Link

Rabu, 11 Februari 2015

Antara Jepang, Indonesia, dan Teknologi

Dear Dreamers!


Saya menggeliat di kasur yang dingin. Matahari masih belum nampak saat saya mengambil air wudhu. Saya memulai aktivitas dengan sedikit lambat. Hari ini di Jepang tanggal merah, entah untuk perayaan apa. Sayangnya, eksperimen Luciferase Assay membuat saya tetap masuk lab. Untungnya saya berhasil mengajukan kompromi agar datang lebih siang.

Pukul 10.00 saya meninggalkan apartemen menuju kantor NIMS Sengen. Sinar matahari menghangatkan tubuh saya yang sedari pagi cukup kedinginan. Sesampainya di ruang kerja, saya melihat Dr. Yamazaki dan putri beliau.


"Good morning," sapa saya riang saat memasuki ruang kerja. Saya tersenyum sambil melambaikan tangan ke putri Dr. Yamazaki, yang dibalas dengan senyum mungilnya yang manis.

"Tadi pagi saya sudah cek lab, tidak ada orang yang datang," kata Dr. Yamazaki.

Saya tertawa kecil. Beliau lalu memastikan rencana eksperimen saya hari ini. "Apakah saya masih perlu melakukan detection binding efficiency?" tanya saya.

"Ah, tidak usah. Kamu sudah melakukannya pekan lalu. Itu sudah cukup untuk kali ini. Yang penting nanti dimasukkan saja ke laporannya. Kalaupun tetap dilakukan, hasilnya tidak akan berbeda terlalu jauh," kata Dr. Yamazaki.

Saya pun pamit menuju lab. Benar saja, kunci laboratorium masih ada di mesin kunci. Lampu koridor masih padam saat saya membuka lab. Saya segera menyiapkan bahan eksperimen, lalu menuju ruang kultur sel. Hari ini saya tidak perlu reservasi karena di luar hari kerja.

Berada di dalam lab seorang diri ternyata cukup membuat saya merinding. Saat membuat larutan sampel, saya merasakan ada sosok yang melintas di belakang saya. Saya melihat dari pantulan kaca clean bench. Ternyata ada Li-san di luar. Fyuuuuh, untung bukan yang aneh-aneh, hahaha.

"Ohayou gozaimasu," kata Li-san menyapa saya saat masuk ke ruang kultur sel.

"Ohayou gozaimasu. Ah, Anda masuk juga ternyata," sapa saya ringan.

"Yah, begitulah," jawab Li-san sekenanya.

Li-san ternyata selesai lebih awal. "Fahmi-san, saya sudah selesai. Sampai ketemu besok," ujar beliau pamit.

"Hai, otsukare sama desu," ucap saya lalu tersenyum.

Pukul 12.00 saya selesai melakukan eksperimen stimulasi sel 293. Saya keluar ruang kultur sel lalu mencuci labu penampungan cairan limbah.

"Hai, kamu masuk juga hari ini," sapa seseorang saat saya membuang cairan limbah.

Saya segera menoleh. Mr. Baek. Saya menghela napas pelan karena agak terkejut.

"Ah....yaa... begitulah. Anda juga masuk hari ini," kata saya lalu tertawa.

Saya pun menyerahkan kunci lab pada Mr. Baek. "Maaf, saya harus pergi sekarang. See you tomorrow," kata saya setelah menyerahkan kunci, lalu pamit.

Keluar dari lift, saya berpapasan dengan Chiaki-sensei. "Ah, Anda juga masuk hari ini?" tanya saya terkejut.

"Ah, iya, kamu juga rupanya," kata Chiaki-sensei.

Saya tersenyum lalu keluar dari bangunan lab. Usai menunaikan shalat Dzuhur, saya turun ke lobi menunggu Mbak Novi. Hari ini saya menemani beliau untuk menjual tv, karena akhir Maret beliau juga akan berhenti dari NIMS.

"Hai Fahmi," sapa Mbak Novi. "Kamu ada sepeda?" tanya beliau.

"Ada Mbak," jawab saya.

"Itu apa? Kamu udah makan siang?" tanya Mbak Novi sambil menunjuk bungkusan plastik di meja.

"Itu...bekal saya Mbak. Belum sempat makan," jawab saya kikuk.

"Yaudah kamu makan dulu aja. Orangnya masih lama kok," kata Mbak Novi. Saya pun diajak ke common room di lantai dua.

"Jadi ya gitu, aku kan udah mau beres di sini. Jadi barang-barangnya aku mau jual aja. Nah, kemarin ada yang mau beli. Cuma ya aku jaga-jaga aja, soalnya aku kan sendiri, makanya minta ditemenin," kata Mbak Novi. Yah, wanita tinggal seorang diri, di negara orang pula, tentu bukan perkara mudah.

"Iya juga sih, Mbak. Walaupun dibilang aman, tapi ya siapa yang tau isi kepala orang kayak gimana," ujar saya setuju. "Mbak Novi pulang ke Indonesia bawa barang banyak?" tanya saya lagi.

Mbak Novi tersenyum. "Aku nggak pulang ke Indonesia, Fahmi. Aku mau pindah ke Tokyo. Kayaknya mau rehat dari riset dulu, trus ngambil kelas bahasa Jepang sambil nyari kerja juga, tapi yang nggak melulu riset," kata Mbak Novi memaparkan rencana beliau.

Usai saya makan siang, kami bergegas menuju apartemen Mbak Novi. Jaraknya hanya sekitar lima menit dari kantor Sengen. Saya menunggu di luar, sementara Mbak Novi mengeluarkan tv dan kardusnya.

"Oiya, ini buat kamu. Kebetulan aku punya banyak, kayaknya nggak bakal habis kalo cuma aku makan sendiri," kata Mbak Novi sambil menyerahkan sebuah kantong kertas pada saya. Ada sekotak biskuit dan dua sachet sambal terasi.

"Aaaahhh....sambal terasi! Ya ampun, makasih banyak Mbak. Maaf malah jadi ngerepotin," kata saya sumringah.

"Nggak lah. Mudah-mudahan suka," kata Mbak Novi.

Tak lama kemudian, sebuah mobil berhenti di depan apartemen. Seorang pria Timur Tengah menghampiri kami. Saya menyerahkan tv flat ke orang tersebut. Kemudian, seorang wanita keluar dari mobil tadi dan membuka bagasi. Kami berbincang-bincang sejenak lalu pria tadi menyerahkan uang kepada Mbak Novi.

Usai berpamitan, mobil tadi berlalu meninggalkan kami. "Wah, akhirnya kejual juga Mbak," ujar saya ikut senang. "Masih ada yang mau dijual?"

"Masih banyak. Itu baru yang pertama," kata Mbak Novi.

"Oooh. Semoga yang berikutnya cepat kejual," kata saya lagi.

Saya lalu berpamitan dengan Mbak Novi. Namun, saya tidak mengarah ke jalan pulang. Saya memutuskan mengayuh sepeda ke arah berlawanan.

Begitu tiba di depan gerbang NIMS Namiki, saya mengayuh sepeda ke seberang jalan. Saya memarkir sepeda di dekat gerbang, lalu masuk ke wahana tersebut.


JAXA. Japan Aerospace Exploration Agency. Inilah nama tempat yang sedang saya masuki. Dari pintu masuk, saya dapat melihat dengan jelas miniatur roket khas JAXA terpajang di tengah lapangan. Saya pun melangkah menuju roket itu.


JAXA, atau disebut juga Tsukuba Space Center, telah dibuka sejak tahun 1972, dan berdiri di atas lahan seluas 530.000 meter persegi. JAXA merupakan pusat jaringan antariksa di Jepang, dan memainkan peran penting dalam penelitian dan pengembangan pesawat ruang angkasa, seperti satelit dan roket, serta mengontrol dan menetapkan jalur peluncuran satelit. Karena itulah, institusi ini dilengkapi berbagai fasilitas operasi dan peralatan kelas dunia dan fasilitas pengujian.

Banyak aktivitas vital yang berlangsung di sini, salah satunya proyek International Space Station (ISS). Proyek JAXA, Japanese Experiment Module (JEM) "KIBO" dikembangkan dan diuji di sini. Selain itu, pelatihan astronot juga berlangsung di sini. 

Selain itu, beberapa direktorat penting seperti Space Transportation Mission Directorate, Satelite Applications Mission Directorate I, Human Spaceflight Mission Directorate, dan bagian dari Institute of Space and Austronautical Science bertempat di institusi ini. Mereka menerapkan penelitian terbaru, melakukan pengembangan serta pengujian di bidang luar angkasa. Tidak heran JAXA menjadi pusat yang penting untuk pengembangan ruang angkasa Jepang.

Cukup banyak wisatawan yang berkunjung siang ini. Mereka banyak berfoto di miniatur roket, seperti halnya saya. Ada hal yang saya renungkan dari kunjungan saya kali ini. Tentang betapa besarnya perhatian pemerintah Jepang pada pengembangan teknologi.



Foto di depan miniatur roket JAXA
Bukan hal yang baru jika kita membahas teknologi Jepang. Seluruh dunia telah mengakui itu. Namun yang membuat saya tertegun adalah, pengembangan yang mereka lakukan merata di segala sektor. Mereka berhasil menciptakan dan mengembangkan kemutakhiran teknologi dalam setiap bidang kehidupan, sehingga menciptakan sebuah sistem yang sangat rapi dan tertata. Imbasnya, produktivitas masyarakat Jepang melampaui negara-negara lainnya. Mereka bisa menghasilkan produk berkualitas tinggi, ditopang dengan fasilitas yang sangat memadai.

Contoh inovasi Jepang di bidang energi: kincir angin diduetkan dengan panel surya
Saya tidak akan terlalu banyak membahas teknologi Jepang, nggak akan ada matinya, hehehe. Yang ingin saya garis bawahi, bagaimana dengan negara kita tercinta?

Negara kita mungkin saat ini belum mencurahkan perhatian lebih banyak terhadap pengembangan teknologi. Padahal, suka tidak suka, teknologi memainkan peran penting dalam mengolah dan mengoptimalkan sumber daya alam yang kita miliki. Sebenarnya ada banyak riset yang dilakukan oleh peneliti-peneliti kita, namun semuanya nyaris mentok pada masalah yang sama: kekurangan investor.

Well, saya tidak terlalu muluk-muluk mengharapkan penerapan teknologi di Indonesia akan semutakhir Jepang. Namun setidaknya, penerapan teknologi di Indonesia hendaklah mengutamakan pengolahan hasil alam kita agar bernilai jual lebih tinggi dan bisa bersaing di pasar global. Misalnya untuk mengatasi krisis energi. Indonesia memiliki banyak sumber energi hijau, seperti energi surya, panas bumi, angin, gelombang laut, bioenergi, dan yang lainnya. Namun, semuanya menjadi kurang bernilai ketika sentuhan teknologi belum cukup 'nendang' untuk mengoptimalkan potensi tersebut. Pun dengan potensi-potensi lainnya.

Semoga ke depannya pihak-pihak berkepentingan di Indonesia bisa lebih memperhatikan masalah ini. Tentu saya berharap bisa terlibat juga di dalamnya suatu hari nanti. Indonesia pasti bisa menerapkan teknologi mutakhir untuk pengembangan sumber daya alamnya. Terus berjuang dan tetap semangat!!!

Referensi: http://global.jaxa.jp/about/centers/tksc/ 

2 komentar:

  1. Hebat banget. :)

    Semoga sukses dan menimba banyak ilmu serta pengalaman disana.

    Ya semoga Indonesia bisa lebih peduli dan memperhatikan masalah ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah makasih :)

      Aamiin, makasih doanya. Sukses buat Anda juga :)

      Aamiin.., yaaah, dulu-dulu sih pas masih kecil saya belum terlalu peduli dengan masalah ini. Tapi ketika bersentuhan langsung, saya jadi mulai paham kenapa kita masih sulit maju, dan kenapa banyak peneliti kita yg betah di luar negeri :)

      Hapus