Dear Dreamers!
Suasana di luar
apartemen masih gelap gulita tatkala tirai tersibak. Saya meregangkan tubuh
sejenak, merilekskan otot-otot saya yang masih agak kelelahan setelah
perjalanan ke Tsukuba-san. Saya lalu mengambil air wudhu untuk menunaikan
shalat subuh.
Pagi itu saya
langsung disibukkan dengan barang-barang saya. Koper saya teronggok di sudut
kamar dengan kondisi hampir penuh. Beberapa barang-barang yang lebih kecil
tersusun di beberapa tas jinjing. Bahan makanan, peralatan makan, dan perabotan
rumah tangga lainnya mengantri minta dibereskan.
Hari ini sekitar
pukul 10.30 apartemen saya akan diinspeksi oleh petugas Ninomiya House. Mereka
perlu memastikan bahwa kondisi apartemen dalam kondisi baik menjelang
kepulangan saya. Jika ditemukan kerusakan atau malfungsi pada perabot
apartemen, penghuni akan diminta biaya tambahan untuk perbaikan.
Sebelumnya, saya
telah mendengar pengalaman dari senior-senior yang pernah tinggal di Ninomiya,
seperti Pak Alfian, Pak Amel, dan Bu Ira. Menurut mereka sih, pihak Ninomiya
tidak akan mengecek apartemen terlalu detil sampai ke debu yang menempel di
kaca, hehehe. “Yang penting perabot yang utama seperti disposer machine, pintu geser, yang mahal-mahal pokoknya. Selain
itu yang penting rapi sih nggak akan ada masalah.”
Sekitar pukul
10.40, usai beres-beres rumah, membuang sampah, dan sarapan, saya menemui staf
di lantai satu untuk memeriksa kamar saya.
“I’m sorry. Petugas kami masih melakukan
inspeksi ke beberapa ruangan lain, berhubung cukup banyak yang akan check out. Mohon menunggu di kamar
Anda,” kata seorang staf.
Saya pun kembali
ke lantai tiga untuk mandi dan bersiap ke kantor. Tepat saat saya usai mandi,
bel di kamar berbunyi. Saya segera membuka pintu dan mempersilahkan petugas
apartemen masuk.
“Let me check your room, and you can take
your time,” kata petugas ramah.
Kendati tidak
mengawasi, saya bisa mengetahui apa saja yang diperiksa petugas. Pertama
petugas mengecek lampu ruangan, lalu beralih ke van di atas kompor, lalu disposer
machine. Selanjutnya giliran kamar mandi yang dicek, lalu menuju ke pintu
geser, tv, lemari, dan tirai.
“Oke. Saya rasa
kamu tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Siang ini kami akan mengeluarkan
total biaya yang harus Anda bayar untuk bulan ini. Selain itu, kami memberi
Anda kuesioner, mohon kesediaannya untuk diisi sebelum Anda check out. Oh iya, boleh saya tau kapan
Anda akan check out?” kata petugas
kepada saya.
“Sekitar pukul
tiga,” jawab saya.
“Baiklah. Terima
kasih. Have a nice day,” kata petugas lalu meninggalkan kamar saya.
Saya lalu
bergegas ke NIMS untuk menyelesaikan laporan akhir untuk NIMS. Hari ini
Kohara-san dan Yuko-san tidak masuk. Tidak agenda eksperimen juga untuk hari
ini. Sore harinya, saya kembali ke Ninomiya untuk membayar biaya listrik, air,
dan gas untuk bulan ini. Saya juga sebenarnya ada janji dengan Dr. Yamazaki
untuk menemui Hanagata-sensei. Namun,
tampaknya beliau sedang sibuk sehingga agenda kami diganti besok sore.
Saya lalu turun
ke lantai satu dan berbincang-bincang sejenak dengan Mbak Felis. Mbak Felis
adalah mahasiswa S2 yang sedang riset di NIMS. Selama tiga bulan magang di
sini, saya baru mengenal Mbak Felis di awal bulan ini, berhubung saya dan Mbak
Felis jarang bertemu. Padahal, ruang kerja Mbak Felis dekat dengan praying room di lantai tujuh.
“Duuh, jadi
pengen pulang deh. Pengen cepet-cepet aja,” kata Mbak Felis.
Saya menyeruput
cokelat panas saya lalu tertawa kecil. “Semangat Mbak! Pasti bisa beres kok. Ntar
kalo ada waktu pulang, jangan lupa singgah ke Sumbawa, Mbak.”
Saya masih
bertahan di kantor meski waktu sudah menunjukkan pukul 19.30. Saya merasa
enggan untuk angkat kaki, berhubung ini malam terakhir saya bekerja di ruang
ini.
“Ah, kamu masih
di sini?” tanya Dr. Yamazaki.
Saya hanya
mengangguk lalu tertawa kecil.
“I’m sorry I’m so busy today. Besok pagi,
kamu bisa tidak ikut saya bertemu Hanagata-san? Besok kamu juga ada SDS-PAGE
kan?” tanya Dr. Yamazaki.
“Ya, tentu bisa,”
jawab saya singkat.
“Jam berapa kamu check out?”
“Sekitar jam
tiga.”
“Oke kalau
begitu. Saya harus kembali ke kantor administrasi. See you tomorrow,” kata Dr. Yamazaki lalu melambaikan tangan ke
saya.
Ruangan kerja
kembali lengang, menyisakan saya bersama kesunyian ditemani pendaran lampu yang
bersinar cerah. Saya terpekur menatap kubikel saya yang telah rapi. Saya
mengamati ruangan kerja ini ke setiap sudutnya. Mesin printer di dekat pintu,
tumpukan buku di jendela, kubikel-kubikel yang penuh sesak oleh layar komputer,
kertas, dan draft laporan. Kulkas, microwave, mesin pemanas air di sudut
ruangan. Saya menarik napas berat. Tidak terasa ini menjadi malam terakhir saya
melihat kantor ini. Suasana hati saya sudah tidak jelas.
Me and my room :') |
Saya pun
meninggalakan kantor. Lampu temaram di lobi membuat perasaan saya kian
melankolis. Semilir angin menyambut saya tatkala melangkah ke pintu keluar.
Deretan pohon Sakura mulai memekarkan bunga-bunganya. Saya menatap gedung
kantor dengan sedih.
Sepulang dari
kantor, saya bertemu Mas Yos untuk memberikan rice cooker pemberian Bu Ira dulu. “Terima kasih Mas udah
ngebantuin,” kata saya lalu menyerahkan rice
cooker.
“Aku yang terima
kasih, Mi, udah direpotin,” kata Mas Yos. “Sukses terus Mi, sampai ketemu
lagi.”
“Iya Mas. Sukses
juga ya. Sampai ketemu lagi.”
Saya membuka
pintu geser menuju balkon. Semilir angin malam menerpa wajah saya. Kerlipan
lampu malam kota Tsukuba terasa begitu melankolis. Seolah mengatakan bahwa
waktu saya kian dekat menuju perpisahan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar