Edisi Liburan 2: One Day, Full Trip (Part I) |
Minggu, 16 Agustus 2015
Lelah masih setia menempel di
tubuh kami pagi ini. Begitu juga dengan cucuran keringat yang sudah mengering
setelah petualangan kami mengitari Taman Mini Indonesia Indah (TMII) kemarin. Wah,
rasanya pagi ini kami hanya ingin tetap berada di tempat tidur di kamar kos,
hehehe :D Tapi kami tidak boleh melakukan hal tersebut, karena kemarin kami
sudah membuat janji dengan Ali dan Ajeng untuk mengikuti Car Free Day (CFD) di Bundaran Hotel Indonesia (HI).
Ali mengatakan kita harus sudah
berangkat sekitar pukul 05.30 WIB. “Hah, pagi sekali protes” saya kemarin.
Pukul 05.30 WIB sudah lewat, belum ada kepastian pasti jadi atau tidak
mengikuti CFD. Setelah bermusyawarah kesepakatan pun didapatkan. Kami akan
bertemu di Halte Busway Semanggi
pukul 07.30 WIB, mundur satu jam dari waktu awal. Indah dan saya bergegas untuk
bersiap-siap. Maklum saja tadi kami masih setia berada di tempat tidur, hehehe
:D
Pukul 07.30 WIB kami sudah berada di Halte Busway Trans Jakarta (TJ) di
depan Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita. Untuk masuk ke halte
busway kami harus mengisi ulang (Top Up)
saldo kartu flazz busway Trans
Jakarta yang kami miliki karena saldonya sudah habis digunakan ke TMII. Minimal
top up adalah Rp. 20.000 yang bisa digunakan
oleh dua orang untuk 2-3 kali perjalanan. Biaya perjalanan menggunakan Trans
Jakarta pun hanya Rp. 3.500/orang jauh dekatnya jarak perjalanan.
Pukul 08.00 WIB, Indah dan saya
sudah tiba di Halte Trans Jakarta Semanggi—titik pertemuan kami dengan Ali dan
Ajeng. Di halte ini Indah dan saya harus menunggu Ali dan Ajeng dulu, karena
mereka terjebak macet. Kami sebenarnya bosan menunggu, hehehe :D Nah untuk
menghibur diri kami memperhatikan jalanan Ibu Kota Jakarta dari atas halte
busway dan sesekali mengambil foto. Ini nih suasana Ibu Kota di minggu pagi
(hasil jepretan kami):
Suasana Ibu Kota dari atas Halte
Transjakarta Semanggi
15 menit kemudian yang ditunggu
sudah datang. Jadilah hari ini Indah dan saya tidak hanya berdiam diri
menghabiskan waktu di kos, melainkan hari ini kami mengisi liburan kami dengan
nge-trip ke berbagai tempat di
Jakarta dan sekitarnya. Dreamers, simak kisah liburan kami hari ini ya, “One Day, Full of Trip” cekiidot ;)
Car
Free Day, di Bundaran Hotel Indonesia
Car free day atau disingkat CFD merupakan hari bebas kendaraan
bermotor yang bertujuan untuk mensosialisasikan kepada masyarakat agar sejenak
meninggalkan kendaraan bermotor yang mereka miliki di rumah mereka dan kemudian
beraktivitas dengan berjalan kaki, bersepeda atau menggunakan kendaraan umum
untuk bepergian jauh. Lokasi CFD di Jakarta biasanya difokuskan di sekitar
Bundaran Hotel Indonesia atau lebih akrab disebut Bundaran HI. Itulah mengapa
di sekitar jalan menuju Bundaran HI, jalanan telah ditutup dan tidak boleh ada
kendaraan bermotor yang lewat kecuali Tran Jakarta dan mobil polisi yang
bertugas memantau kegiatan CFD.
Karena dari itulah tujuan perjalanan 4 anak Sumbawa (Cindy, Indah,
Ajeng dan Ali) di hari libur ini adalah CFDan di Bundaran HI. Bertemu di Halte
Trans Jakarta (TJ) Semanggi, kami berjalan kaki menuju halte TJ berikutnya
yaitu Halte Dukuh Atas. Ini adalah kegiatan CFD pertama yang saya dan Indah
ikuti seumur hidup kami, *di Sumbawa kan gak ada CFD*. Saya tidak ingin
melewatkan CFD ini begitu saja, minggu depan saya dan Indah sudah harus kembali
lagi ke Sumbawa meninggal tanah rantauan ini *berasa merantau bertahun-tahun,
padahal cuma minggu, hehehe :D*.
Tidak ada kesempatan lagi jika saya melewatkan kesempatan yang sudah di
depan mata, toh hari ini kami juga libur, dari pada hanya berdiam diri di kosan
sama saja dengan di Sumbawa gak ada suasana lain. Kurang lebih begitulah
pikiran saya pagi tadi.
“Ternyata banyak juga ya peminat
CFD di Jakarta” batin saya dalam hati melihat ramainya masyarakat Jakarta di
sepanjang jalan menuju Bundaran HI. Apalagi antrean di dalam halte TJ, Masya
Allah, kami harus berdesak-desakan dengan penduduk ibu kota yang berebut masuk
ke dalam TJ yang baru saja tiba di halte. Karena kami pendatang, kami tidak
ingin masuk dalam kegiatan berebut tersebut. Kami mencari aman saja dengan
menunggu TJ selanjutnya yang akan mampir di halte tersebut. Sungguh,
pemandangan seperti ini tidak akan bisa kami dapatkan di Sumbawa.
Suasana Car Free Day di sekitar Bundaran Hotel Indonesia
Setelah melewati beberapa halte
dari Halte Dukuh Atas, kami akhirnya turun di salah satu halte (maaf ya dreamers saya lupa nama haltenya L). Untuk menuju
Bundaran HI kami hanya perlu berolahraga pagi dengan berjalan kaki. Ternyata keramaian
yang kami lihat di dalam halte tadi ternyata tidak ada apa-apanya dibandingkan
dengan keramaian masyarakat di depan kami.
Berbagai jenis masyarakat dari
berbagai latar belakang tumpah ruah di tempat tersebut. Mulai dari bayi hingga
yang sudah lanjut usia. Ada yang menikmati CFD dengan keluarga, teman sekolah,
sahabat, teman dekat, bahkan ada juga yang mengajak serta hewan peliharaan mereka. Di sana juga banyak orang
yang berkumpul dengan komunitasnya, misalnya para Aremania (fans klub sepak
bola Arema), anak-anak pesantren, anak-anak pramuka, komunitas peduli
lingkungan, dan komunitas lainnya.
Kegiatan yang dilakukan pun juga beragam, tidak hanya sekedar berjalan
kaki dan berfoto melainkan ada yang menyanyi, melihat pameran binatang
peliharaan atau aksi-aksi komunitas tertentu, ada juga yang menjajakan jualan
mereka, masyarakat yang memanfaatkan CFD
untuk mengais rezeki, dengan berjualan dan meminta sumbangan untuk kegiatan
pentas seni sekolahnya. Wah dreamers
pokoknya banyak deh, saking banyaknya susah di sebutkan satu per satu.
Nampaknya 4 anak Sumbawa ini
sangat menikmati suasana CFD. Buktinya padahal sudah berjalan kaki sekitar 1 km
lebih wajah kami masih terlihat bahagia. Raut bahagia ini juga bertambah dengan
banyaknya momen yang berhasil kami abadikan di sekitar kolam dengan latar
belakang Patung Pancoran. *Kayaknya di mana pun tempatnya, kegiatannya tetap
jerat jepret sana sini alias narsis* hohoho kebiasan wajib*
Di tengah kebahagian yang kami
berempat rasakan, saya juga merasa sedikit sedih. Saya sedih karena saya hanya “sendiri”
di tempat ini. Melihat banyak orang yang berjalan bersama keluarganya saya
teringat akan keluarga saya di Sumbawa. Mama, Bapak dan Cikal, rasanya ingin
sekali berada di tempat ini bersama mereka. Di saat Indah, Ali dan Ajeng tengah
asyik berfoto, saya memilih menepi ke pinggir kolam menulis pada selembar
kertas yang sudah saya persiapkan sejak di kos.
“Mama, Bapak, Cikal, sekarang
hanya nama yang bisa saya bawa di sini. Suatu saat nanti Cidy akan bawa kalian
semua jalan-jalan ke tempat ini. Insya Allah jika diberikan rezeki dan
kesempatan oleh-Nya” begitulah kurang lebih yang terus membatin pada hati dan
pikiran saya. Selama ini saya banyak bepergian sendiri ke luar kota bahkan ke
luar negeri “sendiri” tanpa mereka, keluarga kecil saya. Kedua orang tua saya
adalah orang yang sangat saya sayangi di dunia ini, begitu pun dengan adik saya
Cikal. Terus membahagiakan mereka adalah cita-cita terbesar saya. Oleh karena
itu saya ingin suatu saat tidak bepergian “sendiri” lagi, saya ingin bepergian
dengan mengajak keluarga kecil saya. Aamiin J
Selama di merantau di Jakarta, intensitas Mama dan Bapak saya menelepon cukup sering
dibanding ketika saya di Sumbawa. Terkadang saya hanya menjawab telepon mereka
sebentar saja. Bukan saya tidak mau mengobrol dengan mereka, tetapi karena saya
tidak ingin saja mereka mendengar saya menangis di ujung telepon. #huhuhu saya
malah jadi mewek ni dreamers.
Berusahalah untuk membuat kedua orang tua kita selalu tersenyum dan mendoakan
yang terbaik untuk mereka ya :).
Car
Free Day, No Car No Waste
Anyway dreamers, ada hal yang menarik bagi saya di CFD pertama yang saya ikuti
ini. Banyaknya masyarakat yang tumpah ruah di sekitar Bundaran HI totalnya
mungkin ratusan atau bahkan ribuan. Banyaknya orang berarti sampah juga banyak,
seperti menjadi pemandangan saat ada kegiatan yang melibatkan banyak massa.
Tapi saya takjub, pemikiran saya tadi salah besar.
Car Free Day tidak hanya
merupakan hari bebas kendaraan, tetapi juga hari bebas sampah. Sejauh yang saya
perhatikan di jalan yang kami lewati tidak banyak sampah yang berserakan. Hanya
ada satu atau dua saja botol bekas minuman yang ditinggal oleh pemiliknya yang
tidak bertanggung jawab. Saya senang karena rata-rata masyarakat tidak hanya
menikmati fasilitas yang ada tetapi juga ikut menjaganya. Rasa senang saya juga
bertambah karena banyak anak-anak muda Indonesia mampu memberikan contoh yang
baik untuk menjaga lingkungan sekitar seperti yang dicontohkan oleh anak-anak
pramuka yang membawa plastik hitam besar untuk memungut sampah.
Genenrasi Muda yang Peduli Lingkungan |
“Permisi ya kak, mau pungut sampah” sapa seorang anak dengan seragam
pramuka lengkap yang lewat di depan saya dan Indah saat kami tengah duduk
menunggu Ajeng dan Ali sambil makan es krim di samping jalan.
“Oh iya dik, silahkan. Nitip buang sampah juga ya” balas saya dan Indah
sambil membuang kertas penutup bungkusan es krim yang sedari tadi kami pegang
karena tidak ada tempat membuang sampah di sekitar tempat tersebut.
“Apa mau di tunggui juga kak sampah wadah es krimnya?” balas salah
seorang lagi. Kami yang merasa tidak enak jika ditunggui selesai menghabiskan
es krim pun menolak.
“Gak usah dik, nanti kami saja yang buang sendiri” balas kami. Mereka
kemudian berlalu sambil memungut sampah daun dan bungkusan kecil permen yang
ada di sekitar jalan. Alhamdulillah, bersyukur sekali karena calon-calon
khalifah di muka bumi ini semakin banyak.
Next trip to Monumen Nasional (Monas)
Ali dan Ajeng nampaknya sudah selesai dengan urusan mereka. Kami juga
sudah puas menikmati suasana CFD di Bundaran HI. Kami pun memutuskan tujuan
perjalanan kami selanjutnya menuju Monumen Nasional (Monas). Dari Bundaran HI
rencananya kami akan berjalan kaki menuju Monas. Namun rasa lelah sudah lebih
dulu menempel di kaki kami, akhirnya setelah bertemu halte TJ kami memutuskan
untuk menggunakan jasa transportasi tersebut, berhubung di Sumbawa belum ada,
hohoho :D
Sama seperti halte TJ sebelumnya, di Halte TJ Sarina antrian juga
sangat ramai. Hal ini juga diperparah dengan terlambatnya kedatangan TJ di
halte tersebut akibat jalurnya di tutup oleh massa yang melakukan demo. Demo
mengenai apa tidak terlalu jelas, petugas halte hanya menyampaikan jika ada
demo kepada seorang bapak yang protes karena keterlambatan bus TJ. Hingga bus
TJ tiba banyak penumpang yang saling berdesakan berebut masuk, padahal di dalam
bus tersebut sudah padat sekali. Lagi lagi kami memilih mencari aman dengan
menunggu kedatangan bus selanjutnya. Kami tidak boleh hanya mementingkan ego
kami untuk cepat tiba di Monas.
Ada beberapa hal yang harus kami perhatikan terlebih dahulu. Pertama
terkait keselamatan nyawa kami, jika tadi kami memaksa masuk pasti bus akan
semakin sesak, ruang gerak kami terbatas karena harus bersempit-sempitan dengan
penumpang lain. Jangankan kami akan mendapatkan tempat duduk, gantungan untuk
berpegang saja mungkin tidak kami dapatkan. Kedua, kami juga harus menjaga
keselamatan barang bawaan kami. Tempat umum dan ramai seperti itu tanpa diduga
bisa memicu tindak kejahatan seperti pencurian. Oleh karena itulah salah satu tips
jika berada di tempat ramai jika membawa tas atau menggunakan tas punggung
sebaiknya digunakan di bagian depan, tidak diletakkan di punggung. Jika tas
berada di depan kita akan lebih aman karena kita bisa melihat tas kita dan
menjaga barang bawaan, sedangkan jika berada di punggung, kita akan sulit
mengawasi tas dan barang bawaan dan mungkin bisa saja hilang. Jangan sampai
kehilangan ya dreamers karena tidak
ada yang akan bertanggung jawab atas kehilangan barang-barang berharga kita.
Jadi tetap hati-hati ayah, sippp ;-)
Bus kedua sudah tiba, tidak terlalu penuh seperti yang sebelumnya. Kami
kemudian memilih masuk. Syukurlah meskipun tidak mendapatkan tempat duduk
setidaknya kami masih mendapatkan gantungan untuk berpegangan. Alhamdulillahnya
lagi perjalanan ke Monas hanya melewati 2 halte, tidak terlalu jauh sehingga
kami tidak berdiri terlalu lama. Tiba di halte Monas, pemandangan yang kami
dapatkan tidak ada bedanya dengan halte sebelumnya melainkan halte TJ di Monas
lebih ramai. Kami sampai harus turun berdesakan melewati orang-orang yang
sebagian besar remaja menunggu di halte tersebut. Setelah melewati kerumunan
orang kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki masuk ke dalam
lingkungan Monas.
Rencana kami adalah akan naik menuju bagian puncak Monas. Inilah yang
membuat saya dan Indah tergiur untuk ikut dengan Ali dan Ajeng pergi ke Monas.
Selama saya dan Indah ke Jakarta bersama-sama kami hanya sempat melihat Monas
dari jauh dan belum pernah melewati gerbangnya, apalagi menaikinya menuju
puncak, sama sekali belum pernah.
Cindy, Inda dan Ajeng di Monumen Nasional (Monas) |
Baru saja kami berempat masuk melewati gerbang barat Monas,
Urwah—mahasiswa Psikologi UTS asal Bekasi menelpon saya. Dia dan
Jaffar—mahasiswa Bioteknologi UTS asal Bekasi juga dan merupakan adik tingkat
saya di Fakultas Teknobiologi UTS—sudah tiba di stasiun kereta api Tanah Abang.
Kemarin saat di TMII kami bertemu dengan mereka berdua dan berjanji akan pergi
ke Bumi Serpong Damai (BSD) City tempat kediaman rektor pertama dan sekaligus
pemilik UTS, Bapak Dr. Zulkieflimansyah, M.Sc. Kami juga ingin bersilaturrahmi
dengan calon adik tingkat kami yang baru, yaitu mahasiswa rantau asal berbagai
daerah Indonesia yang akan melanjutkan pendidikan mereka di UTS.
Kami memberitahukan hal ini
kepada Ali dan Ajeng kemudian bermaksud untuk pamit. Jadilah saya dan Indah
tidak jadi menuju puncak Monas dengan mereka berdua. Sebelum berpisah dengan
mereka berdua, saya dan Indah meminta sedikit penjelasan terkait arah yang
harus kami lalui untuk menyusul Jaffar dan Urwah ke Stasiun Tanah Abang. Ali mengatakan
bahwa kami harus berjalan menuju pintu timur Monas dan menemukan halte TJ yang
akan membawa kami menuju ke stasiun kereta api. Saya dan Indah mengikuti saran
yang diberikan Ali.
Ali sedang menjelaskan arah jalan yang harus kami lewati menuju Stasiun Tanah Abang |
Untuk mencapai pintu timur Monas
saya dan Indah harus berjalan kaki lagi. Sebenarnya kami sudah sangat lelah,
energi pun sudah mulai habis, tapi kami paksakan saja berjalan sampai menuju
pintu timur Monas. Namun MIRIS :-( setelah berjalan kaki dengan jarak cukup
jauh ditambah panas terik matahari yang sudah tinggi dan cukup menguras energi
saya dan Indah ternyata pintu timur Monas tertutup. Huuaaah, rasanya saya dan
Indah ingin teriak dan menangis, hikzz L
Namun rasanya teriak dan
menangis pun tidak ada artinya sama sekali. Tidak ada yang yang menyuruh kami
untuk pergi ke Monas. Kami sendiri yang memilih dan memutuskan untuk pergi.
Jadi kami harus menerima segala konsekuensinya.
Saya dan Indah kembali berjalan
kaki menuju pintu Monas yang selanjutnya ke arah Masjid Istiqlal. Besar harapan
kami agar pintu selanjutnya tidak tertutup, agar kami tidak perlu berjalan
mengelilingi wilayah Monas yang besar itu. Dengan langkah tertatih *ini kayak
lagunya Kerispatih aja :D* saya dan Indah terus berjalan dan berjalan. Meskipun
kaki rasanya sudah hampir copot tapi melihat pintu Monas selanjutnya terbuka kami
memutuskan untuk berlari-lari kecil.
Saat selangkah keluar dari
gerbang Monas, saya dan Indah merasa sangat-sangat bahagia. Rasanya tuh seperti
keluar dan terbebas dari belenggu penjara *meskipun kami tidak pernah merasakan
bebas dari penjara bagaimana*. Keluar dari lingkungan Monas sebenarnya belum
menyelesaikan permasalahan kami. Kami malah tidak tahu arah jalan pulang *Rumor
kali yah, butiran debu*. Beruntung Ali dan Ajeng tidak jadi naik ke puncak
Monas, karena kehabisan tiket. Jadinya kami bertemu dengan mereka lagi di dekat
gedung Pertamina. Alhamdulillah gak sampai jadi butiran debu :-D
Oleh mereka kami di ajak untuk merujak dulu di trotoar pinggir jalan.
Mereka berdua benar-benar pengertian dan mengerti kalau cacing di perut kami
minta di beri makan. Oke fix kami akan sakit perut nampaknya. Makan rujak tanpa
sarapan nasi terlebih dahulu. Dreamers gak
boleh ditiru ya, cukup kami saja, karena kepepet. Hehehe :D Rujak tadi cukup
membantu mengembalikan sedikit energi kami yang sempat terkuras akibat berjalan
kaki dari ujung ke ujung.
Matahari sudah semakin tinggi. Usai rujakan di pinggir trotoar, kami
berempat memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan menuju stasiun kereta
terdekat. Kasihan Jaffar dan Urwah sudah terlalu lama menunggu. Beruntungnya
kami berjalan di bawah pepohonan yang rimbun sehingga tidak terlalu panas dan
kami bisa menyimpan sebagian energi kami. Sampai akhirnya kami tiba di depan
Stasiun Kereta Api Juanda. Alhamdulillah dapat tempat berteduh dan beristirahat
sejenak.
Saya, Indah dan Ajeng menyerahkan urusan pembelian tiket kepada Ali.
Ketiga gadis polos ini hanya ingin beristirahat karena lelah. Hehehe :D Maafkan
kami Ali J
Tiket sudah kami genggam, kami pun masuk ke dalam stasiun. Ternyata stasiun
Juanda merupakan titik perpisahan antara saya dan Indah dengan Ali dan Ajeng.
Saya dan Indah akan menyusul Jaffar dan Urwah ke Stasiun Tanah Abnag dan kemudian
ke Serpong, sementara Ali dan Ajeng akan menuju Stasiun Cawang. Tidak perlu
menunggu lama, Commuter Line yang
akan membawa kami menuju stasiun Tanah Abang baru saja tiba. Kami pun naik ke kereta
dan berpamitan dengan Ali dan Ajeng.
Thank you so much for today guys¸
Ali and Ajeng. ^_^ See you next time yaJ
Bersambung....
Sekian dulu ya dreamers cerita kali ini. Jangan lupa
ditunggu sambungan cerita kami tentang
Edisi Liburan 2: One Day, Full Trip (Part II) yang akan di publish besok ya. Terimakasih banyak dreamers J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar