Dear Dreamers!
Hari ini, saya memulai perjalanan dari bandara Haneda. Jadi, setelah sampai di bandara, saya menginap dulu karena tidak ada lagi bus yang menuju Tsukuba di atas pukul 23.00. Saya terbangun pukul 06.46, lalu bergegas shalat Subuh, kemudian berjalan ke penjualan tiket bus tak jauh dari pintu kedatangan. Saya sudah khawatir kalau petugas di sini tidak bisa berbahasa Inggris. Saya mencoba berbicara dengan bahasa Inggris perlahan agar mudah dimengerti. Alhamdulillah, tiket ke Tsukuba tersedia di sini. "Ikura desuka?" (berapa harganya) tanya saya pada petugas. Ia pun mengangsurkan kalkulator bertuliskan 1.850. Saya pun membayar tiket, kemudian petugas menujukkan arah stasiun bus.
Tempat pembelian tiket |
Pagi hari di bandara Haneda |
Saya kembali ke kursi, kemudian pergi ke toilet mencuci muka. Saya lalu melangkah ke sudut ruang tunggu, ke sebuah restoran kecil bernama "Pista". Paranoid saya seketika muncul, menerka-nerka apakah mereka menjual daging babi dan olahannya. Namun alangkah leganya saya saat melihat papan bertuliskan "No pork and alcoholic products". Ternyata pengelola di sini juga memperhatikan masalah seperti ini.
Saya pun bergegas memesan sarapan saya. "Onigiri ga arimasuka?" (Onigirinya ada? Onigiri = nasi kepal khas Jepang) tanya saya pada pelayan usai menyambut saya dengan ucapan "Irasshaimase" (selamat datang). Setelah menjawab ada, saya memesan satu Onigiri, kemudian pelayannya bertanya dalam bahasa Jepang. Sayang, saya tak kunjung paham maksud si pelayan.
Melihat saya kebingungan, ia pun mencoba menjelaskan dengan bahasa Inggris yang juga sama parahnya dengan kemampuan bahasa Jepang saya. "Soko," (di sana) ucap saya sambil menunjuk ke meja, usai memahami maksud pelayan yang menanyakan saya mau makan di mana. Saya meminta jus jeruk untuk minuman saya, kemudian pelayan tadi memberi saya kunci, kemudian menjelaskan lagi dalam bahasa Jepang sambil menujuk sebuah pintu tak jauh di belakangnya. Saya pun hanya mengangguk kemudian membawa jus saya ke meja. Tak lama kemudian, kunci yang saya pegang berbunyi dan bergetar. Saya yang tidak mengerti hanya membiarkan kunci itu tergeletak di meja. Namun sesaat kemudian, kunci itu bergetar lagi. Saya pun refleks menoleh ke pintu yang ditunjuk pelayan tadi. Ooh... rupanya Onigiri saya sudah jadi, dan kunci itu digunakan untuk memberitahu pelanggan kalu pesanannya sudah bisa diambil. Saya pun hanya tersenyum kikuk sambil mengucapkan terima kasih saat mengambil Onigiri saya.
Melihat saya kebingungan, ia pun mencoba menjelaskan dengan bahasa Inggris yang juga sama parahnya dengan kemampuan bahasa Jepang saya. "Soko," (di sana) ucap saya sambil menunjuk ke meja, usai memahami maksud pelayan yang menanyakan saya mau makan di mana. Saya meminta jus jeruk untuk minuman saya, kemudian pelayan tadi memberi saya kunci, kemudian menjelaskan lagi dalam bahasa Jepang sambil menujuk sebuah pintu tak jauh di belakangnya. Saya pun hanya mengangguk kemudian membawa jus saya ke meja. Tak lama kemudian, kunci yang saya pegang berbunyi dan bergetar. Saya yang tidak mengerti hanya membiarkan kunci itu tergeletak di meja. Namun sesaat kemudian, kunci itu bergetar lagi. Saya pun refleks menoleh ke pintu yang ditunjuk pelayan tadi. Ooh... rupanya Onigiri saya sudah jadi, dan kunci itu digunakan untuk memberitahu pelanggan kalu pesanannya sudah bisa diambil. Saya pun hanya tersenyum kikuk sambil mengucapkan terima kasih saat mengambil Onigiri saya.
Usai sarapan, saya bergegas turun ke lantai satu, ke pemberhentian bus nomor 6 untuk tujuan bus Tsukuba. Angin yang berhembus kencang tak pelak membuat saya kedinginan. Saya mengetatkan jaket, sarung tangan, masker, dan penutup kepala saya untuk menghalau dingin yang kian menggigit.
Jadwal keberangkatan |
Pemandangan di sekitar bandara |
Pukul 09.15, bus menuju Tsukuba melaju meninggalkan bandara. Saya terkagum dengan pemandangan kota Tokyo yang sangat rapi, bersih, dan terkesan kokoh, terlihat dari deretan bangunan bertingkat bergaya minimalis yang mendominasi pemandangan. Bus di sini sangat bersih, tertib, dan tentu saja tepat waktu. Saya pun terlelap di kursi. Sebuah pengumuman menyadarkan saya dari tidur. Ternyata kami sudah sampai di Tsukuba, dan sedang menuju stasiun Namiki. Saya melihat-lihat pemandangan di sekitar Tsukuba. Bersih, rapi, dan tenang.
Pukul 11.00, saya tiba di Tsukuba Center, pemberhentian tujuan saya. Saya pun berdiri sambil menunggu kedatangan Dr. Yamazaki yang berjanji akan menjemput saya. Karena belum datang, saya pun berkeliling sambil mencari toilet. Saya memandang sekeliling. Stasiun ini sangat terintegrasi ke berbagai tempat di Tsukuba, dan lagi, bersih dan rapi, serta tepat waktu. Tak heran jika banyak orang yang suka bepergian dengan kendaraan umum.
Bandara Internasional Haneda |
Jalanan Kota Tsukuba |
Tsukuba Center |
Tsukuba Center. Bersiiihhh |
Usai dari toilet, saya melihat Dr. Yamasaki sedang menunggu saya di tempat saya turun tadi. Saya pun buru-buru mendekati beliau. Dr. Yamazaki tampak antusias dengan kedatangan saya. "Sorry I make you waiting here," ucap Dr. Yamazaki meminta maaf. Beliau kemudian mengajak saya ke Ninomiya House, apartemen yang akan saya huni selama bertugas di Tsukuba.
Saya diajak ke kantor pengelola, kemudian mendapat banyak penjelasan mengenai fasilitas dan peraturan di sini, serta menandatangani beberapa dokumen. Tak lupa, petugas meminta foto saya sebagai penghuni baru di Ninomiya.
Saya diberi kunci kamar 3407, kemudian diajak berkeliling melihat kotak surat, papan pengumuman, mesin pengering cucian, dan tempat pembuangan sampah. "Nanti tagihan listrik, air, dan gas akan kami masukkan di kotak pos Anda. Nah, jika Anda berniat meninggalkan apartemen selama semalam, silahkan isi form absen di sini. Jika hendak mengajak tamu menginap, silahkan isi form yang ini," petugas menjelaskan kepada saya.
Kami lalu menuju tempat pembuangan sampah di lantai dasar. Tempat ini bisa diakses 24 jam, dan bisa dibuka menggunakan kunci kamar setiap pemilik apartemen. Kami harus memisahkan sampah sesuai tempatnya: kertas, plastik, kaleng, kaca, organik, koran, dll. Saya juga diajarkan mengakses pintu utama apartemen. "Di apartemen ini, setiap penghuni diberi akses untuk membuka pintu utama menggunakan ini, Jadi pastikan Anda selalu membawa kunci ke manapun Anda pergi," ucap petugas sambil menunjuk sebuah tombol untuk membuka pintu otomatis. "Jika Anda kebetulan lupa, silahkan tekan 100 lalu berbicaralah di intercom, maka petugas akan membukakan pintu untuk Anda," lanjut beliau sampil menunjuk intercom.
Kami lalu kembali ke kantor untuk mengambil barang saya, lalu mengantar saya ke kamar saya di lantai 3. Saya pun terkesima melihat fasilitas lengkap yang disediakan apartemen ini.
Petugas kemudian mengajarkan saya cara menggunakan fasilitas yang ada, seperti mesin cuci, kompor gas, internet, intercom, mesin pemanas ,dan menunjukkan alat-alat yang saya butuhkan selama tinggal di sini. Usai menjelaskan semua yang dirasa perlu, petugas kemudian pamit.
"So, what do you want to eat now?" tanya Dr. Yamazaki.
Saya terdiam sejenak, kemudian Dr. Yamazaki kembali berbicara. "Okay, let we buy everything you need for now until tomorrow."
Saya pun mengikuti beliau ke parkiran, kemudian mobil Dr. Yamazaki melaju menuju salah satu supermarket di kota ini, Kasumi. Sambil berkeliling mencari keperluan saya, beliau juga menjelaskan barang-barang apa saja yang ada di sini. Saat kami melewati rak daging, Dr. Yamazaki menjelaskan cara membedakan jenis daging di sini. "Kalau ini kanji babi, tidak bisa kamu makan. Ini kanji ayam, dan ini kanji sapi. Yang ini bisa dimakan," ujar Dr. Yamazaki.
豚 = kanji babi, wajib hapal
Akhirnya, saya mengambil pisang, roti selai kacang, telur ayam, garam, merica bubuk, cabai bubuk, sabun cuci piring, detergen, sayur campuran, air mineral, dan spons untuk keperluan saya sampai besok.
"Uangmu sangat cukup sampai besok. Besok kamu sudah bisa menerima uang untuk bulan ini," ucap Dr. Yamazaki saat saya menanyakan apakah 12.000 Yen cukup untuk satu hari ini.
Kami lalu makan siang di restoran Thailand. Sepanjang perjalanan hari ini, kami membicarakan banyak hal, mulai dari perjalanan saya ke sini, tragedi Air Asia, perjalanan saya di Boston, dan banyak lagi.
Usai makan, Dr. Yamazaki mengajak saya ke Daiso untuk membeli adaptor (bentuk colokan listrik di Jepang berbeda dengan Indonesia). Kemudian, beliau mengantar saya lagi ke Ninomoya House. Besok kamu temui saya di NIMS pukul 9 pagi. Kita akan membicarakan tugasmu selama di sini. Sekarang, silahkan istirahat. See you tomorrow," ucap Dr. Yamazaki.
"Miss Dwi, Miss Maya, dan semua mahasiswa menitipkan salam untuk Anda. Mereka menunggu Anda datang ke Sumbawa lagi," ucap saya sebelum Dr. Yamazaki pergi.
Beliau pun tersenyum. "Ah, kemungkinan saya akan ke Sumbawa tahun ini atan tahun depan. Baiklah, selamat beristirahat," Mobil Dr. Yamazaki pun berlalu meninggalkan saya. Saya menatap ke arah gedung NIMS, 5 menit berjalan kaki dari Ninomiya. Baiklah, di sanalah tujuan utama petualangan saya ini. Bismillah...
Selanjutnya saya disibukkan dengan agenda pindahan barang. Sekarang hidup saya persis seperti mahasiswa perantauan. Mengurus segala hal sendiri. Memasak, mencuci, menyeterika, dan sebagainya.
Saya menatap senja di kota Tsukuba. Angin musim dingin berhembus menerpa tubuh, membuat saya menggigil. Akhirnya, saya membuka internet sambil mengerjakan beberapa tugas (termasuk blog ini) sambil menyiapkan makan malam.
Okane (uang Jepang). Hayooo, mana rupiah? :D |
Masak buat makan malam |
Salah satu sudut ruangan |
Inilah penghujung kegiatan saya hari ini. Ikuti terus kegiatan saya ya! Mata ashita (sampai jumpa besok)!
Saya menikmati journey diary mu...
BalasHapusAlhamdulillah, terima kasih Pak :)
HapusGlad to hear that you safely arrive at Tsukuba Fahmi, stay healthy ya :)
BalasHapusIya makasih :)
Hapus