Link

Rabu, 07 Januari 2015

First Day Lab Activities: Jangan Menyerah!

Dear Dreamers!

Cuaca cerah namun dengan angin yang kencang mengawali pagi saya hari ini. Di satu sisi, sinar matahari yang cerah menghangatkan tubuh saya, namun terpaan angin membuat saya juga menggigil kedinginan di sisi lain.

Saya tiba di gerbang NIMS 15 menit sebelum pukul 09.00. Saat memasuki ruang kerja, saya mendapati seorang wanita berusia 30-an telah duduk di kubikel tepat di depan pintu. Saya menyapa wanita tersebut dan memperkenalkan diri. “So, what’s your name?” tanya saya setelah selesai memperkenalkan diri. Wanita itu menunjukkan kartu namanya. Kohara Satomi.

“Aaaah...Kohara-sensei?! Douzo yoroshiku onegaishimasu! (senang berkenalan dengan Anda)” ucap saya terkejut, lalu membungkukkan badan. Jadi, Kohara-sensei adalah asisten Dr. Yamazaki yang dulu juga membantu riset Kak Rizky dan Bu Febri. Dari Kak Rizky dan Bu Febri, saya mengenal Kohara-sensei. “Orangnya baik banget. Mudah-mudahn nanti pas kamu di NIMS Kohara-san masih ada,” ucap Bu Febri suatu kali.

Chiga (tidak), jangan panggil saya sensei, Kohara-san saja,” jawab beliau.

Saya berbicara cukup banyak dengan Kohara-san, termasuk tentang Dr. Suwarti, peneliti Indonesia yang pernah melakukan riset di NIMS, yang juga pernah berkomunikasi dengan mahasiswa FTB via skype di awal tahun 2014. “Nanti, kita bisa mengatur jadwal untuk ketemu Suwarti. Dia orang yang baik, dan bahasa Jepangnya bagus,” kata Kohara-san. 

Kemudian Kohara-san menyodorkan sebungkus makanan ke saya. "Ini mochi, hadiah tahun baru dari saya. Tahun baru kemarin saya pulang ke kampung saya di Nagoya." Saya menerimanya dengan senang hati.

Mochi dari Kohara-san
Tak lama kemudian, Dr. Yamazaki datang. Setelah berbincang dengan Kohara-san sejenak, saya lalu diminta mengikuti Kohara-san ke Lab. Sebelum ke Lab, Kohara-san mengajarkan saya cara mengakses clean bench. “Jadi, di lab nanti tersedia dua clean bench. Untuk menggunakannya, terlebih dahulu kita harus melakukan reservasi. Nah, silahkan daftar di sini,” kata Kohara-san sambil menunjukkan langkah-langkah reservasi clean bench.

“Apa lagi yang yang harus kita reservasi penggunaannya?” tanya saya usai mereservasi clean bench nomor 2 untuk hari ini pukul 10.00-12.00.

“Mmmm...saya rasa tidak ada. Selain itu, semua bebas akses untuk siapa saja,” kata Kohara-san.

Kami lalu keluar dari gedung kantor menuju gedung laboratorium. “Kyou wa samui desu ne! (hari ini dingin sekali),” kata Kohara-san sambil merapatkan jaketnya.

Aaa, sou nan desu ne. In my town, Sumbawa no machi ni, sore wa atsui desu ne (Aaa, begitu ya. Di kota saya, Sumbawa, cuacanya panas),” ujar saya sambil mencampur-campur bahasa Jepang dan Inggris. Kami pun tertawa.

Di dalam lab, saya hanya boleh membawa buku dan alat tulis. Tas dan jaket saya simpan di loker. Sebelum bisa mengakses clean bench, kami harus melalui ruang persiapan dulu. Ada dua ruang persiapan. Ruang pertama untuk memakai jas lab khusus—warna biru untuk pria dan pink pudar untuk wanita—dan sandal khusus, serta meletakkan sepatu di rak. Setelah itu, kami memasuki ruang kedua, berisi lubang-lubang untuk menghembuskan angin untuk membersihkan tubuh dari kotoran-kotoran. Barulah setelah itu kami masuk ke laboratorium.

Di clean bench 1, Yuko-san sudah sibuk dengan eksperimennya. "Hari ini kamu cukup melihat saya mengkultur sel 293 di medium FBC," kata Kohara-san. Saya pun memperhatikan setiap hal yang dilakukan. Peneliti di sini sangat memperhatikan ketelitian, kebersihan, dan kerapihan kerja. Mereka dengan cekatan mempersiapkan material eksperimen, menyimpan setiap peralatan dengan rapi, dan membersihkannya dengan baik setiap selesai melakukan eksperimen.

"Oke, sekarang kultur sel-nya sudah siap, kita tunggu sampai besok untuk passaging," kata Kohara-san. Bersamaan dengan itu pula Yuko-san keluar meninggalkan ruang kultur.

Selama berada di lab, Kohara-san dan Yuko-san banyak bertanya tentang kegiatan saya sebelum di NIMS, apakah sudah pernah melakukan riset, bagaimana hubungan saya dengan Bu Febri dan Kak Rizky, dan bagaimana saya bisa 'sedikit' berbahasa Jepang.

"Kamu satu kampus dengan Febri-san dan Rizky-san?" tanya Kohara-san.

"Tidak, kampus saya di Sumbawa, kampus dr. Febri dan Kak Rizky di UI, Jakarta."

"Aaah...lalu bagaimana bisa kenal?" tanya Yuko-san.

"Sebelum berangkat ke sini, saya mendapat training di Jakarta oleh Bu Febri dan Kak Rizky atas instruksi Dr. Arief, dosen saya, sahabatnya Dr. Yamazaki," ucap saya lalu tersenyum.

Kami pun beres-beres dan kembali ke kantor. Sepanjang perjalanan, mereka banyak menanyakan tentang orang-orang Indonesia. Seringkali dalam percakapan kami mencampur bahasa Inggris dan Jepang. Biasanya kalau Kohara-san kesulitan mencari padanan kata dalam bahasa Inggris, Yuko-san yang akan membantu menerjemahkan ke saya.

"Apakah banyak pelajar Indonesia yang belajar bahasa Jepang?" tanya Kohara-san.

"Mmm... begitulah. Cukup banyak SMA yang mengajarkan bahasa Jepang, kemudian setiap tahunnya akan ada lomba pidato bahasa Jepang. Sayangnya, saya tidak pernah ikut lomba itu," ucap saya terkekeh.

"Apa yang paling terkenal tentang Jepang di Indonesia?" tanya Yuko-san.

"Banyak, terutama manga. Saya suka Doraemon, dan Shin-chan, sedangkan teman-teman saya suka Naruto dan One Piece," jawab saya. Kohara-san dan Yuko-san bergumam heboh, lalu kami tertawa.

Sesampainya di kantor, Kohara-san berniat membantu men-setting laptop saya agar terkoneksi dengan kolputer di laboratorium, untuk mempermudah saya mengirim data-data hasil penelitian. Sayangnya, manual yang ada hanya untuk Windows 7, sedangkan laptop saya Windows 8. Kali ini saya dibuat frustasi hanya untuk mencari icon 'Accessories'. Berkali-kali saya bongkar isi laptop saya namun tidak ketemu. Akhirnya, kami meninggalkan laptop saya untuk makan siang.

"Sumimasen. Sorry I bother you. (Maaf saya merepotkan Anda)", ucap saya pelan.

"Daijoubu desu. Let's go lunch," kata Kohara-san menghibur saya.

Hari ini saya sudah membawa bekal: nasi dan abon pemberian ibu saya, pisang, dan roti pemberian Bu Ira semalam (dari Pak Cepi saya tau kalau manggilnya bukan Bu Ida, tapi Bu Ira, hehehe). Makan siang kali ini saya ditemani Kohara-san di kafetaria. Sambil makan, kami banyak membahas hal-hal sehari-hari di sekitar kami.

Usai makan siang, kami kembali ke ruang kerja. Saya lalu izin shalat ke lantai 7. Alhamdulillah, hari ini saya sudah bisa mengakses praying room. Ruangannya cukup besar, dilengkapi loker, tempat wudhu di dalam ruangan, sekat untuk pria dan wanita, dua helai sajadah, dan sebuah Al-Qur'an di rak sudut ruangan. Bagi saya, ini sebuah anugerah sendiri ketika menjadi minoritas di negara lain, apalagi kata Kohara-san ruang shalat ini masih baru. Alhamdulillah... 

Ruang shalat
Tempat wudhu
Setelah shalat, saya dan Kohara-san kembali ke lab. Saya akan melakukan tes penggunaan mikropipet. Tes ini mirip dengan kalibrasi mikropipet yang pernah dilakukan teman-teman saya di Sumbawagen dulu. Saya harus mengukur massa air murni yang ditimbang dalam analytical balance (neraca analitik) untuk micropipet 1000 μL, 200 μL, dan 10 μL. Masing-masing micropippet dilakukan pengujian untuk 3 jenis volume, dan masing-masing volume ditimbang sebanyak 10 kali, kemudian hasilnya dimasukkan ke Excel untuk dihitung rata-ratanya dan standar deviasi.

Meski kelihatannya sederhana, praktik ini membutuhkan ketelitian, kesabaran, dan fokus tingkat tinggi. Jika lengah sedikit, maka hasil akhirnya tidak akan akurat.

Kohara-san sudah pamit pulang saat saya usai menulis laporan saya di komputer lab. Saya kembali ke ruang kerja dan membaca sekilas manual menggunakan mikropipet. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 18.00. Saat saya hendak berkemas, Dr. Yamazaki memasuki ruang kerja. "Ahh.. I hear that your laptop could not setting the connection to lab PC?" tanya Dr. Yamazaki sambil menghampiri saya.

Beliau pun mengecek laptop saya, kemudian kembali ke mejanya mengecek sesuatu. Sesaat kemudian, beliau kembali ke meja saya, mencoba setting-an laptop saya, lalu kembali lagi ke meja beliau saat menemui jalan buntu. Hal itu terjadi berulang kali, hingga saya merasa tidak enak karena telah menyusahkan banyak orang.

Saat kembali untuk ke sekian kalinya, dan kembali gagal, saya nyaris menghembuskan napas keras, pertanda saya lelah dan mulai menyerah pada masalah ini. Namun saya menahan napas yang hampir berhembus itu, saat melihat Dr. Yamazaki masih terus berusaha menemukan settingan laptop saya. Saya tetap terdiam, tak mau kelihatan menyerah dengan situasi ini. Walaupun saya tau, mungkin saya tak akan bisa berbuat banyak, tapi setidaknya menjaga semangat orang lain agar tetap menyala wajib saya lakukan, dengan tetap menunggu dan memasang wajah penasaran (meskipun terkadang saya merasa ekspresi saya berlebihan).

Tak lama kemudian, setting-an laptop saya berhasil, entah bagimana caranya Dr. Yamazaki mengutak-atik hingga bisa terhubung dengan komputer lab. Saya menghembuskan napas lega, meskipun masih keheranan. 

"Besok saya akan bilang ke Kohara untuk membantu kamu mengecek hasil uji operasi mikropipet tadi siang. Oh iya, jangan lupa besok ikut Kohara ke lab, dan perhatikan bagaimana dia melakukan passaging sel kultur. See you tomorrow," kata Dr. Yamazaki lalu meninggalkan kubikel saya.

Saat saya hendak meninggalkan ruangan, Dr. Yamazaki memanggil saya, lalu memberi saya 6 bungkus kecil bumbu. "Ini sup miso instan. Ada rasa bawang, rumput laut, dan tofu. Seduh saja di air panas 150 mL, campurkan bumbu-bumbu ini di mangkuk. Nah, selamat menikmati," kata Dr. Yamazaki. Saya lalu berpamitan dengan Dr. Yamazaki dan Chiaki-sensei.

Hari ini, saya belajar satu hal. Bahwa dalam mengerjakan sesuatu, kita harus menyelesaikannya sampai tuntas, jangan cepat putus asa, menyerah, frustasi, apalagi depresi, tatkala menemui kendala dan banyak jalan buntu.

Well, sekian kisah saya malam ini. Hoaammm....cuaca dingin membuat saya mudah mengantuk. Sampai jumpa lagi Dreamers! :)



2 komentar:

  1. semangat abang ya, jangan cepat menjerah. jaga kesehatan kami sangat bangga sama abang; dari ; ranu. ranty dan rafa

    BalasHapus