Dear Dreamers!
Ruang kerja tampak lengang saat saya tiba di ruang kerja. Hanya Yuka-san yang saya lihat sedang merapikan kubikelnya.
"Sumimasen. Yamazaki-sensei wa imasuka (maaf, Yamazaki-sensei ada nggak)? " tanya saya.
"Ah, mitenai (belum kelihatan)," kata Yuka-san. Saya hanya menganggukkan kepala.
Pagi ini saya hanya menyelesaikan laporan eksperimen dan merapikan final report untuk NIMS. Kohara-san dan Yuko-san tampaknya tidak hadir. Usai makan siang dan shalat Dzuhur dijama' Ashar (karena saya merasa akan melakukan eksperimen hingga waktu Ashar usai), saya mengerjakan tahap akhir Luciferase assay, mengukur aktivitas luciferase pada sampel yang saya stimulasi kemarin.
Semua berjalan dengan baik sampai saat saya hendak menyalakan Luminometer, alat kuantifikasi luciferase. Beberapa kali saya menekan stop kontak mesin, namun layar kecil di bagian depan tak jua menampakkan tanda-tanda kehidupan. Berulang kali saya memeriksa kabel Luminometer yang bergerombol dengan semrawut bersama lilitan kabel-kabel yang lain, memaksa saya memisahkan beberapa kabel untuk memastikan saya tidak mencolok kabel yang salah. Sayang, alat ini tak jua hidup.
"Sumimasen, Morita-sensei," kata saya saat beliau lewat di dekat saya.
"Hai," beliau menghampiri saya yang tampak kebingungan.
"I tried to turn it on, demo dekinai (saya mencoba menyalakannya, tapi tidak bisa)," kata saya sambil menunjuk Luminometer.
Morita-sensei lalu membantu saya untuk menyalakan alat ini. Sekali, dua kali, tiga kali, tidak bisa juga. "Eeeh... watashi mo wakanai (saya juga tidak tahu)," kata Morita-sensei akhirnya.
"Apa mungkin, ini karena kertasnya sudah mau habis?" tanya saya berasumsi.
"Bisa jadi, tapi seharusnya tetap bisa nyala walaupun kertasnya sudah habis," kata Morita-sensei.
Saya terdiam sejenak. Bagaimana kelanjutannya eksperimen ini, pikir saya.
"Coba kamu hubungi Yamazaki-san," saran Morita-sensei.
Saya pun mencoba menghubungi beliau, namun tidak ada jawaban. Saya menatap Morita-sensei sambil mengangkat bahu.
"Bagaimana kalau saya simpan dulu sampelnya di minus 80 Celcius, lalu melakukan pengukuran setelah berdiskusi dengan Dr. Yamazaki?" tanya saya akhirnya.
"Mmm...bisa juga," kata Morita-sensei. "Tapi tentu saja hasilnya tidak akan sebaik kalau melakukan pengukuran sekarang, karena sensitivitas sampel sudah menurun," lanjut beliau. "Begini saja, coba kamu gunakan plate reader saja untuk pengukuran kali ini. Mungkin hasilnya tidak seakurat Luminometer, tapi paling tidak kamu tetap melakukan pengukuran untuk hari ini."
"Souka? Baiklah kalau begitu," kata saya akhirnya.
Morita-sensei lalu membantu saya menggunakan plate reader untuk mengukur aktivitas Luciferase. Mekanismenya memang berbeda. Kalau menggunakan Luminometer, kita harus mengukur sampel satu persatu, menggunakan plate reader kita melakukan pengukuran setiap satu baris plate yang terdiri atas delapan well. Sayangnya, tidak ada program untuk bahasa Inggris, which means saya harus mengerjakan pengukuran bersama Morita-sensei kalau tidak ingin salah manual karena gagap huruf kanji.
"Doumo arigatou gozaimasu. Otsukare sama desu," kata saya lalu membungkukkan badan usai mengerjakan eksperimen. "Mohon maaf saya merepotkan Anda lagi hari ini."
"Iie, daijoubu. Nanti akan saya laporkan ke Minowa-san kalau alatnya gangguan," kata Morita-sensei.
Luciferase assay beres, selanjutnya saya melakukan passaging cells. Sepanjang eksperimen sesiangan ini hingga sore, laboratorium tampak lebih lengang dari biasanya. Sepertinya akhir Maret banyak staf yang libur.
Saya melihat lagi sel 293 yang saya kultur di bawah cahaya mikroskop sebelum menginkubasinya lagi untuk passaging berikutnya. Titik-titik berkilauan berseliweran di dalam labu. Melihat mereka bisa tumbuh dan terus bertambah rasanya sangat menyenangkan. Saya seperti memiliki 'peliharaan' yang harus dirawat dan diberi makan secara teratur. Sayang, kebersamaan kita tidak lama lagi, hiks.
My 'baby' 293 cells |
Setelah passaging cells |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar