Dear Dreamers!
Hari ini saya melanjutkan eksperimen ELISA seperti hari sebelumnya. Saya bersama, Kohara-san dan Nakagawa-san berangkat ke lab pukul 09.00. Oh iya, ada satu lagi anggota tambahan hari ini, yaitu Yuko-san.
"Aah, Yuko-san. Bagaimana kabar anak anda?" tanya saya saat Yuko-san masuk.
"Ah, tidak apa-apa, dia sudah baikan. Untungnya tidak parah," kata Yuko-san.
Di lab, Kohara-san mengajarkan kami cara mencuci plate ELISA, membuat assay buffer, membuat larutan standard, melarutkan sample, dan melakukan inkubasi. Saya mencatat semua informasi yang diberikan (walaupun agak berantakan karena terburu-buru menulis).
"Kamu pernah melakukannya di Indonesia?" tanya Yuko-san.
"Hai, saya pernah melakukannya, walaupun hanya sekali," kata saya sambil tersenyum.
"Waktu kamu membantu Febri-san ya?" tanya Kohara-san lagi.
Saya mengangguk. Dalam hati saya berterima kasih karena dulu sudah diajarkan Bu Febri dan dibantu Kak Rizky. Paling tidak, saya tidak perlu mempelajari dari nol karena sudah ada gambaran untuk melakukannya, mengingat ELISA ini metode analisis yang cukup rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Hari ini kami melakukan ELISA menggunakan sampel yang dibawa Nakagawa-san dari NIMS Namiki. Usai melakukan ELISA hingga tahap menambahkan sampel dan standar, kami menginkubasi sampel di suhu 4 C overnight. Nakagawa-san lalu pamit.
"Kohara-san, sumimasen. Saya akan melakukan passaging cells sekarang," kata saya sambil tersenyum, lalu beranjak ke ruang sel kultur.
Saya lalu mengecek medium saya di kulkas, namun sayangnya hanya 25 mL tersisa.
"Kohara-san, sepertinya medium saya tidak cukup untuk passaging cells. Should I make the new one (apakah saya hrus membuat yang baru)?" tanya saya saat keluar dari lab.
"Ah, really? Baiklah, coba saya lihat," kata Kohara-san.
Saya, Kohara-san, dan Yoku-san lalu masuk ke lab. Saya lalu mempersiakan sel 293 yang akan saya passage, lalu mempersiapkan clean bench.
"Ah, Fahmi-san. Sepertinya waktumu tidak cukup," kata Kohara-san lalu melihat jam, 25 menit kurang dari jam 12.
"Oh iya. Kalau begitu, saya akan melakukan reservasi ulang," kata saya lalu beranjak ke komputer ruang kultur sel. Sayangnya saya baru ingat jika saya tidak menghapal kode register saya.
"Chotto matte kudasai (mohon tunggu sebentar)," kata saya lalu membuka akun Gmail. Setelah ketemu, saya melakukan reservasi pukul 14.30-15.30.
"Hai, owarimashita (sudah selesai)," kata saya lalu menutup laman internet.
"Okay, let's go lunch (Oke, ayo makan siang)!" kata Kohara-san riang.
Hari ini kami hanya makan siang bertiga bersama Yuko-san.
"Fahmi-san, kamu masih bisa makan nggak?" tanya Kohara-san.
"Mmm. Kenapa memangnya?" tanya saya.
"Hari ini saya bawa mochi, jadi habis ini kita makan mochi!" kata Kohara-san riang. Saya pun bersorak kecil. Kami lalu kembali ke ruang kerja.
Benar saja, Kohara-san langsung mengajak kami ke meja tamu dekat microwave. Beliau sedang menghangatkan mochi di microwave. Mochi adalah kue tradisional Jepang yang terbuat dari tepung beras. Dari luar, adonan mochi tampak mengembang seperti bakpao.
Kohara-san lalu menyiapkan mangkuk untuk kami bertiga. Beliau lalu menuangkan soyu (kecap asin) dan gula ke dalam mangkuk, kemudian mencampur bumbu tersebut untuk celupan mochi. Tak lama kemudian, kue mochi yang masih panas tercebur ke dalam bumbu tadi.
"Hai, itadakimasu (selamat makan)," kata Kohara-san.
Saya mencoba meraih mochi tersebut dengan sumpit. Ternyata cukup sulit. Kue mochi tadi, sebelum dimakan, dilumuri dulu dengan bumbu soyu dan gula, kemudian dimakan panas-panas. "Kalau lama dimakan, kue mochi-nya akan mengeras. Kalau sudah begitu, dipanaskan lagi saja di microwave," kata Yuko-san.
Saya mencicipi kue mochi di hadapan saya. "Hmmm...kore wa oishii desu ne (ini enak)," gumam saya sambil mengunyah adonan kenyal di mulut saya. Kue mochi sendiri rasanya tawar, namun ketika digabung dengan adonan soyu dan gula, rasanya berubah seperti madu mongso. Perpaduan rasa yang unik.
"Hai, Kohara-san, kore wa oishii desu ne. Doumo arigatou gozaimasu (Kohara-san, ini rasanya enak. Terima kasih banyak)," ujar saya sambil tersenyum.
Mochi dari Kohara-san beserta bumbu soyu dan gula |
"Kamu masih mau makan lagi? Ini, saya kasih satu lagi," kata Kohara-san sambil mencelupkan satu kue mochi lagi ke mangkuk saya. "Dan ini... boleh kamu bawa pulang," kata Kohara-san sambil menyodorkan dua adonan mochi, sebotol soyu, dan gula kepada saya. Saya menatapnya dengan tatapan haru. "Doumo arigatou gozaimasu," ucap saya sambil membungkuk.
"Kalau kamu suka, kamu bisa makan mochi untuk sarapan. Kami biasanya juga begitu," kata Yuko-san.
"Oke, nanti saya coba," ujar saya lalu tersenyum. Kohara-san dan Yuko-san lalu kembali ke lab, sementara saya baru akan kembali pukul 14.30.
Suasana ruang kerja |
Ruang kultur sel tampak lebih ramai saat saya tiba. Ternyata ada mahasiswa yang sedang belajar menggunakan alat-alat laboratorium. "Mungkin kamu akan sedikit lebih lama mulai eksperimennya. Mereka belum ada tanda-tanda akan selesai," bisik Kohara-san.
"Baru kali ini saya melihat lab ramai," ujar saya menimpali.
"Mmm, kadang-kadang saya hanya sendirian di sini. Kadang-kadang sangat ramai seperti hari ini."
Saya baru memulai eksperimen 15 menit menjelang pukul 15.00. Tak lama kemudian, Kohara-san dan Yuko-san pamit, karena jam kerja mereka telah usai.
"Otsukare sama deshita (Anda telah bekerja keras)," ujar saya saat mereka pamit.
"Hai, osakini shitsurei shimasu (iya, kami permisi duluan)," kata Kohara-san dan Yuko-san.
Pukul 16.00 saya usai mengerjakan eksperimen lab. Hmm, semoga sel kultur saya tumbuh dengan baik, aamiin.
Well, demikian kegiatan saya hari ini. Sampai ketemu besok ya! Pantengin terus blog Sumbawa Dream. Arigatou gozaimasu :)
Pukul 16.00 saya usai mengerjakan eksperimen lab. Hmm, semoga sel kultur saya tumbuh dengan baik, aamiin.
Well, demikian kegiatan saya hari ini. Sampai ketemu besok ya! Pantengin terus blog Sumbawa Dream. Arigatou gozaimasu :)
Menu makan malam: sup ayam pemberian Bu Ira. Makasih banyak Bu :') |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar