsi di Negeri Sakura ini, kami pun disarankan untuk membeli SIM card setempat. Tapi yang hanya dapat digunakan untuk internet saja. Soalnya sistem di Jepang sangat rumit. Mereka hanya bisa menggunakan satu SIM card atau nomor handphone seumur hidup. Katanya sih ada kontraknya gitu. Jauh berbeda dengan Indonesia maupun Sumbawa, yang bisa berganti-ganti nomor kapanpun.

Kami pun mencoba mencari kartu intenet yang sesuai dengan handphone kami. Untunglah kami punya mba Atik yang bisa dikatakan sudah ancar berbahasa Jepang. Beliaulah yang menyampaikan suara hati kami ke mas-mas yang menjadi staf disini. Heheh. Arigatou mba Atik J. Tapi ternyata tidak ada yang sesuai untuk kami. Harganya pun bisa dibilang mahal. Kartu internet dengan kapasitas 2 gigaan bisa menjapai 2 ribuan yen, atau setara dengan dua ratusan ribu rupiah. Ah…..

Setelah sangat lelah berkeliling, dan mata telah di cuci dengan sangat bersih, hehe, kami pun memutuskan untuk pulang. Tapi sebelum itu, kami menyempatkan untuk berfoto di depan AKB48 Café and Shop untuk dipamerkan kepada Fahmi, mengingat ia adalah fans besarnya AKB48. Hahahah. Gomenasai Fahmi-san :D

Foto buat Fahmi :D
Rasa lelah bercampur senang mengiringi perjalanan kami menuju stasiun kereta. Saya dan Cindy akan menginap di kediaman bu Dwi di Hagashi-koganai, Tokyo. Oke mba Atik, mba Dila, mba Indri dan mba Yuli. Thanks for today. Terima kasih atas waktunya. Semoga kapan-kapan bisa jalan-jalan bareng lagi yaa J

Stasiun Akihabara yang ramai
Saya, Cindy dan bu Dwi pun pulang menaiki kereta seharga ¥470. Sesampainya di stasiun, kami mampir dulu ke super market untuk membeli bahan makanan untuk menyambung kehidupan kami. Hehe. Setelah selesai, kami pun berjalan menuju apartemen bu Dwi. Subhanallah, jauhhh bangeettt bu :’(. Kaki yang sabar yaaa :’)

Setelah berjalan sekitar 20 menitan, kami pun sampai. Ah, Alhamdulillah. Kami menunaikan sholat, lalu masak, lalu makan, lalu tidur, hehehe. Alhamdulillah untuk hari ini. Terima kasih ya Rabb J

Ucapan itulan yang kami lantunkan untuk menutup hari yang indah ini. Nah readers, sekian cerita dari saya dan Cindy. Semoga bisa menghibur yaaa J

Wassalamualaikum Wr. Wb J

Sabtu, 28 November 2015

Day 3: Edisi Petualanagan: 4 NEGARA 1 TUJUAN (Mt. Tsukuba)

Sabtu, 21 November 2015

Assalammualaikum
Ohaiyo gozaimasu minna san, Ogenki desu ka?
Selamat pagi semuanya, apa kabar?
Kaalai Vanakkam, Neenga Eppadi Iyukkeenga?
Selamat pagi semua, apa kabar?
Bonjour, comment allezvous?

Wih, 5 bahasa ya.. Hehehe :D
Well dreamers, wishing all of you are in the good shape J





Kali ini saya akan menceritakan mengenai petualangan di hari ketiga kami berada di Jepang. Dreamers jangan envy yaaahh, semoga Allah SWT memberikan kesempatan yang lebih luar biasa kepada pembaca setia di lain waktu. Aamiin J

Hari kerja saya dan Indah di NIMS adalah Senin-Jum’at dimulai pukul 08.30 a.m – 05.00 p.m. Hari ini hari Sabtu, it means Holiday! Baru hari ketiga sudah libur, hehehe, Alhamdulillah.

Berdasarkan laporan cuaca hari ini (Sabtu, 21 November 2015) wilayah Tsukuba dan sekitarnya terang benderang alias cerah. Oleh karena itu, Kak Norhidayah (teman kantor di NIMS asal Malaysia) mengajak kami untuk “muncak” ke Mt. Tsukuba. Sebagai orang baru di Kota Science Jepang ini kami tentunya menerima tawaran menarik ini. Sudah jauh-jauh merantau ke Negeri Sakura ini masa hanya mendekam di apartemen. Kalau begitu mah di Indonesia juga bisa tidak perlu jauh-jauh ke Jepang. Hihihi ^_^

Kami berdua (Cindy dan Indah) ternyata tinggal di apartemen yang sama dengan Kak Norhidayah, di Ninomiya House. Nah, sesuai janji kami kemarin, kami akan bertemu pukul 07.30 a.m di lobi apartemen. Setelah sarapan saya dan Indah bergegas turun ke lobi khawatir Kak Norhidayah sudah menunggu kami. Meski sudah buru-buru ternyata belum ada siapapun di lobi. Syukurlah, tidak enak kalau Kak Norhidayah yang menunggu kami. Tidak beberapa lama Kak Nor—sapaan akrab kami untuk Kak Norhidayah—muncul bersama seorang perempuan dengan aksen wajah seperti orang Arab. Perempuan tersebut juga akan ikut berpetualang bersama kami. Namanya Hana, dia berasal dari Prancis.

Hi, I’m Hana, I’m from France. But actually I was born in Arabian and I growth in France”
“Hi, I’m Cindy and I’m Indah, we are from Indonesia” balas perkenalan dari saya dan Indah.
Wah, Mrs. Hana kece banget. Hehehe.


Perjalananan menuju Mt. Tsukuba
(Perjalanan menuju Tsukuba Center)
                Usai perkenalan kami pun memulai perjalanan menuju Stasiun Bus Tsukuba Center. Nah dreamers, untuk bisa sampai di Mt. Tsukuba, dari Ninomiya House kami harus berjalan kaki selama kurang lebih 30 menit menuju Tsukuba Center, jaraknya mungkin sekitar 3 km, #i’m not really sure. Setelah itu dari Tsukuba Center perjalanan dapat ditempuh  menggunakan shuttle bus menuju Mt. Tsukuba. Ada dua pilihan tiket bus. Pertama, one way (sekali perjalanan) 720 yen (dewasa)/  360 (anak-anak) rutenya Tsukuba Center—Tsukubasan Jinja Iriguchi dapat ditempuh selama 36 menit. Rute kedua adalah dari Tsukuba Center—Tsutsujigaoka (50 menit), 870 yen (dewasa)/440 (anak-anak) sekali perjalanan.
                Kami memilih tiket round trip (pulang pergi) untuk tiket kedua. Sehingga masing-masing orang harus membayar sebesar 1.740 yen. Kak Nor memesankan tiket untuk kami berdua. Antrian di Tsukuba Center untuk shuttle bus tujuan Mt. Tsukuba hari itu benar-benar panjang. Nampaknya memang hari Sabtu dengan cuaca cerah tersebut adalah pilihan terbaik untuk melihat warna warni Jepang dari puncak Mt. Tsukuba. Armada shuttle bus dengan tujuan Mt. Tsukuba nampaknya ditambah. Di hari normal shuttle bus beroperasi setiap 30 menit sekali. Tapi hari itu mungkin hanya selang 10 menit setelah keberangkatan shuttle bus lainnya sudah muncul.
(Antrean di Loket Pembelian Tiket menuju Mt. Tsukuba)
                Di Tsukuba Center kami bertemu dengan seorang teman yang turut ikut berpetualang bersama kami ke Mt. Tsukuba. Mr. Shan, teman kantor kami ternyata beliau juga ikut. Saya kira laki-laki asal India yang tengah menempuh Post Doctoralnya ini hanya sekedar memberikan kami informasi bus saja kemarin di kantor karena beliau sudah pernah ke Mt. Tsukuba sebelumnya. Yeay, petualangan kami nampaknya akan sangat menarik. Setelah mengenggam tiket kami pun mengantre untuk mendapatkan bus. Tidak lama petualangan kami pun dimulai.
Sekilas saya memperhatikan antrean di loket penjualan tiket semakin panjang saja. Antrean ini adalah salah satu hal yang saya sukai dari negeri sakura ini. Setiap orang tidak peduli tua muda mengantre dengan rapi dan sabar menunggu gilirannya. Tidak ada main rusuh atau berebut sama sekali. Wah, rasanya saya dan Indah diajarkan untuk menjadi orang baik di sini. Karena kami saat di Indonesia jarang sekali membuat antrean yang rapi seperti ini.


Empat Negara Satu Tujuan
Nampaknya dreamers sudah bisa menebak maksud dari judul tulisan ini. Sepertinya begitu pula dengan maksud 5 bahasa dari negara berbeda di atas. Hehehe. Yap, kami berlima berasal dari 4 negara berbeda. Indonesia (Cindy dan Indah), Malaysia (Kak Nor), Prancis (Mrs. Hana), India (Mr. Shan). Hari ini kami berdua memiliki satu tujuan yang sama yakni berpetualang menuju Mt. Tsukuba untuk melihat warna-warni negeri Sakura tersebut dari ketinggian.
Mr. Shan, Mrs. Hana, Kak Nor, Indah dan Cindy (belakang ke depan) 

Perjalanan yang diperkirakan hanya ditempuh selama 36 menit (kami akan berhenti di Tsukubasan Jinja Iriguchi) nampaknya menjadi lebih lama. Mt. Tsukuba mendapatkan banyak tamu hari ini. Macet tidak dapat dihindari karena banyaknya pengunjung. Huhuhu tapi macetnya tidak membuat bosan karena kami bisa melihat pemandangan pohon-pohon yang tidak lagi berwarna hijau.
                Sesuai saran dari Mr. Shan, kami memilih turun Tsukubasan Jinja Iriguchi. Mr. Shan mengatakan bahwa kami dapat mencoba semua fasilitas yang ditawarkan oleh gunung tersebut. Saya jadi penasaran dengan fasilitas tersebut. Hehehe
Indah sedang mencuci tangan
                Dari Tsukubasan Jinja Iriguchi kami harus berjalan kaki sepanjang 500 m. Nah di gunung tersebut terdapat sebuah candi. Uniknya sebelum memasuki wilayah candi tersebut pengunjung harus membasuh tangan mereka dengan air yang sudah disediakan di luar pekarangan candi. Pantas saja candi tersebut ramai karena memang menawarkan view yang unik sebagai background foto. Saat tengah asyik berfoto, seorang nenek-nenek menyapa saya dan Indah. Nenek tersebut langsung menanyakan apakah kami dari Indonesia atau Malaysia.
Subhanallah, hanya ada dua negara yang disebut nenek tersebut. Beliau menandainya karena kami menggunakan jilbab.
“Watashi wa Indonesia jin desu” jawab kami.
Nenek tersebut menganggung dan tersenyum sambil menunjuk jilbab kami. Ada perasaan bangga yang menyelimuti hati saya saat itu. Bagaimana hijab adalah sebuah penanda bagi seorang akhwat agar dapat dikenali. Alhamdulillah, kami seperti dihormati di sini. Semoga tetap istiqomah ya ukhti. #yukhijrah J

Indah berfoto di depan Tsukubasan Shrine
Sepanjang perjalanan 500 meter tersebut kami berlima ditemani oleh indahnya warna-warni pohon yang telah berubah warna. Merah, kuning, Orange, begitu rata-rata warna pohon di sana. Masya Allah, indah sekali. Setelah berjalan 500 m, kami akhirnya sampai di stasiun cable car. Kereta dengan teknologi canggih yang dapat membawa pengunjung menuju puncak Mt. Tsukuba dengan cepat. Untuk dapat menggunakan fasilitas tersebut kami harus membeli tiket dengan harga 580 yen (dewasa)/ 290 yen (anak-anak) untuk sekali perjalanan. Kami berlima membeli tiket one way, karena nanti saat turun kami akan menggunakan fasilitas lain. Hohoho :D
(Warna-warni dedaunan di Mt. Tsukuba)
Cable car ini beroperasi setiap 20 menit sekali. Ada yang menarik dari petualangan menggunakan cable car ini. Di pertengahan rutenya terdapat jalur separasi antara cable car yang membawa penumpang menuju ke atas gunung dan cable car yang membawa penumpang kembali. Di jalur separasi tersebut kedua cable car selalu bertemu. Hal ini mengundang sedikit kepanikan sekaligus kekaguman pada penumpang. Panik karena takut akan tabrakan dan kagum karena kedua cable car tersebut dapat saling mengindari dengan berganti jalur. Wah, sugooiiii ne!

Cable car (kiri) dan Jalur Separasi Cable car (kanan)
Petualangan menggunakan cable car berhenti di Tsukuba –Sancho Station di atas Mt. Tsukuba dengan jarak 2 km selama 8 menit. Nah, dari Tsukuba –Sancho Station kita cukup berjalan beberapa menit untuk sampai ke Miyukigahara. Di Miyukigahara kita bisa duduk bersantai sejenak. Bagi yang ingin berburu suvenir atau makan, di Miyukigahara inilah teman-teman dapat membelinya. Di tempat ini ada kedai makanan dan juga beberapa kedai suvenir dari Mt. Tsukuba. Eitz, bagi yang muslim disarankan membawa bekal sendiri ya, lagi pula harga makanan di sini mahalll. Untuk urusan suvenir di sini banyak sekali tersedia suvenir khas dari Mt. Tsukuba. Teman-teman akan banyak sekali menjumpai oleh-oleh dengan ikon katak. Loh, kok katak? Hihihi, sabar dulu ya, jawabannya di bagian bawah cerita ini.
Hari itu Kak Nor membawa bekal, sedangkan kami dan yang lainnya tidak. Eh tapi Mrs. Hana juga membawa bekal. Kak Nor membuat masakan Malaysia, bentuk dan rasanya seperti perkedel jagung di Indonesia, tapi versi jagung sedikit dan ditambah ikan teri. Kami menyantap bekal yang dibawa Kak Nor sambil melihat pemandangan negeri sakura tersebut dari atas. Umm, yummy!

(Pemandangan dari Miyukigahara)
Tsukuba Watching from Top of Nyotaisan
                Usai menyantap makanan makanan melanjutkan petualangan kami. Mr. Shan mengajak kami berempat menuju puncak tertinggi Mt. Tsukuba. Top of Nyotaisan (877 m) menjadi puncak tertinggi dari Mt. Tsukuba karena 6 m lebih tinggi dari Top of Nantaisan (871 m). Jadi dreamers, Mt. Tsukuba memiliki dua puncak, yakni Nyotaisan (yang paling tinggi) dan Nantaisan. Teman-teman bisa memilih mau berkunjung ke puncak yang mana atau berkunjung ke keduanya juga boleh. Dari Miyukigahara tadi jarak tempuh menuju kedua puncak tersebut sama. Sama-sama 15 menit dengan berjalan kaki.
                Kami berlima memilih pergi ke puncak Nyotaisan. Alasannya sih sederhana karena yang paling tinggi. Nampaknya estimasi berjalan kaki 15 menit untuk sampai ke puncak Nyotaisan meleset jauh. Weekend kali ini Mt. Tsukuba memiliki banyak sekali tamu. Hal ini membuat kami harus mengantre lama untuk bisa sampai ke puncak tertinggi tersebut. Tapi teman-teman tidak usah khawatir menunggu  di Mt. Tsukuba tidak akan membuat bosan kok. Cukup menengok ke kiri atau ke kanan sedikit saja decak kagum dreamers tidak akan pernah berhenti. Pemandangan yang disajikan dari atas gunung tersebut sangat memesona. Pohon-pohon dengan daun berwarna warni, hingga pohon sakura yang sudah tidak memiliki daun pun masih tetap mengundang decak kekaguman. Masya Allah.
Perjalanan menuju Puncak Nyotaisan, puncak tertinggi Mt. Tsukuba

                Di tengah perjalanan kaki menuju puncak Nyotaisan kami menjumpai sebuah batu yang mirip seperti katak. Persis sekali seperti katak yang mulutnya sedang menganga. Nah, itulah mengapa ikon dari Mt. Tsukuba adalah katak. Saya menjumpai masyarakat Jepang tengah asyik melemparkan kerikil pada mulut batu katak tersebut. Terlihat juga di dalam mulut batu yang menyerupai katak tersebut telah penuh sesak dengan batu. Wah, seru juga melihat para pengunjung semangat melemparkan batu akan bisa masuk dan tidak terjatuh. Hihihi, hiburan unik.
Batu yang menyerupai Katak di tengah perjalanan menuju puncak Nyotaisan (kanan), pengunjung melempar kerikil ke mulut batu Katak (kiri dan tengah)  
                Pemandangan yang jauh lebih indah juga disajikan dari puncak Mt. Tsukuba ini. Hamparan pohon berwarna-warni, rumah-rumah warga, kesibukan mobil dan bus, dua pesawat kecil yang berlalu lalang, serta hawa dingin, udara segar dan sinar matahari yang memancar cerah adalah komposisi yang sangat cantik. Bersatu padu dalam keindahan membuat mata dimanjakan sejauh memandang. Autumn benar-benar keren dan cantik. Saya masih seakan tidak percaya berada di tempat seindah ini. Betapa indah ciptaan-Nya.

(Pemandangan dari Puncak Nyotaisan)






Sayang, kami tidak bisa berlama-lama di puncak tertinggi tersebut. Banyak orang yang tengah mengantre untuk bisa merasakan hal yang sama dengan kami. Setelah mengabadikan momen langkah ini, kami berlima akhirnya memilih kembali. Kami juga harus mengantre untuk bisa kembali dari puncak Nyotaisan.

Ropeway, Kereta Gantung
(Ropeway)
                Well, harus saya acungi  dua jempol untuk Mr. Shan (two tumbs up for you Mr. Shan. You are our best guide today). Untuk kembali menuju statasiun bus, kami tidak melalui jalan yang sama saat kami menuju puncak Mt. Tsukuba. Kali ini kami menggunakan Ropeway (kereta gantung). Dari puncak Nyotaisan kami hanya perlu berjalan kaki 500 m menuruni  anak tangga menuju Nyotaisan Station. Setelah membeli tiket Ropeway seharga 620 yen (dewasa)/310 yen (anak-anak), kami harus menunggu beberapa menit hingga ropeway yang akan kami gunakan tiba.
“Saya takut” kata Mrs. Hana.
Hahaha, saya juga takut sebenarnya. Kami harus duduk selama 6 menit dengan jarak 1 km di dalam kereta yang bergantungan pada kabel di udara. Wah, tidak bisa dibayangkan. Tapi ini tantangan. Petugas jaga di stasiun akhirnya mempersilahkan kami semua untuk masuk ke dalam ropeway. Setelah semua penumpang masuk (saya tidak tahu pasti berapa jumlahnya mungkin, bisa 25 orang) pintu ropeway ditutup. Petualangan dimulai.
Awalnya saya menyangka bahwa kereta tersebut akan melaju cepat ternyata tidak. Syukurlah. Dari dalam ropeway kami bisa melihat pemandangan lain. Warna-warni dedaunan pohon nampak terlihat jelas. Wah, akhirnya saya bisa melihat pohon dari atas. Heheheh :D Deretan pohon yang terlihat dari atas tersebut terlihat seperti terumbu karang di laut saat snorkeling.
Wah, ini mah bukan pohon, tapi seperti “terumbu karang darat” gumam saya.
Waktu selama 6 menit sepertinya terlalu cepat, kami ingin berlama-lama di dalam ropeway menikmati pemandangan lain dari Mt. Tsukuba. Tapi ropeway nya sudah tiba di stasiun Tsutsujigaoka, jika ingin lagi maka harus mengeluarkan logam-logam yen lagi. Hihihi, kami tidak sanggup. Nah dreamers, stasiun Tsutsujigaoka ini langsung terhubung dengan restoran. Tapi bagi muslim sekali lagi disarankan membawa bekal sendiri ya. Di sini juga menjual aneka suvenir khas Mt. Tsukuba.
(Pemandangan Mt. Tsukuba dari atas ropeway) 
                Kami berlima menengok kedai tersebut sebentar, tapi saya tidak berminat membeli apapun. Harganya lumayan mahal menurut saya. Selain menjadi stasiun pemberhentian ropeway, Stasiun Tsutsujigaoka juga menjadi stasiun pemberhentian bus. Kece kan, beda jalan pergi beda pula jalan pulang. Nampaknya bus yang akan kembali menuju Tsukuba Center masih lama. Jadi kami memiliki waktu untuk mengobrol ringan bersama dan mencicipi bekal yang dibawa Mrs. Hana sambil berjemur di bawah sinar matahari membiarkan kulit kami berfotosintesis. Setelah itu barulah kami masuk ke dalam bus agar bisa mendapatkan tempat duduk. Syukurlah masih mendapatkan tempat duduk. Perjalanan kembali ke Tsukuba Center membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Karena lelah kami berlima tidur di dalam bus. Tiba di Tsukuba Center saya dan Indah berpisah dengan Mr. Shan. Kami berdua juga berpisah dengan Kak Nor dan Mrs. Hana. Meskipun sama-sama tinggal di Ninomiya House siang itu kami tidak berpulang bersama.
                Nice trip with all of you guys. Thank you for today.
                Nah dreamers sudah dulu ya cerita petualangan kami hari ini. Semoga kita semua selalu semangat setiap harinya. Have a nice weekend dan selalu kunjungin serta baca cerita kami ya.
Assalammualaikum J