Link

Minggu, 08 Februari 2015

"Japanese Players are So Strong Now..."

Dear Dreamers!


Akhir pekan ini, saya kembali mendapat jadwal bermain bulutangkis di gymnasium seperti biasa. Awan mendung menemani perjalanan saya menuju gym, menambah rasa dingin yang menyengat tubuh. Seperti biasa, lapangan masih sepi saat saya tiba (padahal saya datangnya udah telah lho. Nuansa Indonesia ternyata tetap sulit dihilangkan, huhuhu). Baru ada Pak Amel, Meisya, Mas Zae, Mas Dendi, Mas Risqi, dan Mas Dion.

"Eh, Mi, nggak boleh masuk pake sandal di sini," kata Mas Zae saat saya berjalan ke pinggir lapangan. Saya melongo, lalu minta maaf dan mengganti sepatu. Perasaan sepatu sama sandal sama aja deh, sama-sama ada debunya, pikir saya.

"Hehehe, becanda, Mi," kata Mas Zae terkekeh. Walaaaahhh, nyari perkara nih pagi-pagi -__-

Usai pemanasan, saya melihat-lihat lapangan sebelah yang menyajikan pertandingan Mas Zae/Mas Dion vs Duo RnD (Mas Risqi/Mas Dendi). Pertandingan yang sangat menguras tenaga, emosi, dan suara, serta cukup untuk memekakkan telinga.


Saya melakoni pertandingan ganda campuran, berpasangan dengan Mbak Fani, berhadapan dengan Pak Amel/Mbak Dhama. Di tengah-tengah pertandingan, Pak Sofyan tampak memasuki ruangan. "Suaranya kedengeran lho sampe halte," komentar beliau saat menaruh tas di pinggir lapangan. 

Teh Puti, yang datang belakangan, juga berkomentar sama. "Suaranya Zae kedengeran sampe depan. Mainnya semangat banget nih kayaknya," komentar beliau.

Pertandingan pertama berhasil kami menangkan. Selanjutnya, saya berpasangan dengan Mbak Dhama melakoni pertandingan kontra duo 'Cinta' Pak Amel/Teh Puti. Sayang, gara-gara banyak mati sendiri, kami gagal mengalahkan kekuatan cinta pasangan lawan, huhuhu.

Karena tidak ada yang main di giliran selanjutnya, kami kembali bertanding, tapi menyilang pasangan. Saya dengan Teh Puti, Pak Amel dengan Mbak Dhama. Kali ini, kami berhasil melakukan 'pembantaian' dengan selisih poin cukup jauh, hohoho.

Kami rehat sejenak untuk shalat Dzuhur di pinggir lapangan. Usai shalat, saya berselonjor sejenak di lapangan, lalu kembali ke lapangan sekedar mengayun langkah dan raket. Saat itulah, seorang pria Jepang memasuki gym dan menghampiri Mbak Fani yang duduk di pinggir lapangan. Mmm... sepertinya ini temannya Mbak Fani yang mau diajak main itu. 

Di saat hampir bersamaan, Mas Akbar (ketua PPI Ibaraki) muncul di gym. Saya kembali melakoni pertandingan. Kali ini, melawan Mas Akbar/Pak Sofyan, saya langsung bertandem sama orang Jepang temannya Mbak Fani. Aaaaa....kayaknya bakal seru nih, pikir saya. Pemain bulutangkis Jepang sangat terkenal dengan keuletannya dan pertahanan yang kokoh. Saya jadi teringat permainan 'umbul-umbul' ala ganda Jepang, seperti Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi dan Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa.

"Onegaishimasu," ucap saya saat kami memulai pertandingan.

Dugaan saya tidak meleset. Si sensei mainnya sangat rapi, pertahanannya kuat, pukulan backhand-nya bertenaga, dan cover lapangannya rapi. Hanya saja, kami masih sering salah posisi, sering rebutan bola belakang, dan kewalahan dikasih bola depan. Beberapa kali kami mati langkah saat diberi bola dropshot.

Saya pun mencoba bermain dengan pola 'umbul-umbul' (melambungkan pengembalian untuk menguras tenaga lawan). Ternyata pola ini tidak semudah yang saya bayangkan. Salah-salah pengembalian malah jadi tanggung dan jadi santapan empuk untuk di-smash lawan. Karena Mas Akbar dan Pak Sofyan punya bola-bola depan yang halus, saya lebih banyak berjaga di depan net, sementara pasangan saya (panggil Sensei-san aja deh, berhubung belum kenalan, hehehe) lebih banyak menjaga bola belakang. Kami berhasil memenangkan pertarungan dalam dua gim ketat.

Kami lalu melanjutkan pertandingan selanjutnya. Kali ini duel klasik menghadapi duo RnD lagi. "They play so strong. Their smash are tough (mereka bermain dengan sangat kuat. Smash-nya keras)," kata saya pada Sensei-san.

"Ganbare (semangat)," ujarnya kepada saya.

Pertandingan dimulai.

Di awal pertandingan, kami berhasil mengontrol ritme permainan. Bola-bola backhand Sensei-san berhasil merepotkan duo RnD. Sensei-san juga punya smash yang keras dan terarah, membuat lawan kami agak frustasi.

Lepas kedudukan 11-6, duo RnD mulai menemukan pola permainan mereka. Kami banyak melakukan kesalahan sendiri, sehingga kejar mengejar poin terus berlanjut. Pertahanan saya yang tidak terlalu baik kerap kali menjadi sasaran tembak. Kami juga sering lengah menjaga bola depan sehingga kerap kali membuat kami kewalahan. Beberapa kali saya harus 'meluncur' di lapangan karena terlambat mengejar bola.

Pertandingan terus berlanjut hingga kedudukan 20-20. Melalui adu setting yang ketat, duo RnD berhasil merebut set pertama dengan skor 25-23.

Pertandingan set kedua terasa berat sebelah. Saya dan Sensei-san masih sering berebut bola belakang. Lengahnya lini depan kami sering menjadi sasaran empuk bagi lawan untuk mendapat bola tembak yang bagus. Saya berusaha sebaik mungkin menjaga bola-bola depan agar bisa menghasilkan bola pancingan. Namun sayang, lawan kami bermain lebih baik. Saya berusaha melakukan netting silang di kedudukan 20-16 untuk keunggulan duo RnD. Namun sayang, shuttlecock enggan menyeberang net. Saya pun menatap shuttlecock dengan wajah lemas.

"Otsukare sama desu," ucap sama agak membungkuk lalu menyalami Sensei-san, kemudian menyalami lawan kami.

"You play so well. Do you join badminton club (Anda bermain sangat baik. Apakah Andah bergabung di klub badminton)?" tanya saya pada Sensei-san.

"Yeah, I join badminton club here," jawab beliau.

"Anata wa doko de benkyoushimasuka (Anda belajar di mana)?"

"Ah, Tsukuba Daigaku benkyoushimasu (saya belajar di Universitas Tsukuba)."

"Mmm... but I just see you today (saya baru lihat Anda hari ini)," ujar saya kikuk.

"Ahh... saya baru selesai mengerjakan tesis saya, sampai tanggal 6 kemarin. Now I'm free," ujar Sensei-san riang. 

Sensei-san lalu duduk di pinggir lapangan, sementara saya menemani Pak Amel menepok-nepok shuttlecock di lapangan.

Tak terasa, waktu telah menunjukkan hampir pukul 14.00. Saya lalu bergabung dengan Mbak Fani, Mas Risqi, dan Sensei-san di pinggir lapangan.

"Mbak Fani, temennya jago banget tuh main bulutangkis. Minta ajar sama dia aja," kata saya lalu duduk di sebelah Mbak Fani.

"Iya, maklum anak klub. Dia itu tutorku di kampus. Jadi, buat foreign student di sini, kampus ngasih tutor mahasiswa dari Jepang buat bantu mereka di kehidupan kampus sehari-hari. Masing-masing mahasiswa dapat satu tutor. Nah, dia ini tutorku, Risqi ada sendiri, Dhama ada sendiri. Kemarin dia masih sibuk tesis kan. Habis tesis dia langsung yang nyari-nyari aku gitu," cerita Mbak Fani.

"Eh, ngomong-ngomong, namanya siapa, Mbak?"

"Kubo."

"Ooh..." saya mengingat-ingat nama Kubo-san. Beliau dan Kak Risqi sedang membahas tentang Nokodai Cup. Saya pun nimbrung di pembicaraan mereka.

"Anda sudah pernah ikut pertandingan bulutangkis sebelumnya?" tanya saya pada Kubo-san.

"Ya, saya sudah banyak ikut pertandingan," ujar Kubo-san lalu tertawa.

"No wonder you play so well. You have got many experiences. I never join badminton competition before (nggak heran Anda mainnya bagus. Anda sudah dapat banyak pengalaman. Saya nggak pernah ikut kompetisi bulutangkis sebelumnya)," ujar saya.

"Tapi kamu mainnya bagus, kok," uajr Kubo-san.

"Ah, nggak juga," ujar saya lagi. "Oh iya, Anda mulai main bulutangkis umur berapa?" tanya saya lagi.

"Mmmm....mungkin saat umur sembilan tahun," jawab Kubo-san sambil menerka-nerka.

"Aaa..sugoi. Well, actually I started to play badminton when I was six (Hebat. Sebenarnya saya mulai main bulutangkis umur enam tahun)," ujar saya lalu tersenyum. Kubo-san dan Teh Puti tertawa berbarengan.

"Eh, malah lebih duluan mulai. We usually play badminton in front of our house in Indonesia (kami biasanya bermain bulutangkis di depan rumah di Indonesia)," Teh Puti menambahkan.

"Tapi, saya baru main di GOR... ng... mungkin umur 16 tahun. Menurut saya itu sudah sangat terlambat, karena biasanya di Indonesia, anak-anak mulai bergabung di klub bulutangkis saat usia 8-10 tahun. Jadi, saya bermain karena saya suka aja," lanjut saya. "Oh iya, menurut Anda, apakah bulutangkis terkenal di Jepang?"

"Mungkin cukup terkenal, tapi masih kalah dibanding sepak bola dan baseball."

"Ah, benar. Tim sepak bola Jepang sangat kuat di Asia, dan sering lolos ke Piala Dunia," ujar saya. "Saat Piala Dunia 2010, saya mendukung tim-tim dari Asia, termasuk Jepang. Saat itu Jepang masuk 16 besar, kan?" tanya saya, lalu diangguki Kubo-san.

"Saya menonton pertandingan Jepang melawan Paraguay yang sangat ketat sampai adu penalti. Sayangnya Jepang kalah tipiiis. I just say, 'Aaaah...it's so close to quarter final'," ujar saya gemas.

 "Yeah, I know what you feel. I was also like that at that time (ya, saya tahu apa yang kamu rasakan. Saya juga begitu waktu itu)." Kubo-san tertawa kecil. "Oh iya, di Jepang pemain bulutangkis Indonesia sangat terkenal. Ng...sebentar..." Kubo-san nampak berpikir sejenak. "Taufik Hidayat?" tanya beliau.

"Ah, Taufik! Yah, ia salah satu pemain bulutangkis terbaik yang dimiliki Indonesia," ujar saya menanggapi,

"Banyak pemain bulutangkis yang mengidolakannya, termasuk di Jepang. Bahkan dalam sesi latihan, pelatih mengajak kami menonton permainan Taufik dan menyuruh kami meniru permainannya. Saya sangat suka pukulan backhand-nya," kata Kubo-san semangat.

Kami banyak sekali bercerita tentang bulutangkis. Tentang pemain muda Jepang, kemenangan Tim Thomas Jepang di Thomas Cup 2014, dan banyak lagi."

"Saya merasa salut dengan pemain muda Jepang, seperti Akane, Nozomi, dan Kento. Mereka, meskipun fisiknya tidak tinggi, tapi mainnya sangat lincah, semangat, dan sangat kuat. Saya juga merasa salut dengan Tim Thomas Jepang. Semangat tim kalian sangat luar biasa saat itu. Saya bisa merasakannya saat menonton."

"Ah, kami pun tidak menyangka mereka bisa memenangkan pertandingan itu," komentar Kubo-san.

"Japanese players are so strong now. Pemain Jepang punya pertahanan yang sangat kuat."

"Ya, kami banyak belajar dari negara lain seperti China, Indonesia, Malaysia, dan Korea. Mungkin sepuluh tahun lalu, kami belum begitu kuat. Namun sekarang kami bisa bersaing dengan negara-negara tersebut."

Kami menghentikan percakapan lalu membersihkan lapangan tempat kami bermain tadi.

"Ah, ngomong-ngomong, kita belum berkenalan. Watashi no namae wa Fahmi desu," ujar saya memperkenalkan diri.

"Ah, watashi no namae wa Kubo desu."

"Hai, Kubo-san. Yoroshiku onegaishimasu (senang berkenalan dengan Anda)," ujar saya lalu membungkukkan badan.

Usai latihan, saya mengikuti senpai-senpai saya makan siang di Mira, restoran India, tak jauh dari gym. Personel hari ini cukup banyak. Mbak Fani dan Mbak Dhama menumpang mobil Kubo-san, sementara saya, Mas Dion, Mas Zae, Mas Risqi, Mas Dendi, dan Pak Dapi berangkat dengan sepeda. 

Rinai hujan menemani langkah kami menuju Mira. Alhamdulillah saya sempat membawa payung, jadi meminimalisir rembesan air hujan di tubuh.

Kami lalu memesan menu sesuai selera masing-masing. Saya memilih menu paket C (nasi dengan kari ayam dan telur. Dilengkapi salad, sup, dan minuman seperti jus mangga).

"Very hot," kata saya saat ditanya level kepedasan kari. "Eh, tapi di sini pedasnya gimana?" tanya saya lagi.

"Pedes banget lah," jawab Mas Risqi dengan wajah yakin.

"Ganti. Medium, please," ujar saya cepat. "I like spicy food, but not very spicy," kata saya saat Kubo-san melihat ke arah saya.

Menu pun datang, dibuka oleh salad, sup, kemudian minuman tiba berikutnya. Barulah menu utama kami tiba.

Saat mencicipi kuah kari, saya seketika menyesal memesan kari medium. Saya mencicipi kari Mbak Dhama yang memesan kari dengan rasa sangat pedas. "Aaaah, nyesel pesan medium, nggak pedas," ujar saya.

Kendati demikian, masakannya sangat enak. Di sini, kita bisa nambah nasi sampai tiga kali, atau Naan, roti khas India. Tergantung kita memesan paket dengan dilengkapi nasi atau Naan. Jika pesan nasi, nambahnya harus nasi. Nasinya mirip dengan nasi kuning.

Menu paket C pesanan saya
Naan, roti khas India. Kalo kata Mas Risqi 'roti sadel sepeda'
Banyak hal yang kami bicarakan sepanjang makan siang. Seperti biasa, gacoan-gacoan senpai-senpai saya selalu menyerempet ke hal-hal yang mengundang tawa.

"Eh, Mi. Si Dendi lagi nyari gandengan yang rambutnya cepak. Loe cocok deh kayaknya," celoteh Mas Risqi.

Saya yang tengah menyantap kari refleks mengangkat kepala, menatap Mas Risqi dan Mas Dendi dengan tatapan pucat dan prihatin. "Nggak minat," jawab saya singkat, yang langsung disambut gelak tawa ketiganya (plus Mas Zae).

Saya lalu berbincang dengan Mbak Fani dan Mas Dion tentang rencana ke Tokyo pekan depan. "Kalo bisa sih jangan bentrok dengan jadwal latihan," kata saya sedikit memohon.

"Terserah kamu, sih. Kalo aku bisa kapan aja pas weekend, tapi Dion lebih pilih hari Sabtu," kata Mbak Fani. Halaaah, jadi galau nentuin jadwal.

Nasi saya baru saja habis. Saya ingin pesan nasi lagi, tapi bingung cara ngomongnya.

"Nambah lagi aja Rahmi," kata Mas Zae melihat saya kebingungan.

Kepala saya langsung menoleh, diikuti senpai yang lain. Ditatap seperti itu, Mas Zae jadi salah tingkah. "Nggak, namanya kan mirip," kilah Mas Zae. Seketika Mas Zae menjadi sasaran bully senpai-senpai yang lain.

"Ihirrrr...kesebut nama, berarti di alam bawah sadar Zae ada si ini nih, hahaha," celetuk Mbak Dhama.

Saya lalu menatap layar kaca di belakang kami. Film India jadul sedang diputar di tv. "Kubo-san, apakah Anda pernah nonton film India sebelumnya?" tanya saya pada Kubo-san yang duduk di seberang saya.

"Ngg....saya hanya nonton di Mira," jawab beliau kikuk.

"Aah... di Indonesia, film India cukup terkenal. Salah satu aktornya, Shahrukh Khan, punya banyak fans di Indonesia."

"Shahrukh Khan? Mmm....saya akan cari di internet," ujar Kubo-san lalu tertawa kecil.

"Ah, that's him," kata Mas Risqi menunjuk ke tv.

Saya pun melihat ke tv. "Ah, that's him. I watched his movie at first time when I was six," ujar saya ringan. "Kalo film Titanic tau nggak? Mmm... I watched the movie first time when I was five. Then I cried after watch the movie," ujar saya tertawa.

Kehebohan menyeruak di tengah meja makan. "Wah, kecepetan dewasa nih anak," komentar Mas Risqi.

"Kecepetan dewasa apanya? Mana ngerti saya filmnya, wong cuma nonton gitu-gitu," kilah saya lalu tertawa.

"Jangan dimasukin hati Mi omongannya kita-kita. Biasa, becanda," kata Mas Zae.

"Ah, nggak papa, Mas. Saya juga udah biasa sih, hahaha. Sekarang di-bully, besok-besok saya bully balik," kata saya setengah mengancam.

"Wah, besok-besok jangan ketemu Fahmi deh," kata Mas Zae bergidik.

"Ah, you know, he writes a blog, and he writes everything in his blog. You should visit his blog," kata Mas Dendi dengan semangat yang dilebih-lebihkan.

Saya tertawa miris. "Nggak usah gitu juga kali ngomongnya."

"Okay, maybe I will read it later," kata Kubo-san.

"You can visit this site," kata Mas Risqi, diikuti Mas Dendi, sambil menggerakkan jari telunjuk ke bawah, seperti host di acara-acara di tv. Halaaahhh... kalo udah ngumpul ya gini deh. Saya hanya tertawa melihat tingkah konyol mereka kalau sedang kumpul-kumpul gini.

Well, terlalu banyak hal ajaib yang terjadi di atas meja makan hari ini. Usai makan, kami pun lantas membayar di kasir, lalu berpisah di parkiran Mira.

"See you next week," kata saya saat berpapasan dengan Kubo-san.

Kami lalu berpisah menuju tujuan masing-masing. Saya pun diantar pulang Mas Dion yang searah dengan saya. Sepanjang perjalanan, banyak hal yang kami bicarakan, terutama rencana perjalanan ke Tokyo. "Ya biayanya kira-kira segitu sih. Tapi ntar ya aku usahain supaya bisa semurah mungkin," kata Mas Dion.

Saya tersenyum penuh rasa terima kasih. "Makasih banyak Mas. Yaah, saya sih ikut rekomendasi aja. Mas Dion sama Mbak Fani kan udah pengalaman, ya," ujar saya.

Kami mampir sebentar ke Right On, toko pakaian diskonan di Tsukuba, kebetulan ada yang di dekat Ninomiya. Kami hanya melihat-lihat koleksi yang ada di Right On. Kami lalu berpisah usai keluar dari toko.

"Makasih banyak Mas udah nganterin."

"Oke deh, sampe ketemu lagi."

Itulah akhir pekan yang saya lalui hari ini. Semoga akan ada keseruan lainnya yang terjadi besok. See you!

Geng nongkrong hari ini (makasih fotonya Mbak Dhama)
Para senpai (mulai dari kiri depan ke belakang: Mas Zae, Pak Dapi, Mbak Dhama, Mas Dion. Mbak Fani, Kubo-san, Mas Risqi, Mas Dendi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar