Link

Sabtu, 28 Maret 2015

Dari Shinjuku ke Daigaku

Dear Dreamers!

Pagi ini saya bergegas mengejar kereta menuju Tokyo. Sayang, lagi-lagi saya gagal mendapatkan tiket murah. Semalam, usai dari kantor, saya bergegas menuju Big Field. Namun sayang, tokonya sudah tutup. Saat saya ingin membeli tiket ke Seiyu, saya baru sadar jika vending machine hanya menerima lembar kertas 1000 Yen. Saya memutuskan untuk membeli tiket pagi ini. Sayang, entah bagaimana ceritanya tiket di vending machine telah ludes.

Dengan gontai saya melangkah ke mesin tiket. Sesaat saya tertegun, lalu membuka dompet. Saya mengambil kartu Pasmo pemberian Pak Amel. Masih ada sisa saldo 396 Yen. Saya pun mengisi ulang kartu Pasmo saya untuk perjalanan kali ini. Yah, at least saya tidak perlu menenteng tiket sepanjang perjalanan.

Saya berhasil mendapat kereta cepat pukul 07.46. Perjalanan selama 45 menit saya gunakan untuk tiduran saja di kereta. Sesampainya di stasiun Akihabara, saya membeli tiket Sobu line menuju stasiun Yotsuya. Dari stasiun Yotsuya, saya melangkah ke kiri mengikuti jalan besar Shinjuku Dori.

Ini pertama kalinya saya mengunjungi kawasan ini. Bunga beraneka warna bermekaran di taman-taman. Bunga Sakura pun telah bermekaran. Gedung-gedung tinggi memayungi langkah saya sepanjang perjalanan.






Sekitar 10 menit berjalan, saya menemukan plang restoran Cina yang saya tandai sejak semalam. Memasuki jalan yang lebih kecil, saya mencari lagi patokan saya selanjutnya. Tak lama kemudian, saya telah berdiri di depan APA Hotel, hotel tempat Pak Zul dan Bu Niken menginap. Alhamdulillah saya tidak tersesat.

"Excuse me. I would like to meet a guest. Could you please make a call to him?" tanya saya kepada resepsionis. Saya menuliskan nama Pak Zul di secarik kertas. Tak lama kemudian, resepsionis menghubungi kamar Pak Zul.

"Okay, he will come. Please wait a moment," kata resepsionis ramah.

Saya menunggu di lobi hotel yang tidak terlalu luas. Tak lama kemudian Pak Zul turun menghampiri saya. Saya menyalami beliau lalu berbincang-bincang di lobi. Bu Niken kemudian turut menghampiri saya. Rupanya Pak Zul dan Bu Niken telah berada di Tokyo sejak hari Kamis, dan akan check out sore ini.

Saya lalu menemani Bu Niken plesir ke Shinjuku, sementara Pak Zul sedang menunggu kolega beliau.

Bu Niken memberi saya peta rute kereta di Tokyo. Saya membaca peta beberapa kali untuk memastikan rute kereta. Sayangnya, saya baru sadar kalau itu rute Tokyo Metro Line. "Waduh, saya belum pernah naik subway, Bu. Saya biasanya cuma naik JR Line."

Akhirnya saya dan Bu Niken bahu membahu mencari rute subway menuju stasiun Shinjuku-sanchome. Kami berhasil menemukan stasiun Kojimachi. Sayangnya line Kojimachi dan Shinjuku-sanchome berbeda. Saya pun menanyakan kepada petugas stasiun dengan bahasa ala kadarnya (Alhamdulillah petugasnya ngerti :') ).

"Petugasnya bilang kita bisa ke Shinjuku lewat sini, Bu. Tapi nanti harus ganti line," kata saya.

"Tapi di sininya nggak ada line untuk ganti kereta," kata Bu Niken lalu mengalihkan pandangan ke peta yang terpajang di dinding. Iya juga sih, pikir saya. Akhirnya kami mencari stasiun Yotsuya yang satu jalur dengan Shinjuku-sanchome. Saya sempat takut tersasar mengingat tidak pernah menggunakan Metro Line sebelumnya. Ternyata letak stasiunnya tepat berseberangan dengan stasiun JR Line Yotsuya.

Saya pun sempat membahas rumitnya rute kereta di Jepang. "Kalo di sini bikinnya satu kali rancangan, jadi semua pembangunan rel, listrik, pipa, itu ngikutin rancangan yang dibikin. Kalo di Indonesia, kereta lain, pipa lain, jadinya saling tabrakan," komentar Bu Niken.

Rel kereta Tokyo Metro Line
Stasiun Yotsuya
Tak lama kemudian, kereta yang kami tunggu tiba. Hanya butuh waktu sekitar lima menit untuk tiba d stasiun Shinjuku-sanchome. Saya dan Bu Niken langsung 'tancap gas' mengeksplor beberapa pusat perbelanjaan di Shinjuku. Kawasan ini merupakan pusat perkantoran, bisnis, dan perbelanjaan elit di Tokyo, membuat Shinjuku tidak pernah jauh dari keramaian.



Sempat ketawa pas liat nama shopping centre-nya



Tak terasa, waktu hampir menunjukkan pukul 13.00 saat kami usai berbelanja. Kami pun pulang menuju stasiun Kojimachi. Masalah kami temui di sini. Saya dan Bu Niken salah membeli tiket, sehingga kami tidak bisa melalui pintu otomatis. Kembali, dengan bahasa Jepang ala kadarnya, saya meminta bantuan petugas stasiun. Saat hendak naik kereta pun, kami sempat ragu-ragu apakah kereta yang kami naiki benar atau tidak. Setengah nekat saya bertanya dengan seorang ibu-ibu di depan saya.

"Sumimasen, kono densha wa Kojimachi e ikimasuka (maaf, kereta ini ke Kojimachi nggak)?"

Ibu itu sempat terdiam sejenak, lalu melihat ke papan elektronik. "Hai, ii desu (iya, benar)," jawab beliau akhirnya.

Tepat saat itu, pintu kereta tertutup. Saya menghela napas panjang. Alhamdulillah, ternyata bahasa Jepang saya yang tidak bisa dibilang 'mencukupi' masih bisa membantu saya dalam melakukan perjalanan. Saya bersyukur bertemu orang-orang yang sigap membantu, dan tentu saja paham dengan bahasa saya yang seringkali tidak jelas struktur kalimatnya.

Sesampainya di hotel, saya bergabung dengan Pak Zul, Bu Niken, dan tamu Pak Zul dalam jamuan makan siang. Tamu siang ini adalah Pak Sugeng, Bu Hana, dan dua putra mereka. Saya menyimak perbincangan yang menarik siang ini, tentang rencana kerja sama universitas.

Waktu menunjukkan pukul 15.00 saat kami mengakhiri jamuan makan siang karena Pak Zul dan Bu Niken harus segera ke bandara.

"Mas Fahmi, kalo ada waktu singgah ke tempat kami ya. Tempatnya dekat sama gunung Fuji," kata Bu Hana.

"Wah, saya sih mau banget Bu. Sayangnya tanggal 31 ini saya harus balik ke Indonesia," jawab saya dengan berat hati. 

Kami pun lalu berpisah di depan hotel. "Sampai ketemu lagi Bu, Pak. Saya tunggu pas nanti jalan-jalan ke Sumbawa," ujar saya lalu tersenyum dan melambaikan tangan.

Perjalanan pulang terasa cepat berlalu. Pukul 16.20 saya tiba di Tsukuba Center lagi. Langkah saya tidak mengarah ke Ninomiya, namun menuju ke gymnasium. Hari ini saya ingin mengantar jaket Mas Haris yang ketinggalan saat acara PPI Ibaraki kemarin, juga membayar uang patungan saat acara di Ami Machi yang lalu. Tidak banyak orang yang datang hari ini. Ada Pak Dapi yang datang bersama Rie-san (orang Jepang kenalan Pak Dapi yang jago berbahasa Indonesia), Mbak Dhama, Dea, Mas Rudi, kemudian menyusul Mbak Fani dan Mas Dion. Sesi latihan kali ini juga dimanfaatkan Pak Dapi untuk pamitan dengan kami. Beliau juga akan pulang ke Indonesia akhir bulan ini.

Sesi latihan pamitan

Usai dari gymnasium, Mbak Dhama mengundang saya ke asramanya di Ichinoya, kompleks Tsukuba-daigaku, untuk makan-makan sekaligus farewell party. Pesta kecil ala mahasiswa kali ini dihadiri Mbak Dhama, Dea, Mbak Nida, Mbak Fani, Mas Dion, Mas Dendi, Mas Johan, Mas Ade, dan saya. Saya membantu memasak beberapa hidangan. Semua orang telah mengkavling tugasnya masing-masing. Ada yang kebagian memotong buah dan sayur, mengupas kentang, mencuci piring, dan memasak nasi. Kami juga sempat skype-an dengan Mas Zae dan Mas Risqi yang sedang ada kegiatan di Tokyo. Melihat wajah mereka di layar smartphone jadi kangen juga rasanya.

Makan-makan ala mahasiswa
Well, makan malam ini menjadi pesta perpisahan buat Mbak Fani, Mbak Nida, Mas Ade, dan  saya. Mbak Fani dan Mbak Nida akan pulang ke Indonesia besok tengah malam, Mas Ade tanggal 30 pagi, dan saya tanggal 31 menjelang tengah malam. Usai makan malam, kami saling menyalami satu sama lain.

"Sampai ketemu ya Fahmi. Ntar aku ke Sumbawa," kata Mbak Dhama, diiyakan Mbak Nida.

"Ntar kalo mau ke Sumbawa bilang aja, biar saya yang temenin jalan-jalan," jawab saya lalu tertawa kecil.

Angin malam berhembus, memaksa kami membubarkan keramaian yang menyeruak. Waktu semakin mendekati akhirnya. Hope I enjoy my last hours...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar