Link

Senin, 17 Agustus 2015

Edisi Liburan 2: One Day, Full Trip (Part I)



Edisi Liburan 2: One Day, Full Trip (Part I)
Minggu, 16 Agustus 2015
                Lelah masih setia menempel di tubuh kami pagi ini. Begitu juga dengan cucuran keringat yang sudah mengering setelah petualangan kami mengitari Taman Mini Indonesia Indah (TMII) kemarin. Wah, rasanya pagi ini kami hanya ingin tetap berada di tempat tidur di kamar kos, hehehe :D Tapi kami tidak boleh melakukan hal tersebut, karena kemarin kami sudah membuat janji dengan Ali dan Ajeng untuk mengikuti Car Free Day (CFD) di Bundaran Hotel Indonesia (HI).
                Ali mengatakan kita harus sudah berangkat sekitar pukul 05.30 WIB. “Hah, pagi sekali protes” saya kemarin. Pukul 05.30 WIB sudah lewat, belum ada kepastian pasti jadi atau tidak mengikuti CFD. Setelah bermusyawarah kesepakatan pun didapatkan. Kami akan bertemu di Halte Busway Semanggi pukul 07.30 WIB, mundur satu jam dari waktu awal. Indah dan saya bergegas untuk bersiap-siap. Maklum saja tadi kami masih setia berada di tempat tidur, hehehe :D
Pukul 07.30 WIB kami sudah berada di Halte Busway Trans Jakarta (TJ) di depan Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita. Untuk masuk ke halte busway kami harus mengisi ulang (Top Up) saldo kartu flazz busway Trans Jakarta yang kami miliki karena saldonya sudah habis digunakan ke TMII. Minimal top up adalah Rp. 20.000 yang bisa digunakan oleh dua orang untuk 2-3 kali perjalanan. Biaya perjalanan menggunakan Trans Jakarta pun hanya Rp. 3.500/orang jauh dekatnya jarak perjalanan.
                Pukul 08.00 WIB, Indah dan saya sudah tiba di Halte Trans Jakarta Semanggi—titik pertemuan kami dengan Ali dan Ajeng. Di halte ini Indah dan saya harus menunggu Ali dan Ajeng dulu, karena mereka terjebak macet. Kami sebenarnya bosan menunggu, hehehe :D Nah untuk menghibur diri kami memperhatikan jalanan Ibu Kota Jakarta dari atas halte busway dan sesekali mengambil foto. Ini nih suasana Ibu Kota di minggu pagi (hasil jepretan kami):

Suasana Ibu Kota dari atas Halte Transjakarta Semanggi
                15 menit kemudian yang ditunggu sudah datang. Jadilah hari ini Indah dan saya tidak hanya berdiam diri menghabiskan waktu di kos, melainkan hari ini kami mengisi liburan kami dengan nge-trip ke berbagai tempat di Jakarta dan sekitarnya. Dreamers, simak kisah liburan kami hari ini ya, “One Day, Full of Trip” cekiidot ;)
Car Free Day, di Bundaran Hotel Indonesia
                Car free day atau disingkat CFD merupakan hari bebas kendaraan bermotor yang bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat agar sejenak meninggalkan kendaraan bermotor yang mereka miliki di rumah mereka dan kemudian beraktivitas dengan berjalan kaki, bersepeda atau menggunakan kendaraan umum untuk bepergian jauh. Lokasi CFD di Jakarta biasanya difokuskan di sekitar Bundaran Hotel Indonesia atau lebih akrab disebut Bundaran HI. Itulah mengapa di sekitar jalan menuju Bundaran HI, jalanan telah ditutup dan tidak boleh ada kendaraan bermotor yang lewat kecuali Tran Jakarta dan mobil polisi yang bertugas memantau kegiatan CFD.
Karena dari itulah tujuan perjalanan 4 anak Sumbawa (Cindy, Indah, Ajeng dan Ali) di hari libur ini adalah CFDan di Bundaran HI. Bertemu di Halte Trans Jakarta (TJ) Semanggi, kami berjalan kaki menuju halte TJ berikutnya yaitu Halte Dukuh Atas. Ini adalah kegiatan CFD pertama yang saya dan Indah ikuti seumur hidup kami, *di Sumbawa kan gak ada CFD*. Saya tidak ingin melewatkan CFD ini begitu saja, minggu depan saya dan Indah sudah harus kembali lagi ke Sumbawa meninggal tanah rantauan ini *berasa merantau bertahun-tahun, padahal cuma minggu, hehehe :D*.
Tidak ada kesempatan lagi jika saya melewatkan kesempatan yang sudah di depan mata, toh hari ini kami juga libur, dari pada hanya berdiam diri di kosan sama saja dengan di Sumbawa gak ada suasana lain. Kurang lebih begitulah pikiran saya pagi tadi.
                “Ternyata banyak juga ya peminat CFD di Jakarta” batin saya dalam hati melihat ramainya masyarakat Jakarta di sepanjang jalan menuju Bundaran HI. Apalagi antrean di dalam halte TJ, Masya Allah, kami harus berdesak-desakan dengan penduduk ibu kota yang berebut masuk ke dalam TJ yang baru saja tiba di halte. Karena kami pendatang, kami tidak ingin masuk dalam kegiatan berebut tersebut. Kami mencari aman saja dengan menunggu TJ selanjutnya yang akan mampir di halte tersebut. Sungguh, pemandangan seperti ini tidak akan bisa kami dapatkan di Sumbawa.

Suasana Car Free Day di sekitar Bundaran Hotel Indonesia
                Setelah melewati beberapa halte dari Halte Dukuh Atas, kami akhirnya turun di salah satu halte (maaf ya dreamers saya lupa nama haltenya L). Untuk menuju Bundaran HI kami hanya perlu berolahraga pagi dengan berjalan kaki. Ternyata keramaian yang kami lihat di dalam halte tadi ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan keramaian masyarakat di depan kami.
                Berbagai jenis masyarakat dari berbagai latar belakang tumpah ruah di tempat tersebut. Mulai dari bayi hingga yang sudah lanjut usia. Ada yang menikmati CFD dengan keluarga, teman sekolah, sahabat, teman dekat, bahkan ada juga yang mengajak serta hewan  peliharaan mereka. Di sana juga banyak orang yang berkumpul dengan komunitasnya, misalnya para Aremania (fans klub sepak bola Arema), anak-anak pesantren, anak-anak pramuka, komunitas peduli lingkungan, dan komunitas lainnya.
Kegiatan yang dilakukan pun juga beragam, tidak hanya sekedar berjalan kaki dan berfoto melainkan ada yang menyanyi, melihat pameran binatang peliharaan atau aksi-aksi komunitas tertentu, ada juga yang menjajakan jualan mereka,  masyarakat yang memanfaatkan CFD untuk mengais rezeki, dengan berjualan dan meminta sumbangan untuk kegiatan pentas seni sekolahnya. Wah dreamers pokoknya banyak deh, saking banyaknya susah di sebutkan satu per satu.
                Nampaknya 4 anak Sumbawa ini sangat menikmati suasana CFD. Buktinya padahal sudah berjalan kaki sekitar 1 km lebih wajah kami masih terlihat bahagia. Raut bahagia ini juga bertambah dengan banyaknya momen yang berhasil kami abadikan di sekitar kolam dengan latar belakang Patung Pancoran. *Kayaknya di mana pun tempatnya, kegiatannya tetap jerat jepret sana sini alias narsis* hohoho kebiasan wajib*
                Di tengah kebahagian yang kami berempat rasakan, saya juga merasa sedikit sedih. Saya sedih karena saya hanya “sendiri” di tempat ini. Melihat banyak orang yang berjalan bersama keluarganya saya teringat akan keluarga saya di Sumbawa. Mama, Bapak dan Cikal, rasanya ingin sekali berada di tempat ini bersama mereka. Di saat Indah, Ali dan Ajeng tengah asyik berfoto, saya memilih menepi ke pinggir kolam menulis pada selembar kertas yang sudah saya persiapkan sejak di kos.
“Mama, Bapak, Cikal, sekarang hanya nama yang bisa saya bawa di sini. Suatu saat nanti Cidy akan bawa kalian semua jalan-jalan ke tempat ini. Insya Allah jika diberikan rezeki dan kesempatan oleh-Nya”
                “Mama, Bapak, Cikal, sekarang hanya nama yang bisa saya bawa di sini. Suatu saat nanti Cidy akan bawa kalian semua jalan-jalan ke tempat ini. Insya Allah jika diberikan rezeki dan kesempatan oleh-Nya” begitulah kurang lebih yang terus membatin pada hati dan pikiran saya. Selama ini saya banyak bepergian sendiri ke luar kota bahkan ke luar negeri “sendiri” tanpa mereka, keluarga kecil saya. Kedua orang tua saya adalah orang yang sangat saya sayangi di dunia ini, begitu pun dengan adik saya Cikal. Terus membahagiakan mereka adalah cita-cita terbesar saya. Oleh karena itu saya ingin suatu saat tidak bepergian “sendiri” lagi, saya ingin bepergian dengan mengajak keluarga kecil saya. Aamiin J Selama di merantau di Jakarta, intensitas Mama dan Bapak saya menelepon cukup sering dibanding ketika saya di Sumbawa. Terkadang saya hanya menjawab telepon mereka sebentar saja. Bukan saya tidak mau mengobrol dengan mereka, tetapi karena saya tidak ingin saja mereka mendengar saya menangis di ujung telepon. #huhuhu saya malah jadi mewek ni dreamers. Berusahalah untuk membuat kedua orang tua kita selalu tersenyum dan mendoakan yang terbaik untuk mereka ya :).

Car Free Day, No Car No Waste
Anyway dreamers, ada hal yang menarik bagi saya di CFD pertama yang saya ikuti ini. Banyaknya masyarakat yang tumpah ruah di sekitar Bundaran HI totalnya mungkin ratusan atau bahkan ribuan. Banyaknya orang berarti sampah juga banyak, seperti menjadi pemandangan saat ada kegiatan yang melibatkan banyak massa. Tapi saya takjub, pemikiran saya tadi salah besar.
Car Free Day tidak hanya merupakan hari bebas kendaraan, tetapi juga hari bebas sampah. Sejauh yang saya perhatikan di jalan yang kami lewati tidak banyak sampah yang berserakan. Hanya ada satu atau dua saja botol bekas minuman yang ditinggal oleh pemiliknya yang tidak bertanggung jawab. Saya senang karena rata-rata masyarakat tidak hanya menikmati fasilitas yang ada tetapi juga ikut menjaganya. Rasa senang saya juga bertambah karena banyak anak-anak muda Indonesia mampu memberikan contoh yang baik untuk menjaga lingkungan sekitar seperti yang dicontohkan oleh anak-anak pramuka yang membawa plastik hitam besar untuk memungut sampah.
Genenrasi Muda yang Peduli Lingkungan

“Permisi ya kak, mau pungut sampah” sapa seorang anak dengan seragam pramuka lengkap yang lewat di depan saya dan Indah saat kami tengah duduk menunggu Ajeng dan Ali sambil makan es krim di samping jalan.
“Oh iya dik, silahkan. Nitip buang sampah juga ya” balas saya dan Indah sambil membuang kertas penutup bungkusan es krim yang sedari tadi kami pegang karena tidak ada tempat membuang sampah di sekitar tempat tersebut.
“Apa mau di tunggui juga kak sampah wadah es krimnya?” balas salah seorang lagi. Kami yang merasa tidak enak jika ditunggui selesai menghabiskan es krim pun menolak.
“Gak usah dik, nanti kami saja yang buang sendiri” balas kami. Mereka kemudian berlalu sambil memungut sampah daun dan bungkusan kecil permen yang ada di sekitar jalan. Alhamdulillah, bersyukur sekali karena calon-calon khalifah di muka bumi ini semakin banyak.

Next trip to Monumen Nasional (Monas)
Ali dan Ajeng nampaknya sudah selesai dengan urusan mereka. Kami juga sudah puas menikmati suasana CFD di Bundaran HI. Kami pun memutuskan tujuan perjalanan kami selanjutnya menuju Monumen Nasional (Monas). Dari Bundaran HI rencananya kami akan berjalan kaki menuju Monas. Namun rasa lelah sudah lebih dulu menempel di kaki kami, akhirnya setelah bertemu halte TJ kami memutuskan untuk menggunakan jasa transportasi tersebut, berhubung di Sumbawa belum ada, hohoho :D
Sama seperti halte TJ sebelumnya, di Halte TJ Sarina antrian juga sangat ramai. Hal ini juga diperparah dengan terlambatnya kedatangan TJ di halte tersebut akibat jalurnya di tutup oleh massa yang melakukan demo. Demo mengenai apa tidak terlalu jelas, petugas halte hanya menyampaikan jika ada demo kepada seorang bapak yang protes karena keterlambatan bus TJ. Hingga bus TJ tiba banyak penumpang yang saling berdesakan berebut masuk, padahal di dalam bus tersebut sudah padat sekali. Lagi lagi kami memilih mencari aman dengan menunggu kedatangan bus selanjutnya. Kami tidak boleh hanya mementingkan ego kami untuk cepat tiba di Monas.
Ada beberapa hal yang harus kami perhatikan terlebih dahulu. Pertama terkait keselamatan nyawa kami, jika tadi kami memaksa masuk pasti bus akan semakin sesak, ruang gerak kami terbatas karena harus bersempit-sempitan dengan penumpang lain. Jangankan kami akan mendapatkan tempat duduk, gantungan untuk berpegang saja mungkin tidak kami dapatkan. Kedua, kami juga harus menjaga keselamatan barang bawaan kami. Tempat umum dan ramai seperti itu tanpa diduga bisa memicu tindak kejahatan seperti pencurian. Oleh karena itulah salah satu tips jika berada di tempat ramai jika membawa tas atau menggunakan tas punggung sebaiknya digunakan di bagian depan, tidak diletakkan di punggung. Jika tas berada di depan kita akan lebih aman karena kita bisa melihat tas kita dan menjaga barang bawaan, sedangkan jika berada di punggung, kita akan sulit mengawasi tas dan barang bawaan dan mungkin bisa saja hilang. Jangan sampai kehilangan ya dreamers karena tidak ada yang akan bertanggung jawab atas kehilangan barang-barang berharga kita. Jadi tetap hati-hati ayah, sippp ;-)
Bus kedua sudah tiba, tidak terlalu penuh seperti yang sebelumnya. Kami kemudian memilih masuk. Syukurlah meskipun tidak mendapatkan tempat duduk setidaknya kami masih mendapatkan gantungan untuk berpegangan. Alhamdulillahnya lagi perjalanan ke Monas hanya melewati 2 halte, tidak terlalu jauh sehingga kami tidak berdiri terlalu lama. Tiba di halte Monas, pemandangan yang kami dapatkan tidak ada bedanya dengan halte sebelumnya melainkan halte TJ di Monas lebih ramai. Kami sampai harus turun berdesakan melewati orang-orang yang sebagian besar remaja menunggu di halte tersebut. Setelah melewati kerumunan orang kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki masuk ke dalam lingkungan  Monas.
Rencana kami adalah akan naik menuju bagian puncak Monas. Inilah yang membuat saya dan Indah tergiur untuk ikut dengan Ali dan Ajeng pergi ke Monas. Selama saya dan Indah ke Jakarta bersama-sama kami hanya sempat melihat Monas dari jauh dan belum pernah melewati gerbangnya, apalagi menaikinya menuju puncak, sama sekali belum pernah.
Cindy, Inda dan Ajeng di Monumen Nasional (Monas)
Baru saja kami berempat masuk melewati gerbang barat Monas, Urwah—mahasiswa Psikologi UTS asal Bekasi menelpon saya. Dia dan Jaffar—mahasiswa Bioteknologi UTS asal Bekasi juga dan merupakan adik tingkat saya di Fakultas Teknobiologi UTS—sudah tiba di stasiun kereta api Tanah Abang. Kemarin saat di TMII kami bertemu dengan mereka berdua dan berjanji akan pergi ke Bumi Serpong Damai (BSD) City tempat kediaman rektor pertama dan sekaligus pemilik UTS, Bapak Dr. Zulkieflimansyah, M.Sc. Kami juga ingin bersilaturrahmi dengan calon adik tingkat kami yang baru, yaitu mahasiswa rantau asal berbagai daerah Indonesia yang akan melanjutkan pendidikan mereka di UTS.
                Kami memberitahukan hal ini kepada Ali dan Ajeng kemudian bermaksud untuk pamit. Jadilah saya dan Indah tidak jadi menuju puncak Monas dengan mereka berdua. Sebelum berpisah dengan mereka berdua, saya dan Indah meminta sedikit penjelasan terkait arah yang harus kami lalui untuk menyusul Jaffar dan Urwah ke Stasiun Tanah Abang. Ali mengatakan bahwa kami harus berjalan menuju pintu timur Monas dan menemukan halte TJ yang akan membawa kami menuju ke stasiun kereta api. Saya dan Indah mengikuti saran yang diberikan Ali.
Ali sedang menjelaskan arah jalan yang harus kami lewati menuju Stasiun Tanah Abang
                Untuk mencapai pintu timur Monas saya dan Indah harus berjalan kaki lagi. Sebenarnya kami sudah sangat lelah, energi pun sudah mulai habis, tapi kami paksakan saja berjalan sampai menuju pintu timur Monas. Namun MIRIS :-( setelah berjalan kaki dengan jarak cukup jauh ditambah panas terik matahari yang sudah tinggi dan cukup menguras energi saya dan Indah ternyata pintu timur Monas tertutup. Huuaaah, rasanya saya dan Indah ingin teriak dan menangis, hikzz L
                Namun rasanya teriak dan menangis pun tidak ada artinya sama sekali. Tidak ada yang yang menyuruh kami untuk pergi ke Monas. Kami sendiri yang memilih dan memutuskan untuk pergi. Jadi kami harus menerima segala konsekuensinya.
                Saya dan Indah kembali berjalan kaki menuju pintu Monas yang selanjutnya ke arah Masjid Istiqlal. Besar harapan kami agar pintu selanjutnya tidak tertutup, agar kami tidak perlu berjalan mengelilingi wilayah Monas yang besar itu. Dengan langkah tertatih *ini kayak lagunya Kerispatih aja :D* saya dan Indah terus berjalan dan berjalan. Meskipun kaki rasanya sudah hampir copot tapi melihat pintu Monas selanjutnya terbuka kami memutuskan untuk berlari-lari kecil.
                Saat selangkah keluar dari gerbang Monas, saya dan Indah merasa sangat-sangat bahagia. Rasanya tuh seperti keluar dan terbebas dari belenggu penjara *meskipun kami tidak pernah merasakan bebas dari penjara bagaimana*. Keluar dari lingkungan Monas sebenarnya belum menyelesaikan permasalahan kami. Kami malah tidak tahu arah jalan pulang *Rumor kali yah, butiran debu*. Beruntung Ali dan Ajeng tidak jadi naik ke puncak Monas, karena kehabisan tiket. Jadinya kami bertemu dengan mereka lagi di dekat gedung Pertamina. Alhamdulillah gak sampai jadi butiran debu :-D
Oleh mereka kami di ajak untuk merujak dulu di trotoar pinggir jalan. Mereka berdua benar-benar pengertian dan mengerti kalau cacing di perut kami minta di beri makan. Oke fix kami akan sakit perut nampaknya. Makan rujak tanpa sarapan nasi terlebih dahulu. Dreamers gak boleh ditiru ya, cukup kami saja, karena kepepet. Hehehe :D Rujak tadi cukup membantu mengembalikan sedikit energi kami yang sempat terkuras akibat berjalan kaki dari ujung ke ujung.
Matahari sudah semakin tinggi. Usai rujakan di pinggir trotoar, kami berempat memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan menuju stasiun kereta terdekat. Kasihan Jaffar dan Urwah sudah terlalu lama menunggu. Beruntungnya kami berjalan di bawah pepohonan yang rimbun sehingga tidak terlalu panas dan kami bisa menyimpan sebagian energi kami. Sampai akhirnya kami tiba di depan Stasiun Kereta Api Juanda. Alhamdulillah dapat tempat berteduh dan beristirahat sejenak.
Saya, Indah dan Ajeng menyerahkan urusan pembelian tiket kepada Ali. Ketiga gadis polos ini hanya ingin beristirahat karena lelah. Hehehe :D Maafkan kami Ali J Tiket sudah kami genggam, kami pun masuk ke dalam stasiun. Ternyata stasiun Juanda merupakan titik perpisahan antara saya dan Indah dengan Ali dan Ajeng. Saya dan Indah akan menyusul Jaffar dan Urwah ke Stasiun Tanah Abnag dan kemudian ke Serpong, sementara Ali dan Ajeng akan menuju Stasiun Cawang. Tidak perlu menunggu lama, Commuter Line yang akan membawa kami menuju stasiun Tanah Abang baru saja tiba. Kami pun naik ke kereta dan berpamitan dengan Ali dan Ajeng.
Thank you so much for today guys¸ Ali and Ajeng. ^_^ See you next time yaJ
Bersambung....
Sekian dulu ya dreamers cerita kali ini. Jangan lupa ditunggu sambungan cerita kami tentang Edisi Liburan 2: One Day, Full Trip (Part II) yang akan di publish besok ya. Terimakasih banyak dreamers J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar