Dear Dreamers!
Wah, nggak terasa ya udah seminggu saya berada di Tsukuba. Saya sudah mulai terbisa dengan kehidupan di sini, selain cuaca dingin yang masih sulit ditoleransi tubuh saya.
Hari ini, saya menjemput Pak Arief yang datang ke Tsukuba untuk bertemu Dr. Yamazaki, membahas project riset yang akan saya kerjakan. Selain itu, saya juga mendapat undangan makan siang dari Dr. Yamazaki, yang akan dihadiri juga oleh Dr. Suwarti dan keluarga beliau.
Pukul 10.15 saya meninggalkan Ninomiya menuju Tsukuba Center. Alhamdulillah, Dr. Yamazaki dan Pak Amel sudah memberitahu saya jalan untuk ke sana. Kebetulan saat ke GOR bersama Pak Amel kami juga melalui Tsukuba Center.
Cuaca Tsukuba cukup cerah pagi ini. Setelah berjalan kaki selama 15 menit, saya tiba di Tsukuba Center. Tidak terlalu ramai. Saya menunggu di tempat kemarin saya turun bus. Tak lama setelah saya tiba, Dr. Yamazaki tiba di stasiun. Beliau juga menjemput Pak Arief. Saya berbincang sejenak dengan Dr. Yamazaki.
"Oh, that's him," kata saya kepada Dr. Yamazaki saat melihat sosok Pak Arief berdiri tak jauh dari hadapan kami. Saya pun bersalaman dengan beliau.
"Gimana kabarnya, sehat?" tanya Pak Arief.
"Alhamdulillah Pak, sehat," jawab saya lalu tersenyum.
"Sudah seminggu ya di sini. Gimana di lab, udah bisa ngikutin?"
"Alhamdulillah Pak, sekarang saya masih training untuk kultur sel, ganti medium, sama passaging cells dengan asisten Dr. Yamazaki."
Kami lalu berjalan ke perempatan Tsukuba Center dan Seibu, menunggu kedatangan Dr. Atie. Tak lama kemudian, seorang wanita berhijab menggunakan rok kotak-kotak cokelat menghampiri kami dari seberang perempatan jalan. Beliau adalah Dr. Atie.
Saya bersalaman dengan beliau lalu memperkenalkan diri. Dr. Atie lalu berbincang dengan Dr. Yamazaki, menanyakan alamat rumah beliau. Kami lalu berpisah dengan Dr. Atie. Dr. Yamazaki, Pak Arief, dan saya beranjak ke NIMS.
Di NIMS, saya mendapatkan informasi mengenai topik riset saya. Dr. Yamazaki memberikan saya sebuah rangkuman jurnal untuk bahan riset saya, seputar penyakit malaria.
Dr. Yamazaki kemudian mengantar saya dan Pak Arief ke Ninomiya House untuk shalat Dzuhur. Selain karena saya tidak membawa kartu nama untuk mengakses praying room, Pak Arief ingin melihat kamar saya selama di sini.
"Silahkan masuk, Pak. Maaf agak berantakan," ujar saya mempersilahkan Pak Arief masuk. Saya bergegas merapikan tumpukan buku dan laptop di lantai, lalu menyiapkan tempat untuk shalat.
"Jadi, ya seperti ini Pak kamar saya selama di sini. Alhamdulillah selama di sini lancar. Biasanya saya berangkat ke NIMS jam 9 kurang 15," kata saya.
"Alhamdulillah, artinya ini patut disyukuri kamu bisa dapat kesempatan langka seperti ini. Jadi jangan lupa di-update terus blog-nya," kata Pak Arief menimpali.
Bel kamar saya lalu berbunyi. Saya melihat di intercom, Dr. Yamazaki. Saya bergegas membuka pintu, namun tidak ada orang di sana. Ternyata beliau menunggu di lantai satu.
Kami bergegas turun ke lobi. Dr. Yamazaki lalu mengantar kami ke rumah beliau untuk makan siang. Dari kejauhan saya melihat Dr. Atie tengah mengobrol di depan sebuah rumah berlantai dua bercat merah muda. Kami pun turun di depan rumah itu.
Dr. Atie tengah berbicara dengan seorang wanita, sepertinya istri Dr. Yamazaki. Kami lalu dipersilahkan masuk ke ruang tamu.
"How was your life in Tsukuba (bagaimana kehidupanmu di Tsukuba)?" tanya wanita yang tadi berbicara dengan Dr. Atie, istri Dr. Yamazaki.
"Well, it's really good, demo koko wa samui desu (sangat baik, tapi di sini sangat dingin)," kata saya lalu tertawa kecil.
Seorang gadis kecil menawarkan saya sebuah hanger untuk menggantung jaket. "Hai, arigatou gozaimasu," kata saya tersenyum lalu mengambil hanger tersebut. Jaket saya lalu di bawa ke sudut lain rumah. Dr. Yamazaki, Pak Arief, Dr. Atie dan suami beliau terlibat perbincangan seputar riset dan pekerjaan mereka. Saya hanya menyimak perbincangan itu dengan sorot takjub. Seperti inilah dunia pekerjaan, gumam saya dalam hati.
Oh iya, selain kami, di sini ada tiga anak yang lucu-lucu. Seorang anak laki-laki mengenakan polo shirt hijau duduk di antara Dr. Atie dan suami beliau, umurnya sekitar 7 tahun. Kemudian ada seorang anak laki-laki mengenakan kacamata, dan seorang gadis kecil dengan rambut kuncir. Keduanya adalah anak Dr. Yamazaki.
Hidangan pun tiba. Kami mencicipi sup labu (mudah-mudahan saya tidak salah, karena warna dan rasanya seperti labu), dan menu utama nasi ayam. Yang membuat saya takjub, keluarga Dr. Yamazaki ternyata menyajikan kecap dan sambal botol dari Indonesia. Bahkan, putri Dr. Yamazaki menunjukkan ke kami satu kotak susu kuda liar Sumbawa yang sudah berumur satu tahun.
"How do you usually drink it? Directly or mix with something (bagaimana kamu biasa meminumnya? Langsung atau dengan sesuatu)?" tanya Dr. Yamazaki.
"We could drink it directly, but usually I mix with honey to make the taste better (kita bisa minum langsung, tapi biasanya saya campur madu agar rasanya lebih enak)," jawab saya.
Usai makan, kami berbincang-bincang lagi. Dr. Yamazaki menanyakan rencana saya selama di Jepang. "Kamu bilang mau ke Akihabara ya?" tanya Dr. Yamazaki. Saya mengangguk setuju.
"Atau mungkin bisa juga ke Asakusa, di sana ada banyak museum," Dr. Atie menimpali.
"Anyway, cobalah datang ke Tsukuba Center setelah jam 6, ada iluminasi di sana," saran Dr. Yamazaki.
Saya tersenyum lebar. "Ya, semalam saya ke sana, dan sangat menakjubkan," komentar saya.
Waktu menunjukkan pukul 14.10. Kami lalu berpamitan dengan keluarga Dr. Yamazaki. "Doumo arigatou gozaimasu. Dewa mata ashita (terima kasih banyak. sampai bertemu kembali)," ucap saya sambil membungkukkan badan kepada istri Dr. Yamazaki.
Saya dan Pak Arief menumpang mobil keluarga Dr. Atie. Kami lalu mengantar Pak Arief ke Tsukuba Center, karena beliau harus kembali ke Tokyo. Di perjalanan, Dr. Atie banyak menanyakan saya tentang pengalaman seminggu di sini, perlombaan di Boston, dan seputar mahasiswa di kampus.
Foto di depan rumah Dr. Yamazaki. Dari belakang ki-ka: Dr. Yamazaki, saya, Dr. Atie, suami Dr. Atie, Pak Arief, istri Dr. Yamazaki. Depan ki-ka: putri Dr. Yamazaki, putra Dr. Atie, putra Dr. Yamazaki |
"Di sini sepi Fahmi, nggak banyak tempat ke mana-mana. Bus jarang lewat, kereta adanya cuma satu. Kalo mau jalan-jalan, ke Tokyo lebih enak," kata Dr. Atie. Saya tersenyum menanggapi ucapan beliau.
"Jadi dulu, pas Winna sama Rizky, saya masih di NIMS. Nah, pas Mbak Febri, saya udah di tempat lain, jadi nggak sering ketemu. Biasanya saya masakin mereka juga. Ntar kamu datang aja ke rumah, saya masakin sesuatu," kata Dr. Atie lagi.
Mobil sudah tiba di depan Ninomiya House. Saya berpamitan kepada Dr. Atie dan keluarga beliau.
"Nanti kalo ada apa-apa hubungi aja saya via Pak Cepi," kata Dr. Atie sambil bercanda.
"Iya Bu. Makasih banyak ya Bu, Pak. Saya pamit dulu. Assalamu'alaikum." Mobil lalu menjauh meninggalkan saya.
Malam harinya, meskipun kemarin sudah ke pergi, saya bersepeda ke Tsukuba Center. Lampu-lampu iluminasi bercahaya dengan gemerlapnya. Saya kembali mendengar alunan lagu Hanabi. Mungkin saya mulai menyukai lagu itu.
Malam ini dingin seperti malam-malam sebelumnya. Sepi, seperti kata Dr. Atie tadi siang. Hanya beberapa orang saja yang berlalu lalang. Hmm... gara-gara sepi begini saya jadi kangen adu gombalnya senpai-senpai di Tsukuba.
Lampu-lampu iluminasi di Tsukuba Center |
Suasana malam di kota Tsukuba |
Pukul 20.00 saya mendapat telepon skype dari teman-teman Sumbawagen di Sumbawa. Huaaaa..... kangen cuy! Hahaha. Malam ini kami membahas mengenai proposal untuk Sumbawagen 2015. Haduuuh, padahal baru ada seminggu udah kangen-kangen aja.
Well, itulah hal-hal yang saya lalui selama satu hari ini. Terima kasih sudah stay tune terus di Sumbawa Dream. Sampai ketemu besok!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar