Inilah episode puncak dari postingan berantai saya kali ini. Selamat menikmati :)
Sabtu, 26 April 2014: The Final Battle
Inilah momen yang paling saya tunggu: The Final Battle! Semua hasil
latihan dan kerja keras saya akan diuji pada hari ini. Kalau ditanya target,
tentunya saya ingin menjadi juara. Namun, saya tidak ingin menjadikannya
sebagai beban. Saya berusaha fokus untuk tampil sebaik-baiknya, setelah itu
biarlah Allah yang menentukan hasilnya.
Pukul 08.15, saya tiba di gedung Teknik Perkapalan ITS dan segera
melakukan registrasi. Saya kemudian masuk ke ruangan presentasi dan duduk
bersama finalis lainnya yang telah lebih dulu tiba. Sambil menunggu pembukaan,
saya kembali membaca materi presentasi serta mendengarkan rekaman presentasi
yang saya rekam di BIL. Beberapa saat sebelum pembukaan dimulai, Ibu saya
menelpon dan secara khusus memberikan doa restu agar saya dapat meraih hasil
maksimal pada hari ini. Saya tidak dapat menahan keharuan saya saat itu. Saya
berharap perjalanan jauh yang saya lakukan dapat berbuah manis, membawa berita
gembira bagi semua orang yang telah mendukung dan mendoakan saya.
Pukul 09.00, acara dimulai. Kami diminta mengambil nomor urut
presentasi. Saya sudah menyiapkan mental jika harus tampil sebagai pembuka
ataupun penutup. Urutan ketiga akhirnya jatuh ke tangan saya, bukan hal yang
buruk.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pembukaan panitia, lalu dilanjutkan
sesi presentasi. Karena presentasi terbagi dalam dua kategori—SMA dan
Mahasiswa—finalis mahasiswa tetap di ruangan untuk presentasi, sedangkan
finalis SMA dipandu menuju ke ruangan lain.
Dalam presentasi, setiap peserta diberikan kesempatan mempresentasikan
essainya selama 10 menit, kemudian dilanjutkan sesi tanya jawab selama 15
menit. Saat menunggu giliran presentasi, saya tidak henti-hentinya merapal doa
agar diberikan ketenangan saat presentasi. Tak dapat dipungkiri, ini adalah
kompetisi nasional pertama saya sebagai seorang mahasiswa, dan rasanya tetap
deg-degan, meskipun sudah terbiasa melakukan presentasi di kampus. Rasanya
ternyata tetap berbeda.
Dua finalis telah maju, itu artinya giliran saya untuk melakukan
presentasi. Dengan mantap saya melangkah ke depan ruangan, melihat sekeliling
ruangan sekilas, menarik napas panjang, dan mengalirlah presentasi saya pagi
itu. Dalam presentasi tersebut, saya memaparkan potensi rumput laut untuk
dikembangkan menjadi bioenergi berupa bioetanol dan biodiesel. Melihat potensi
pengembangan rumput laut Indonesia yang besar, ada harapan bagi kita untuk
menemukan sumber energi terbarukan menggantikan bahan bakar fosil yang
ketersediaannya semakin sedikit. Selain itu, rumput laut dapat menjadi agen
penyerap karbon dioksida untuk mengurangi dampak pemanasan global, sehingga
dengan potensi yang ada ini, Indonesia dapat menjadi pemasok bahan bakar bersih
dunia serta titik sentral penyerapan gas karbon dioksida.
Presentasi berjalan dengan lancar. Pertanyaan juri semuanya berhasil
saya jawab. Namun demikian, ada satu pertanyaan juri yang tidak saya
antisipasi, yaitu, “Bagaimana konversi energi pada rumput laut, dari sekian
ratus liter, berapa daya yang dihasilkan? Sudahkah ada publikasinya? Setahu
saya, produktivitas rumput laut dalam menghasilkan energi tergolong rendah.”
Saya menjawab bahwa publikasi maupun data konversi energi
dari rumput laut belum saya temukan, namun kembali saya jelaskan bahwa rumput
laut tetaplah memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber
energi. Jawaban tersebut kurang memuaskan bagi saya sendiri, dan saya terus
kepikiran hingga sesi presentasi selesai.
Ketika peserta yang lainnya presentasi, saya dan rekan-rekan finalis
lainnya saling menyemangati satu sama lain. Tak jarang saya dan finalis lainnya
mengomentari kedua jari yang terkesan ‘sadis’ dalam menanggapi presentasi kami.
Mas Mustofa, finalis dari Undip
Mas Andri, finalis dari UGM
Mas Yudi, finalis dari Unhas
Mas Galih, finalis tuan rumah
Mas Adhe, finalis dari IPB
Mbak Ilma, finalis dari UGM
Mbak Daniella, finalis dari ITB
Usai sesi presentasi, saya berbincang-bincang dengan rekan-rekan finalis
lainnya, berbagi cerita tentang pengalaman pertama mengunjungi kampus ITS, dan
semuanya lucu. Ada yang berjalan selama beberapa saat dari stasiun, namun baru
sadar kalau sedari tadi ternyata hanya berjalan mengelilingi stasiun. Ada juga
yang salah masuk kampus. Bahkan, ada juga yang harus gonta ganti angkot namun
tidak juga sampai, meskipun akhirnya berhasil juga menemukan lokasi lomba. Saya
sempat membagikan oleh-oleh yang saya bawakan, yakni permen susu ke rekan-rekan
finalis dan semuanya ternyata suka dengan oleh-oleh yang saya bawakan.
Selanjutnya, sambil menunggu hasil rekapan nilai juri, kami diajak mengunjungi laboratorium Sistem Perkapalan ITS. Ternyata ada tim yang sedang dipersiapkan untuk mengikuti kompetisi ‘Solar Boat’, kompetisi dua tahunan yang menitikberatkan rally balapan kapal berbahan bakar energi surya, yang tahun ini penyelenggaraannya di Belanda. Tim ITS merupakan satu-satunya wakil dari Indonesia, dan satu dari 2 wakil Asia bersama Tiongkok. Yang membuat saya tertegun, biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti kompetisi ini terbilang mahal, sekitar Rp 500 juta. Namun demikian, saya merasa salut dengan perjuangan tim ITS yang tidak kenal lelah mempersiapkan keikutsertaan mereka dengan sebaik-baiknya. Rencananya, tim ini akan berangkat ke Belanda sekitar bulan Juni. Semangat!!!
Selanjutnya, kami diajak berkeliling gedung Fakultas Kelautan ITS.
Sambil jalan-jalan, kami banyak berbagi cerita tentang keseharian kami
masing-masing. Rekan-rekan finalis kebanyakan menanyai saya tentang perjalanan
hingga sampai ke Surabaya, yang langsung ditanggapi dengan, “Wah, jauh ya
ternyata…” atau, “Habis biaya berapa?” yang kemudian ditanggapi dengan, “Wah,
mahal ya ternyata…”
Pukul 16.30, Closing Party diadakan. Jantung saya kembali berdetak cepat. Entahlah, saat ini saya hanya berharap diberikan hasil terbaik saja. Jika menang syukur, jika belum dikasih juara saya minta diberi keikhlasan hati.
Setelah beberapa sambutan, tibalah pengumuman juara, dimulai dari finalis SMA. Raut bahagia tampak jelas di wajah ketiga juara yang semuanya siswi. Dan tibalah pengumuman juara kategori mahasiswa.
“Juara ketiga National Maritime Essay Competition 2014 kategori Mahasiswa… jatuh kepada…”
Lalu di layar proyektor muncullah foto saya saat sedang presentasi.
“Fahmi Dwilaksono, dari Universitas Teknologi Sumbawa, dengan judul ‘Pengolahan Rumput Laut sebagai Sumber Energi Terbarukan Indonesia.”
Gemuruh tepuk tangan memenuhi pendengaran saya. Diiringi rasa syukur, luapan kegembiraan, serta rasa tidak percaya, saya melangkah ke hadapan penonton. Ketiga juara kategori SMA menyalami saya dengan raut wajah sumringah. Juara kedua diraih Mas Adhe, finalis asal Institut Pertanian Bogor (IPB). Juara pertama diraih oleh Mas Juli, finalis asal Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).
Bagi saya, kemenangan ini merupakan hadiah yang sangat luar biasa. Ini membuktikan bahwa kehadiran saya ternyata diperhitungkan oleh finalis lainnya serta para juri. Saya juga berhasil mematahkan dominasi finalis lainnya yang berasal dari kampus-kampus ternama di Indonesia. Alhamdulillah, perjalanan saya membuahkan hasil yang manis.
Kemenangan Mas Juli dan Mas Adhe sendiri sebenarnya sudah saya prediksi sebelumnya. Saya sempat mencari-cari informasi tentang kompetitor saya di Facebook sebelum berangkat ke Surabaya, dan menurut saya mereka yang paling berat. Jam terbang mereka dalam berkompetisi lebih banyak dari pada saya. Saya belajar dari mereka bagaimana menguasai materi presentasi dengan baik, menyampaikan presentasi secara lugas, serta menyampaikan argumen secara tepat saat berhadapan dengan juri.
Mas Juli, juara 1
Mas Adhe, juara 2
Fahmi, juara 3 :')
Kompetisi di Surabaya menyisakan kenangan yang sangat berkesan bagi
saya. Saya bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa dari kampus terbaik di Indonesia,
berbagi pengalaman bersama mereka, dan tentu saja banyak sesi foto bersama yang
kami lakukan. Meskipun ini kompetisi, namun tidak ada aura persaingan yang
ketat yang saya rasakan. Saya merasakan keakraban, kekompakan, dan kekeluargaan
yang kental saat kami bersama, walaupun kami hanya sempat bersama-sama dalam
hitungan jam. Tidak hanya dari kalangan finalis, saya juga menemukan
teman-teman yang menyenangkan dari rekan-rekan panitia. Mereka selalu mendukung
kami saat kompetisi, dan tentu saja mengambil banyak gambar kebersamaan kami.
NMEC merupakan kompetisi yang menakjubkan bagi saya.
Usai kompetisi, saya segera menghubungi Ibu dan Bibi saya, serta Bu Dwi
untuk menyampaikan kabar gembira ini. Usai shalat maghrib, Mas Afrizal menemani
saya berbelanja oleh-oleh di Pasar Genteng, serta berkeliling Surabaya
menikmati malam terakhir saya di sini.
Minggu, 27 April 2014: The Last Moments
Pukul 10.00, Mas Afrizal mengantar saya ke bandara Juanda. Sesampainya
di bandara satu jam kemudian, saya berpamitan dengan sahabat yang telah saya
anggap sebagai saudara sendiri itu. Saya benar-benar berterima kasih telah
ditemani selama di Surabaya. Tentu saya berharap akan ada perjalanan
selanjutnya ke Surabaya, meskipun saya belum tahu kapan waktunya.
Pukul 13.00, pesawat Wings Air melayangkan langkah saya meninggalkan Surabaya. Rasanya sedih juga sih, perjalanan saya akhirnya berakhir sampai di sini. Namun, saya bersyukur karena berhasil mengakhirinya dengan prestasi yang baik.
Pukul 15.30 Wita, saya tiba di BIL, kemudian bergegas menuju Mataram menggunakan bus Damri. Sebelum pulang ke Sumbawa, saya menyempatkan diri ke Gramedia membeli beberapa novel dan oleh-oleh untuk adik saya.
Pukul 20.00, saya pun berangkat menuju Sumbawa, dan tiba di rumah pukul 01.30.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar