Link

Kamis, 15 Januari 2015

Tentang Sains

Dear Dreamers!

Foto di lab kultur sel
Cuaca mendung mengawali langkah saya menuju NIMS. Ruang kerja masih gelap tatkala saya memasukinya. Yeay! Ini pertama kalinya saya menjadi yang paling awal tiba di ruang kerja. Senang saja rasanya bisa menjadi orang yang menyambut orang lain saat tiba di tempat kerja.

Satu per satu orang-orang mulai berdatangan. "Ohayou gozaimasu," Kohara-san menyapa saya saat muncul di ambang pintu.

"Fahmi-san, hari ini akan hujan," Kohara-san memberitahu saya.

"Eh, souka (begitukah)? Wah, saya nggak punya payung," ujar saya panik.

Kohara-san tampak sedang berpikir. "Ah, kamu bisa pake payung ini," tunjuk Kohara-san pada satu payung yang tergantung di kubikel Hoshikawa-san.


"Itu punya siapa?" tanya saya ragu.

"Mmm... entahlah. Tapi saya rasa kamu bisa pake itu untuk sementara waktu."

Tak lama kemudian, Yuko-san tiba. Kami lalu berangkat ke lab. Benar saja, saat kami keluar dari gedung kantor, hujan disertai angin yang cukup kencang menerpa kami. Buru-buru saya membuka payung bening yang saya pegang.

"Sumimasen Kohara-san, watashi wa otearai e ikitain desu (maaf Kohara-san, saya mau ke toilet)," ujar saya setiba di lab,"

"Ah, ikimashou (silahkan pergi)," kata Kohara-san.

Di depan toilet, saya berpapasan dengan Nakagawa-san. "Eh, ohayou gozaimasu," ucap saya setengah kaget, lalu berjalan ke toilet.

Hari ini, kami melanjutkan eksperimen ELISA. Hari ini merupakan hari yang paling sibuk. Kami menambah detection antibody, Avidin HRP, substrat solution, dan stop solution ke plate ELISA. Setiap selesai melakukan satu tahap, kami menginkubasi plate dalam rentang 30 menit sampai 1 jam, kemudian mencuci plate di washing machine.

Saya terduduk di sudut meja sambil menatap kosong ke arah catatan saya saat menunggu inkubasi selama satu jam setelah menambahkan detection antibody. Buku catatan saya dipenuhi jadwal UAS yang akan saya jalani minggu ini, daftar belanjaan akhir minggu, dan hal-hal yang harus saya lakukan beberapa hari ke depan.

"What are you doing (kamu sedang apa)?" tanya Nakagawa-san menghampiri saya.

"Eh, mmm...sedang menyusun jadwal ujian akhir," jawab saya pelan.

"Ujian akhir?" kedua alis Nakagawa-san bertaut.

"Ng... yah. Jadi, sebelum saya meninggalkan Indonesia, saya harus ujian akhir untuk semester tiga. Saat itu, saya hanya bisa menyelesaikan 3 dari 6 mata pelajaran yang diujiankan, jadi 3 sisanya harus saya lakukan di sini, and it will be started from tomorrow, Kin youbi to Do youbi to Nichi youbi desu (dan itu dimulai besok, hari Jumat, Sabtu, dan Minggu)," ujar saya sambil tersenyum.

"Mata kuliah apa saja?" tanya Nakagawa-san lagi.

"Kalau yang diujiankan di sini Biologi Sel dan Molekuler, Biologi Susu Ternak, dan Mikrobiologi. Tiga lainnya yaitu Biologi Madu, Biologi Kelautan, dan Kimia Fisik." Saya pun menceritakan tentang fakultas Teknobiologi, dan apa saja yang kami pelajari. "Untuk saat ini, kami mempelajari semuanya. Mungkin setelah semester 4 atau 5, kami dibolehkan memilih bidang konsentrasi," kata saya lagi.

Kami lalu melanjutkan eksperimen. Usai menambahkan stop solution, kami melakukan pembacaan ELISA di plate reader, kemudian hasil analisis dan kurva kalibrasinya muncul di layar. Hari ini Kohara-san menggunakan manual bahasa Jepang, jadi tidak banyak hal yang saya mengerti.

"Besok mungkin kita akan coba yang bahasa Inggris," kata Kohara-san.

Pukul 12 kurang 10, kami usai melakukan eksperimen dan kembali ke kantor. "Wah, mungkin kalau hujannya tidak berhenti, saya akan membawa payung ini pulang," ujar saya setengah bergumam.

"Tidak apa-apa, bawa saja. Kamu bisa menitipkan sepedamu di sini," kata Kohara-san.

"Fahmi-san, koko wa samui desu ne. Anata wa samukunai desuka (Fahmi-san, di sini dingin lho. Kamu nggak kedinginan)?" tanya Yuko-san menatap saya. Hari ini saya hanya keluar berbalut sweater saya satu-satunya yang saya bawa dari rumah.

"Tabun.... samukunai desu (mungkin... nggak dingin)," kata saya setengah tertawa. "Dulu, waktu saya kecil, saya biasa bermain hujan di luar rumah. Sangat menyenangkan," kata saya sambil menerawang jauh.

"Karena di sana panas, ya?" tanya Yuko-san.

"Mmm. Kalau di sini... saya rasa saya tidak akan keluar rumah," kata saya sambil tertawa.

Setibanya di ruang kerja, Mr. Arun menghampiri kami lalu menyodorkan sebuah makanan, seperti manisan. "Ini apa?" tanya saya sambil menerima pemberian Mr. Arun.

"Ini Carrot Halwa, makanan khas India. Teman saya yang membuatnya, karena di tempat saya tinggal sedang ada pesta," kata Mr. Arun.

Carrot Halwa
Saya mencicipinya. Manis. "Ini beneran dari wortel? Enak! Saya nggak terlalu suka wortel sebenarnya, tapi ini enak," kata saya riang.

Mr. Arun kemudian memberi kami satu makanan lagi. Namanya Murukku. Hampir mirip dengan ceker ayam, tapi ini terbuat dari beras. "Thank you very much," kata saya lalu tersenyum.

Murukku
"Oh iya, Mr. Arun, apakah Anda punya waktu Sabtu ini? Saya ingin minta tolong ditemani belanja ke Seiyu," kata saya pada Mr. Arun. Karena kami tetangga, beberapa hari yang lalu kami pernah membuat kesepakatan untuk berbelanja bersama di akhir pekan.

"Oh, okay. Saya akan menemani kamu. Tapi, saya akan ke Hanamasa dulu, baru ke Seiyu," jawab Mr. Arun.

"Hanamasa? Saya pernah dengar tempat itu, tapi di mana?"

"Jaraknya cukup jauh, sekitar 20 menit bersepeda dari Ninomiya. Saya biasa belanja di sana karena harganya lebih murah, jadi bisa belanja banyak."

Saya mengangguk. "Okay, kalo gitu kita belanja ke Hanamasa aja. Jam 10 pagi gimana?"

"Oke, jam 10. Tapi telepon saya setengah 10, jadi saya bisa siap-siap," jawab Mr. Arun.

Saya lalu meluncur ke lantai 7 untuk shalat Dzuhur, kemudian bergegas ke lantai 1 menuju kafetaria untuk makan siang.

Siangnya, saya di temani Kohara-san dan Yuko-san bertemu Minowa-sensei untuk izin mengambil foto di lab yang akan digunakan untuk keperluan kampus. Meskipun agak sungkan, tapi Alhamdulillah saya diperbolehkan mengambil foto.

"You can take pictures everywhere (kamu bisa ambil foto di mana saja)," kata Minowa-sensei.

"Hai, doumo arigatou gozaimasu," ucap saya sambil membungkuk.

Usai berfoto, kami menemani Kohara-san melakukan passaging cells. Saya membantu mengerjakannya karena saya meminta ijin foto di ruang kultur sel.

"Hai, doumo arigatou gozaimasu. Terima kasih banyak atas bantuannya. Maaf saya merepotkan hari ini," ujar saya sambil membungkuk.

"Daijoubu (nggak papa). Kami juga senang melakukannya," kata Kohara-san. Beliau lalu pamit lebih dulu ke kantor.

"Fahmi-san, kapan kamu akan ujian?" tanya Yuko-san.

"Ashita kara Nichi youbi made desu (mulai besok sampai hari Minggu)," jawab saya sambil membersihkan clean bench.

"Aaah, taihen desu ne (aaah, berat ya)," komentar Yuko-san.

"Yah, begitulah. Karena itulah saya harus mengatur waktu dengan baik jika ingin semuanya selesai. Mahasiswa di Jepang juga pasti belajar keras," ujar saya menimpali.

"Mmm...saya kurang tau sih, karena saya dulu kuliah di Amerika," kata Yuko-san.

Saya menoleh kaget. "Amerika?"

Yuko-san mengangguk. "Saya mengambil jurusan ekonomi."

Saya semakin terkejut. "Hah? Ekonomi? Amerika? Aaaah....sugoi!" saya tak dapat menyembunyikan keterkejutan saya.

"Ah, tidak juga," ujar Yuko-san merendah.

"No, you're so amazing. Saya heran aja, Anda dari ekonomi ke sains, apa tidak berat? Saya pernah belajar ekonomi dan menurut saya itu cukup sulit."

"Cukup sulit sih, makanya sekarang saya sedang belajar banyak sekali hal di sini," kata Yuko-san tersenyum.

"Ngomong-ngomong, di Amerika, Yuko-san tinggal di kota mana?" tanya saya saat kami berjalan keluar dari lab.

"Saya tinggal di Texas. Sebenarnya saya banyak transfer. Awalnya, saya sekolah di Hawaii, kemudian saya pindah ke Kentucky. Tapi, saya tidak begitu suka kehidupan saya di Kentucky. Saya kemudian transfer ke Texas. Jadi, hampir lima tahun saya tinggal di Amerika."

"Souka. Saya juga pernah ke Amerika selama 10 hari untuk berkompetisi. Saya waktu itu ke Boston," kata saya lalu tersenyum.

"Ah, Boston. Itu kota yang sangat indah. Saya berharap bisa ke sana suatu hari nanti," harap Yuko-san.

"Yah, Anda akan ke sana suatu hari nanti," timpal saya lalu tersenyum. "Tinggal di Amerika pasti menjadi pengalaman yang sangat berharga untuk Anda," kata saya pada Yuko-san.

"Ya, pengalaman yang sangat berharga. Begitu juga dengan kamu sekarang," kata Yuko-san.

"Yah, itu benar. Di sini saya mendapat banyak hal baru. Jadi, kalau di Indonesia, kami sering kekurangan peralatan lab, tidak selengkap di Jepang. Jadi tidak jarang kami memodifikasi atau membuat alat sederhana yang punya prinsip kerja sama dengan alat sebenarnya," kata saya.

"Makanya saat ini masih ada masalah di mana ada orang Indonesia yang tidak mau kembali karena khawatir risetnya akan terkendala saat di Indonesia, karena fasilitas lab-nya kurang memadai. Mungkin itu juga yang saya khawatirkan, karena cepat atau lambat, saya pasti akan mengalami hal itu juga, misalnya saat saya lulus S-1 nanti," lanjut saya sambil mengangkat bahu.

Yuko-san menyimak saya dengan serius. "Yah, itu bisa jadi suatu masalah," timpal beliau.

"Yah, mudah-mudahan ke depannya di Indonesia perkembangan sains bisa lebih maju seperti di Jepang, karena suka tidak suka, perkembangan sains juga sangat mempengaruhi perkembangan dunia saat ini. Mudah-mudahan pemerintah Indonesia bisa lebih menaruh perhatian," kata saya sambil tersenyum.

Itulah hal-hal yang saya lalui hari ini. Well, hari ini saya belajar arti saling tolong menolong dengan orang lain. Dalam hidup ini, kita tidak mungkin bisa hidup sendiri. Karena itulah penting untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain. Terima kasih telah membaca kisah saya hari ini. :)

NB: Terima kasih banyak saya ucapkan kepada Minowa-sensei, Kohara-san, dan Yuko-san yang telah membantu saya mengabadikan beberapa momen di lab. Doumo arigatou gozaimasu. Otsukare sama deshita :) 

Foto bersama Minowa-sensei, kepala pengelola Lab di tempat saya magang

Foto bersama Yuko-san




Tidak ada komentar:

Posting Komentar