Link

Senin, 30 Maret 2015

Saatnya Beres-Beres

Dear Dreamers!

Suasana di luar apartemen masih gelap gulita tatkala tirai tersibak. Saya meregangkan tubuh sejenak, merilekskan otot-otot saya yang masih agak kelelahan setelah perjalanan ke Tsukuba-san. Saya lalu mengambil air wudhu untuk menunaikan shalat subuh.

Pagi itu saya langsung disibukkan dengan barang-barang saya. Koper saya teronggok di sudut kamar dengan kondisi hampir penuh. Beberapa barang-barang yang lebih kecil tersusun di beberapa tas jinjing. Bahan makanan, peralatan makan, dan perabotan rumah tangga lainnya mengantri minta dibereskan.






Hari ini sekitar pukul 10.30 apartemen saya akan diinspeksi oleh petugas Ninomiya House. Mereka perlu memastikan bahwa kondisi apartemen dalam kondisi baik menjelang kepulangan saya. Jika ditemukan kerusakan atau malfungsi pada perabot apartemen, penghuni akan diminta biaya tambahan untuk perbaikan.

Sebelumnya, saya telah mendengar pengalaman dari senior-senior yang pernah tinggal di Ninomiya, seperti Pak Alfian, Pak Amel, dan Bu Ira. Menurut mereka sih, pihak Ninomiya tidak akan mengecek apartemen terlalu detil sampai ke debu yang menempel di kaca, hehehe. “Yang penting perabot yang utama seperti disposer machine, pintu geser, yang mahal-mahal pokoknya. Selain itu yang penting rapi sih nggak akan ada masalah.”

Sekitar pukul 10.40, usai beres-beres rumah, membuang sampah, dan sarapan, saya menemui staf di lantai satu untuk memeriksa kamar saya.

I’m sorry. Petugas kami masih melakukan inspeksi ke beberapa ruangan lain, berhubung cukup banyak yang akan check out. Mohon menunggu di kamar Anda,” kata seorang staf.

Saya pun kembali ke lantai tiga untuk mandi dan bersiap ke kantor. Tepat saat saya usai mandi, bel di kamar berbunyi. Saya segera membuka pintu dan mempersilahkan petugas apartemen masuk.

Let me check your room, and you can take your time,” kata petugas ramah.

Kendati tidak mengawasi, saya bisa mengetahui apa saja yang diperiksa petugas. Pertama petugas mengecek lampu ruangan, lalu beralih ke van di atas kompor, lalu disposer machine. Selanjutnya giliran kamar mandi yang dicek, lalu menuju ke pintu geser, tv, lemari, dan tirai.

“Oke. Saya rasa kamu tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Siang ini kami akan mengeluarkan total biaya yang harus Anda bayar untuk bulan ini. Selain itu, kami memberi Anda kuesioner, mohon kesediaannya untuk diisi sebelum Anda check out. Oh iya, boleh saya tau kapan Anda akan check out?” kata petugas kepada saya.

“Sekitar pukul tiga,” jawab saya.

“Baiklah. Terima kasih. Have a nice day,” kata petugas lalu meninggalkan kamar saya.

Saya lalu bergegas ke NIMS untuk menyelesaikan laporan akhir untuk NIMS. Hari ini Kohara-san dan Yuko-san tidak masuk. Tidak agenda eksperimen juga untuk hari ini. Sore harinya, saya kembali ke Ninomiya untuk membayar biaya listrik, air, dan gas untuk bulan ini. Saya juga sebenarnya ada janji dengan Dr. Yamazaki untuk menemui Hanagata-sensei. Namun, tampaknya beliau sedang sibuk sehingga agenda kami diganti besok sore.



Saya lalu turun ke lantai satu dan berbincang-bincang sejenak dengan Mbak Felis. Mbak Felis adalah mahasiswa S2 yang sedang riset di NIMS. Selama tiga bulan magang di sini, saya baru mengenal Mbak Felis di awal bulan ini, berhubung saya dan Mbak Felis jarang bertemu. Padahal, ruang kerja Mbak Felis dekat dengan praying room di lantai tujuh.

“Duuh, jadi pengen pulang deh. Pengen cepet-cepet aja,” kata Mbak Felis.

Saya menyeruput cokelat panas saya lalu tertawa kecil. “Semangat Mbak! Pasti bisa beres kok. Ntar kalo ada waktu pulang, jangan lupa singgah ke Sumbawa, Mbak.”

Saya masih bertahan di kantor meski waktu sudah menunjukkan pukul 19.30. Saya merasa enggan untuk angkat kaki, berhubung ini malam terakhir saya bekerja di ruang ini.

“Ah, kamu masih di sini?” tanya Dr. Yamazaki.

Saya hanya mengangguk lalu tertawa kecil.

I’m sorry I’m so busy today. Besok pagi, kamu bisa tidak ikut saya bertemu Hanagata-san? Besok kamu juga ada SDS-PAGE kan?” tanya Dr. Yamazaki.

“Ya, tentu bisa,” jawab saya singkat.

“Jam berapa kamu check out?”

“Sekitar jam tiga.”

“Oke kalau begitu. Saya harus kembali ke kantor administrasi. See you tomorrow,” kata Dr. Yamazaki lalu melambaikan tangan ke saya.

Ruangan kerja kembali lengang, menyisakan saya bersama kesunyian ditemani pendaran lampu yang bersinar cerah. Saya terpekur menatap kubikel saya yang telah rapi. Saya mengamati ruangan kerja ini ke setiap sudutnya. Mesin printer di dekat pintu, tumpukan buku di jendela, kubikel-kubikel yang penuh sesak oleh layar komputer, kertas, dan draft laporan. Kulkas, microwave, mesin pemanas air di sudut ruangan. Saya menarik napas berat. Tidak terasa ini menjadi malam terakhir saya melihat kantor ini. Suasana hati saya sudah tidak jelas.

Me and my room :')

Saya pun meninggalakan kantor. Lampu temaram di lobi membuat perasaan saya kian melankolis. Semilir angin menyambut saya tatkala melangkah ke pintu keluar. Deretan pohon Sakura mulai memekarkan bunga-bunganya. Saya menatap gedung kantor dengan sedih.

Sepulang dari kantor, saya bertemu Mas Yos untuk memberikan rice cooker pemberian Bu Ira dulu. “Terima kasih Mas udah ngebantuin,” kata saya lalu menyerahkan rice cooker.

“Aku yang terima kasih, Mi, udah direpotin,” kata Mas Yos. “Sukses terus Mi, sampai ketemu lagi.”

“Iya Mas. Sukses juga ya. Sampai ketemu lagi.”


Saya membuka pintu geser menuju balkon. Semilir angin malam menerpa wajah saya. Kerlipan lampu malam kota Tsukuba terasa begitu melankolis. Seolah mengatakan bahwa waktu saya kian dekat menuju perpisahan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar