Link

Rabu, 04 Februari 2015

Hari yang Berat untuk Berpisah...

Dear Dreamers!

Hari ini, saya kembali melanjutkan eksperimen ELISA saya. Saya membuka pintu perlahan, mengetahui sedang ada sesi presentasi pagi ini. Mr. Chen sedang mempresentasikan hasil riset beliau di hadapan rekan-rekan kerja beliau yang lain. Saya memulai eksperimen dengan mencuci plate ELISA  di wash machine. Sambil menunggu pencucian selesai, saya memperhatikan jalannya presentasi. Riset Mr. Chen masih ada hubungannya dengan CpG ODN dan TLR9, dua hal yang juga sedang saya kerjakan dalam magang saya.

Saya dan Mr. Chen
Ternyata tidak mudah mengerjakan tiga plate ELISA sekaligus. Bukan karena langkah kerjanya yang rumit, tapi karena waktu pengerjaannya yang lama. Kalau kurang telaten, eksperimen akan molor sampai akhir.

Hal inilah yang terjadi pada eksperimen saya hari ini. Awalnya, saya merasa yakin akan mampu menyelesaikan seluruh langkah kerja sampai akhir. Yah, paling telat pulangnya setengah delapan malam lah, pikir saya. Namun saat eksekusi, saya masih kurang cekatan menyiapkan buffer, sampel, dan standar. Akhirnya, saya hanya bisa menyelesaikan persiapan sampel hingga menjelang makan siang, itu pun masih dibantu Kohara-san. Huaaaahhh... benar-benar menguras pikiran.

Makan siang berlalu dengan cepat. Saat kami hendak keluar kafetaria, Mbak Novi menghampiri meja saya dan Kohara-san. "Ah, masih ingat yang kemarin, kan?" tanya Mbak Novi. Saya segera paham.

Saya dan Kohara-san berpisah di lift, kemudian saya mengikuti Mbak Novi ke lantai dua. Beliau mengambil sesuatu di kulkas, bungkusan plastik putih berisi beberapa potong adonan putih yang masih membeku. Kemudian beliau juga memberi saya bungkusan lain, isinya cairan berwarna pekat, dan dua buah jeruk. "Ini nanti dicuci dulu dengan air panas, biar tepung sagunya luntur. Trus tinggal digoreng. Nanti makannya pakai cuka ini," kata Mbak Novi. Hari ini beliau memberi saya Pempek, karena Mbak Novi asalnya dari Lampung. Cairan pekat tadi adalah cuka untuk cocolan Pempek.

"Makasih banyak ya, Mbak," ujar saya riang. Waaaahh, sudah lama nggak makan Pempek. Sekalinya makan lagi, langsung makan dari daerah asalnya. Mantaap!

Saya pun kembali ke ruang kerja, lalu bersama Kohara-san menuju lab. Begitu pintu lift terbuka, saya dan Kohara-san serempak berseru.

"Hi, how are you?" sapa Kohara-san pada Mr. Chen, dan Mr. Arun.

"Hi, I'm fine. Saya mau ke ruangan kalian untuk mengantar ini," kata Mr. Chen sambil menunjuk sebuah tas kertas berisi sekotak makanan.

"Ah, baiklah. Saya masih tidak percaya kamu akan pergi besok," ujar Kohara-san terdengar sedih.

"Yah, begitulah. Ternyata satu tahun telah berlalu, hahaha. Kamu masih tampak seperti gadis remaja," ujar Mr. Chen menggoda Kohara-san.

"Hah? Huh, dasar Chen-san. Tentu saja, aku masih cantik," balas Kohara-san tidak mau kalah. Kami tertawa riuh.

Akhirnya, kami berempat malah asyik bercengkerama di depan lift. "Kamu bisa mengontak saya nanti. Ini, terimalah," kata Mr. Chen lalu menyerahkan kartu nama pada Kohara-san.

"Oke, saya akan mengirim email," kata Kohara-san riang. Kami pun berpisah.

"See you," kata Mr. Chen dari dalam lift.

"See you too," jawab kami. "And good bye," lanjut saya lirih.

Eksperimen saya ternyata berjalan lebih lambat dari perkiraan saya. "Kohara-san, maaf sekali. Sepertinya saya hanya akan melakukan eksperimen sampai menambahkan sampel dan standar. Saya khawatir akan terlalu lama di lab jika harus melanjutkan sampai akhir," ujar saya akhirnya.

"Ya, baiklah. Daijoubu. Plate-nya disimpan saja di suhu 4 Celcius, besok akan kita lanjutkan," kata Kohara-san. "Oh iya, ada berita bagus untukmu," kata Kohara-san. "Dr. Yamazaki baru saja memesan sampel PBMC, jadi mungkin kamu bisa memakainya," bisik Kohara-san.

"Souka? Wah, senangnya!" saya berseru pelan.

"Hmm. Di Jepang, kita tidak bisa mengambil PBMC dari darah pasien, jadi kami memesannya di perusahaan," jelas Kohara-san.

"Oh, begitu. Dulu, saat saya dan Febri-san melakukan eksperimen, kami meminta sampel darah dari beberapa pasien, terutama yang punya alergi, karena riset Febri-san tentang alergi. Saya juga menyumbangkan darah sebagai sampel. Yah, tapi hanya sebagai kontrol, karena saya tidak alergi."

"Eeeh? Souka?" tanya Kohara-san terkejut. Saya tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala. "Ah, kalau saya ada alergi dengan polen dan debu," ujar Kohara-san.

"Ah, begitu? Kalau di Indonesia, banyak orang yang alergi dengan makanan, misalnya telur, udang, susu," kata saya. "Saya tidak bisa membayangkan kalau saya terkena alergi udang, karena saya sangat suka udang. Mungkin saya akan menangis setiap hari," uajr saya lalu tertawa.

"Ya, aku juga akan menangis sedih," sela Mr. Chen saat melintas di dekat kami. Saya tertawa lalu melihat ke arah beliau.

"Ya, dia menangis karena merindukanmu," kata Kohara-san menambahkan. Saya tertawa semakin keras.

Menjelang pukul 16.00, saya baru meninggalkan lab. Bingkisan Mr. Chen sudah terpajang di meja tamu di ruang kerja kami. Saya mengambil beberapa bungkus. Biskuit jagung aneka rasa. Saya menikmatinya sambil menyelesaikan protokol eksperimen.

Biskuit jagung pemberian Mr. Chen
Waktu telah menunjukkan pukul 18.15 saat saya meninggalkan ruang kerja. Saya kembali ke lab karena ketinggalan kotak pensil.

Ruangan laboratorium telah lengang. Hanya tampak Mr. Baek yang sedang melakukan eksperimen di ruang kultur sel. Saya pun melintasi meja lab yang biasanya digunakan Mr. Chen untuk mengerjakan eksperimen. Meja itu kemarin masih berantakan dan penuh bahan eksperimen. Namun kini, semua sudah rapi dan lengang.

Meja lab tempat Mr. Chen biasa melakukan eksperimen
Saya pun melangkah keluar dari lab. Saya memandangi dinding ruang kerja tim Minowa-sensei. Di sana terpajang hasil publikasi riset Mr. Chen, dkk. Saat saya melongokkan kepala ke dalam ruangan, kubikel Mr. Chen sudah kosong. Well, he's gone.

Poster publikasi Mr. Chen di depan ruang kerja tim Minowa-sensei
Saya merasa berat meninggalkan kantor hari ini, dan sedih. Inilah hari terakhir kebersamaan saya dan Mr. Chen. Beliau orang yang sangat ramah, baik, dan humoris. Beliau salah satu senior di lab ini yang dekat dengan saya. Yah, kami memang tidak bertemu setiap hari. Mr. Chen sibuk dengan eksperimen untuk studi beliau, sementara saya sibuk dengan training lab saya. Namun demikian, kami sering bertemu di lab, baik di ruang kultur sel maupun di lab umum. Kalau bertemu, maka akan ada banyak hal yang kami bicarakan, tentang keluarga, keseharian, makanan, kota kami, studi, negara masing-masing, dan yang lainnya. Mr. Chen juga sering mengeluarkan candaan-candaan yang membuat kami tertawa. Saya dan Kohara-san sangat senang jika bertemu Mr. Chen. Setidaknya, kami bisa melupakan sejenak penatnya eksperimen di lab. Saya akan merindukan candaan Mr. Chen yang humoris.

Saya masih ingat, saat dulu saya pertama kali diajak ke lab oleh Dr. Yamazaki, Mr. Chen adalah orang yang pertama kali saya jumpai. Saat itu, beliau berkata, "Saya sudah hampir setahun di sini. Bulan depan saya akan kembali ke Taiwan. Haaa... setahun rasanya sangat singkat. Sebulan tidak akan terasa."

Beliau benar. Sekarang sudah Februari, dan sekarang adalah saatnya untuk berpisah. Perpisahan, adalah hal paling berat namun tak terelakkan dalam fase hidup yang harus saya jalani.

"Saat hari terakhirmu semakin dekat, kamu mungkin akan berkata, 'kenapa waktu cepat sekali berlalu?'. Karena itulah, nikmati setiap waktumu selama di sini." Pesan Mr. Chen masih melekat di benak saya.

Well, hidup harus terus berjalan. Waktu akan terus berlalu. Saya pun mengayuh sepeda saya meninggalkan gedung kokoh NIMS, dan segala cerita tentang Mr. Chen saya simpan di memori saya, dan juga di blog ini.

Good bye Mr. Chen. I'm really grateful to see you in Japan. Have a safe flight. I do hope to see you again in other opportunities. Thank you very much for your time....

Selamat jalan Mr. Chen. Sampai bertemu kembali...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar