Tokyo, 1 Oktober 2017
Haloooooo
readers!! How are you doing? Semoga selalu dalam lindungan Allah ya J
Alhamdulillah
saya masih diberi kesehatan untuk menulis dan berbagi cerita lagi dengan para
pembaca sekalian.. Penasaran kan dengan apa yang terjadi selepas saya
menyelesaikan masa magang saya selama 3 bulan di Negeri Sakura??
Ok!
Just prepare yourself and be focus. I will bring you to my world!
Flashback ke
pertengahan Februari 2016.
Tepatnya
tanggal 16 Februari saya dan rekan seperjuangan saya, Cindy mengakhiri masa
magang kami di National Institute for Material Science (NIMS), Tsukuba, Japan
dibawah bimbingan Dr. Tomohiko Yamazaki. Tiga bulan di NIMS menjadi tantangan
tersendiri bagi kami, mengingat kami harus berinteraksi hampir setiap hari dengan
Nihonjin (Orang Jepang). Kendala bahasa tentulah menjadi penghalang bagi kami dalam
mengutarakan pendapat dan berekspresi. Kami tidak menguasai bahasa Jepang, juga
tidak terlalu mahir dalam bahasa inggris (miris). So, put on your mind:
“if you want to know the other side of the world, you have
to know the world language first!” (intinya kalau pengen keluar negri,
mantapkan bahasa inggris dulu ya gaes. Itu jadi modal utama kalian. Kalau
kalian sudah siap dengan diri kalian sendiri, maka peluang juga akan siap
mendatangi kalian. Jaga-jaga aja, biar gak jadi gembel di negri orang :D)
Waktu,
situasi dan kondisi memaksa kami untuk belajar. Jika kami tidak melangkah maju
dan hanya pasrah dengan kemampuan kami yang “pas-pasan”, maka kami tidak akan
dapat bertahan. Sedangkan program yang kami ikuti ini tidak hanya membawa nama
kami pribadi, melainkan nama kampus kami tercinta dan orang-orang yang telah
bekerja keras mewujudkannya.
And
time flies. Kami telah mengakhiri magang kami dengan menulis sebuah report.
Tentunya dalam bahasa inggris loh ya. Tulisan tersebut menjadi landasan dan
bekal kami untuk menulis kitab akhir mahasiswa (read: skripsi). Sesuai rencana
awal, penelitian yang akan kami lakukan di NIMS menjadi topik yang akan kami
bahas dalam skripsi untuk menyelesaikan kuliah kami sebagai Sarjana
Bioteknologi. And now, we are Biotechnologist. Yeay!
Masa-masa
setelah sidang memang masa yang menggalaukan bagi beberapa pihak. Bagaimana
tidak? Kehidupan kuliah yang kadang menyiksa dengan banyaknya tugas dan
presentasi, seketika menjadi hilang. Blussshhh! Tidak perlu bangun pagi, tidak
perlu ke kampus, tidak ada ujian… I feel free! (isi hati seorang kenalan saya,
wkwkwk). Tetapi itu tidak berlaku bagi saya. Bah!
Setelah
menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa, saya mengabdi di fakultas saya, FTB
UTS untuk membantu beberapa pekerjaan
dosen dan staf fakultas. Selain itu, saya juga berpartisipasi dalam perintisan
dan pengembangan Sumbawa Technopark (STP) yang berlokasi di Sumbawa, dan menjadi
satu-satunya Technopark di Indonesia Timur. Bagi saya, ini adalah cara
menghabiskan waktu yang berkelas, hahaha!
Lembaran baru
Lembaran baru
Seiring
berjalannya waktu, program Pasca Sarjana Universitas Teknologi Sumbawa pun
dibuka. Ada beberapa calon mahasiswa yang mendaftar. Hampir 80% dari total
mahasiswa tersebut berstatus sebagai pegawai negeri. Mereka mendapatkan Surat
Izin Belajar dari instansi mereka masing-masing. Adanya program Pasca Sarjana
UTS tentunya merupakan hal yang sangat menguntungkan bagi masyarakat Sumbawa
sendiri. Bagi masyarakat yang berprofesi sebagai PNS, mereka tidak perlu sampai
keluar pulau untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi demi kepentingan keilmuan
maupun karir mereka. Dengan terbitnya izin pendirian Sekolah Pasca Sarjan dari
Menristek DIKTI, mereka dapat memperoleh gelar magister tanpa harus
meninggalkan keluarga maupun pekerjaan mereka.
Sebuah
universitas jika tidak memiliki mahasiswa maka tidak akan dapat berdiri tegak. Ini
adalah kampus baru. Satu-satunya kampus yang membuka program magister di Pulau
Sumbawa. Banyak yang harus dipersiapkan sebelum kampus ini bisa menjadi kampus
yang luar biasa. Waktu, tenaga, biaya, pikiran, segalanya dipertaruhkan untuk
Sumbawa yang lebih baik kedepannya. Pertanyaannya, siapa yang mau?
Sebagai
putri daerah, tentunya saya harus bisa memberikan yang terbaik untuk daerah
saya. Saya tidak memiliki hal istimewa, sehingga saya hanya berusaha melakukan
apa yang saya bisa dan memberi pelayanan sebaik mungkin sebagai anggota
masyarakat. Disaat itu, sebuah tawaran datang kepada saya. Indah mau kuliah S2
di UTS?
Waktu
seakan berhenti sejenak. Hati saya
mengetuk seakan merasa mendengar sesuatu yang tidak wajar. Saya kaget
bukan kepalang. Saya tak dapat mengucap sepatah kata pun. Otak saya masih
mencerna 5 kata yang tertuju pada saya. Saya memahami manfaat dari adanya
lembaga belajar yang dapat menunjang pendidikan saya dan letaknya pun tidak
sampai mengarungi lautan. Tetapi keinginan untuk melanjutkan sekolah ke luar
negri telah menjadi mimpi saya sejak lama. Saat itu adalah masa-masa yang berat
untuk saya memilih. Banyak hal yang menjadi pertimbangan saya kala itu. Saya
harus mengikuti yang mana? Mimpi yang entah telah menjadi ego? Ataukah
keinginan sang Ibu yang tak mau berpisah jauh dengan putri satu-satunya?
Saat dipikirkan kembali, ternyata
pilihan tidak hanya dua tetapi tiga. Pengorbanan. Apa aku sanggup? Dalam hati
saya bertanya. Seseorang pernah berkata kepada saya. “saya lebih suka menjadi
yang pertama, menjadi pembuka jalan. Memang berat untuk harus berkorban, tetapi
manfaatnya untuk orang lain juga besar”. Itu adalah kalimat yang benar-benar
membekas dalam benak saya. Kalimat sederhana, mudah di ucap tetapi berat untuk
dilakukan. Tetapi itulan yang benar-benar beliau lakukan. Dan beliau bisa!
Sejak saat itu, saya selalu
berfikir. Apa yang sudah saya lakukan? Selama 22 tahun saya hidup, apa yang
telah saya berikan untuk orang lain? Apa guna saya sebagai manusia yang telah
mengenyam pendidikan sampai sarjana?
Akhirnya saya meyakinkan hati
dan membulatkan niat untuk melangkah. Saya harus bisa meyakinkan diri saya
sendiri bahwa ini bukan jalan yang buruk. Saya harus memikirkan matang-matang
segala kemungkinan yang dapat terjadi. Bismillah. Niat yang baik akan disertai
kebaikan pula.
Sekerdar share pendapat yang gaes: kalian
harus yakin dan paham dengan apa yang kalian lakukan. Baik itu yang kalian
sukai, yang tidak, yang kalian dapatkan dengan jerih payah kalian maupun rezeki
yang Allah berikan melalui tangan hamba-Nya yang lain, pikirkan matang-matang. Agar
suatu saat, jika suatu hal yang tak diinginkan terjadi, kalian tidak perlu
menyalahkan pihak lain. Jika hal yang buruk terjadi (naudzubillah) kalian sudah
siap dan yakin karena kalian telah mempertimbangkan segala hal sebelum memilih.
Dan disinilah saya sekarang. Tokyo University
of Agriculture and Technology (TUAT). Dengan status sebagai mahasiswa S2, saya
berkesempatan untuk mengikuti program penelitian jangka pendek (short research)
selama 6 bulan di Jepang. saya ditempatkan dibawah supervisi Prof. Koji Sode. Beliau
pernah berkunjung ke Sumbawa untuk mengisi kuliah umum di Kantor Bupati Sumbawa
lt. 3 dan UTS pada tahun 2013 lalu. Beliau juga membimbing Tim iGEM Sumbawagen bersama
Dr. Tomohiko Yamazaki saat itu. Penelitian beliau berfokus seputar penyakit
diabetes. Beliau mengembangkan alat sensor glukosa dalam darah menggunakan
rekayasa genetika. Saya pun akan melakukan hal yang sama, yaitu mengekspresikan
protein pengkode enzim glucose
dehydrogenase yang di isolasi dari Aspergillus
flavus.
Alhamdulillah.
Nikmat Allah benar-benar ada dimana-mana. Saya mendapatkan beasiswa dari JASSO
(Japan Student Services Organitation) untuk menunjang kehidupan saya selama di
Jepang. Alhamdualillahnya lagi, banyak dosen UTS yang bersekolah disini dan ini
pun kali kedua saya ke Jepang. Tentunya saya akan sangat terbantu. Dan yang
paling saya rindukan saat berada disini adalah Ukhuwah Islam yang begitu kuat
antar muslim sebagi penduduk minoritas.
Well, Alhamdulillah. Tiada henti
syukur terpanjat untuk Sang Maha Kuasa, Allah Azza wa Jalla. Inilah saat saya
harus berjuang lagi sebagai perantau di negeri orang. Tunggu cerita selanjutnya
yaaa ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar