Link

Senin, 04 Januari 2016

Day – 44: Pencarian Rumah Allah SWT

Tsukuba, 01 Januari 2016

Assalamualaikum Wr. Wb
Sebelumnya nih ya, kita sama-sama bersyukur dulu yuk sama Sang Maha Pencipta - Allah SWT, yang masih ngasih kita umur sampai sekarang, yang masih ngasih kita umur buat nutup tahun 2015 dan nyambut tahun 2016, yang masih ngasih kita umur plus kesempatan buat tobat, hehe, buat perbaiki diri dan meluruskan jalan kita yang bengkok-bengkok, hehe. Intinya, ini kesempatan yang udah Allah kasih buat kita supaya bisa jadi pribadi yang lebih baik di tahun yang baru ini J yuk mariiii kita sama-sama melafaskan Hamdallah, Alhamdulillah.. wah, pintar semua nih :D

Oke readers, this was a great day! Di awal tahun ini, saya benar-benar merasakan nikmatnya bersyukur kepada Allah. Jadi ceritanya, hari ini saya dan Cindy mengikuti kegiatan dauroh di masjid Tsukuba. Ini adalah hari kedua pelaksanaannya. Dari total 3 hari, kami hanya mengikuti 2 hari saja dikarenakan beberapa hal, hehe. Tidak seperti hari kemarin dimana kami akan di jemput lagi di Tsukuba Center, hari ini kami akan berjuang untuk pergi dengan mengendari sepeda. Tau jalan? Nggak! Hahha. Nyasar-nyasar deh. Udah biasa :D

Untungnya kami memiliki teman yang tinggal di Ichinoya – salah satu asrama di Univ. Tsukuba – yaitu Dea. Dikarenakan jarak dari Ichinoya ke masjid hanya memakan waktu 15 menit dengan sepeda, dan juga rutenya tidak sulit (apalagi Dea udah hafal tempatnya), kami memutuskan untuk pergi bersama. Kami berjanji untuk bertemu di Ichinoya sebelum pukul 9, dikarenakan acara penyampaian materi akan dimulai pukul 09.30 pagi. Yah, namanya juga manusia, selalu penuh dengan kekhilafan (ngelesss), heheheh. Kita telat! Aduhh.. gomen ne Dea-can.

Dengan seluruh tenaga yang masih tersisa, kami pun menganyuh sepeda secepat yang kami bisa. Tapi karena kami juga tidak ingin mendzolimi diri sendiri (ngelesss lagi), kadang kami turun dari sepeda dan berjalan. Ah, kami harus melewati beberapa kali jalan yang menanjak, dan itu membuat kami benar-benar kelelahan.. ntek isi betis kami ta ma eeee :’(
Jarak dari Ninomiya House – Ichinoya tidak dekat readers. Dan kami pun berkali-kali ingin berhenti untuk beristirahat. Tapi kami mengurungkan niat, karena kami memiliki janji yang harus kami pertanggung jawabkan. Aseekkkk :D

Sampailah kami di kediaman tercinta Dea-can, Ichinoya. Aduhhh, kami lupa mengabari Dea saat kami hendak kesini. Yahhhh… kami langsung lemas seketika. Yang bisa kami gunakan untuk berkomunikasi disini hanyalah wi-fi. Tapi disini gak ada.. hiks. Kami mencoba mengingat nomor kamar Dea dan mencoba pula membongkar mailbox di depan apartemennya, hehe. Untungnya kamar Dea berada di lantai 1. Tanpa sungkan dan ragu, kami pun memanggil dari jendela kamar sambil menggedor-gedor. Deaaa…. Deaaaaa… Deaaaaaaaaaaa… main yuk! Hahahah

Kami memanggil dengan intonasi yang bertingkat agar terdengar lebih merdu. Dari suara pelan sampai keras, tak ada jawaban apapun dari Dea. Walaupun ada beberapa orang yang lewat yang melihat kearah kami, kami tetap cuek dan melanjutkan misi penting kami: mendengar sahutan Dea-can. Alhasil setelah bersorak-sorak layaknya tarzan yang memanggil pasukan, kami pun duduk sambil berjemur. Alhamdulillah, matahari kali ini cukup hangat dari biasanya.
Kami memilih tempat berjemur yang strategis, yaitu di belakang kamar Dea-can. Hahaha, jadi bisa sambil teriak-teriak lagi. Sampai ketika seorang bapak berusia sekitar 50an lewat didepan kami diiringi dengan alunan suara Afgan yang merdu, wajahmu mengalihkan duniakuuuuu… hahaha. Kidding :D

Beliau melihat kami sambil tersenyum, mungkin heran dengan kondisi kami yang menyedihkan (duduk jongkok di belakang kamar orang sambil berjemur di bawah matahari). Kemudian beliau mengucapkan Assaamualaikum, yang membuat kami cukup terkejut. Tapi saya merasa senang dan lega dikarenakan bertemu dengan saudara sesama muslim. Pertanyaan pertama yang beliau keluarkan tepat seperti yang saya prediksi: what are you doing here? Nah, kan! Malah aneh kalo gk nanya gitu, hehe. Akhirnya kami pun menceritakan perihal keberadaan kami dengan wajah yang memelas.

Alhamdulillah, lagi-lagi bantuan Allah selalu datang disaat yang tepat. Kebetulan bapak ini mempunyai seorang anak gadis yang tinggal satu apartemen dengan Dea, tepatnya di lantai 3. Alhamdulillahnya lagi, si bapak ini akan tengah menunggu anak gadisnya keluar. Dan beliaupun berkata bahwa kami bisa masuk untuk memeriksa Dea saat anaknya membuka pintu (karena pintu masuk utama tidak bisa dibuka sembarang, ada kunci khusus gitu. Yah, mirip-mirip Ninomiya lah). Sambil menunggu kami pun memulai beberapa percakapan ringan. Beliau adalah bapak Nurul Amin yang berasal dari Bangladesh. Beliau sudah bertahun-tahun di Jepang dan sekarang bekerja disini. Dulunya beliau tinggal bersama keluarganya, tapi kemudian keluarganya kembali ke Bangladesh. Sekarang hanya tinggal beliau dan putrinya yang kuliah di Univ. Tsukuba.

Waktu terus berlalu, dan Dea pun tak kunjung muncul. Ahh.. akhirnya kami membuat 2 hipotetis: 1. Dea sudah pergi duluan. 2. Dea ketiduran. Dan kami menarik kesimpulan untuk pergi langsung ke masjid tanpa Dea. Pak Nurul pun memberi kami arahan kemana kami harus pergi agar kami tidak tersesat dan menjadi butiran debu. Eeeaaaa :D

jalannya sepi kan?
Kami mengikuti instruksi dari pak Nurul, yaitu lurus terus, kemudian belok kanan, kemudian kami lupa selanjutnya kemana. Aduh! Sampai di perempatan yang sangaaatt sepi, kami galau harus belok kanan atau tidak. Karena sejauh mata memandang, hanya jalanan sepi di sebelah kanan tersebut. Kami memutuskan untuk lurus karena kami pernah melewati jalan tersebut sebelumnya. Setelah melewati jalan yang berlika-liku, kami pun bertemu dengan perempatan jalan utama. Alhamdulillah.

banyak perempatan yang bikin galau
Tapi kami bingung mau kemana, hehehe. Saya hanya ingat bahwa masjid Tsukuba tidak jauh dari Ichinoya, dekat dengan jalan utama yang menanjak, dan majid terletak di bawah jalan tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk belok kesebelah kanan. Setelah bersepeda cukup jauh, sampailah kami di perempatan lagi, hehe. Saya seperti mengenal perempatan ini. Saya merasa bahwa ini adalah jalan yang pernah kami lewati saat ke masid. Dari perempatan ini, belok kanan, masuk ke sebuah perkampungan. Tapi ada hutan yang tidak terlalu rimbun yang harus dilewati sebelum sampai ke rumah-rumah penduduk. Saya sedikit yakin dan ingin mencoba melewati jalan tersebut. Tapi melihat Cindy yang tidak yakin dan juga kelelahan, saya mengurungkan niat. Kami pun kembali ke Univ Tsukuba dan mengulang mencari jalan yang benar dengan beberapa bangunan sebagai patokan. Tapi itu bukan pilihan yang mudah, karena kami harus bersepeda jauuuhhh lagi untuk sampai kesitu.

Setelah beberapa ratus meter, kami sampai di kawasan asrama Univ. Tsukuba. Kampus ini sangat besaaarrr dan luas. Dari gedung yang satu ke yang lain tidak selau dekat. Ada taman luas yang harus dilewati, ada penyebrangan jalan, jembatan dan sebagainya. Makanya kebanyakan penghuninya selalu menaiki bus untuk pergi ke gedung yang lain atau ke bagian lain dari Univ. Tsukuba ini.

Kami mencoba mencari lokasi berdasarkan peta yang kami jumpai. Lagi-lagi Alhamdulillah, kami bertemu dengan seseorang yang kami kenal. Iya seorang laki-laki, berasal dari India. Ia tengah menyelesaikan Ph.D di NIMS, tempat kami magang. Saya memang sering bertemu dengan beliau, tapi selalu lupa untuk menanyakan nama, hehe. Kami mencoba menanyakan letak masjid Tsukuba pada Mr. India tersebut dan temannya. Mereka spontan mengatakan bahwa itu sangat jauh. Iya, tau kok bang kalo jauhhh.

Mereka kebingungan sendiri untuk menjelaskan rutenya kepada kami. Akhirnya mereka menunjukkan kami jalan dari atas jembatan. Dan jrengggg jreengggg.. ternyata jalan yang saya curigai sebelumnya, ITULAH JALANNYA!!! Aduuuhhhhh… mutar jauh lagi dong. Ini gak ada yang mau ngasih piring cantik ya ke kita?

Akhirnya setelah berterimakasi dengan wajah yang sangat amat pasrah, kami pun kembali ke jalan tersebut. Kami mulai memasuki perkampungan yang sangat berbeda dari yang biasa kami lihat. Yeah! Welcome to the other site of Japan! Ini baru Jepang. Hehe. Bangunan klasik khas Jepang menjamur disini. Rumah dengan dinding dan lantai kayu, taman-taman kecil nan indah dan pohon jeruk serta buahnya yang melimpah. Ah, salah satu misi saya yang tertunda: MEMETIK SENDIRI BUAH JERUK LANGSUNG DARI POHONNYA DI HALAMAN RUMAH ORANG JEPANG! Hahaha.

suasana kampung yang sepi
Di perkampungan ini sangat sunyi dan terasa damai. Kesunyiannya berbeda dengan kawasan Ninomiya. Di Ninominya dan sekitarnya kami hanya melihat apartemen yang tinggi, mewah, modern dan banyak. Sedangkan disini banyak sekali lahan pertanian, tanah kosong, rumah-rumah yang sangat khas dengan arsitektur sederhana namun tampak sangat asri. Wah, kalau nyasar disini, betah deh :D

suasana rumah yang masih tradisional
Kami mengelilingi kampung tersebut, dari gang satu ke gang lainnya sampai bertemu jalan besar. Tapi saya sedikit tidak yakin, karena seingat saya letaknya disekitar perkampungan ini. Akhirnya kami masuk kembali ke perkampungan dan bertanya kepada seorang kakek yang tengah berdiri di taman rumahnya sambil memakan jeruk: kek, boleh minta jeruknya? Hahaha. Nggak nggak, becanda :D

“sumimasen (permisi), do you know where is the Tsukuba Mosque?” si kakek bingung sambil geleng-geleng dan menjawab “wakarenai (saya tidak mengerti)”. Saya pun tersenyum dan mengangguk paham. Sampailah kami di satu lapangan yang cukup luas. Lapangan ini diselimuti oleh cahaya matahari siang yang menyilaukan, tapi cukup hangat. Kami memutuskan untuk beristirahan dan duduk sambil meluruskan kaki di tepi padang rumput ini. Lagi pula, suara adzan di handphone telah terdengar yang menandakan tiba waktunya untuk menunaikan sholat Jum’at bagi kaum Adam. Mendengar lantunan adzan dengan hembusan angina sepoi-sepoi dan sinar matahari yang hangat memberikan ketenangan tersendiri untuk saya. Rasa syukur pun tak henti terpanjat untuk Sang Maha Pemberi Nikmat, Allah SWT. Dengan ketenangan ini, saya bisa merenungkan betapa besar dan banyak nikmat Allah yang telah saya terima, dan seberapa sedikit pengabdian yang sudah saya lakukan. Astagfirullah. Dzikir dan istigfar pun ikut terlantun dengan sendirinya.

Begitulah kita, manusia. Terkadang kita lupa akan apa yang telah kita terima. Kita hanya berpikir atas apa yang kita inginkan. Padahal Allah SWT lebih tau mana yang terbaik. Allah memberikan apa yang sebenarnya kita buuhkan, bukan yang kita inginkan. Karena terkadang keinginan itu bisa membawa hal buruk untuk kita. Baik itu kesusahan maupun kesenangan, musibah atau rezeki, Allah yang lebih tau mana yang pantas kita dapatkan. Maha Suci Allah, Sang Pembuat Rencana terbaik bagi umatnya J

Setelah beberapa saat dan kumandang adzan tidak terdengar lagi, saya pun segera mengajak Cindy untuk melanjutkan pencarian rumah Allah. Dalam hati saya yakin bahwa Allah akan menunjukkan kami jalan untuk menuju ke rumah-Nya, tentunya dengan cara yang dikehendaki-Nya.


lapangan depan rumah Chio-san
Kami melihat seorang ibu di halaman rumah yang berada tepat disamping lapangan. Tanpa ragu kami menghampi beliau dan bertanya tentang tujuan kami. Beliau terlihat kebingungan karena beliau tidak mengerti bahasa inggris, dan kami juga tidak mengerti bahasa jepang. Hehehe. Ditengah kebingungan itu, muncullah sebuah mobil berwarna merah terang. Ternyata si pengendara adalah anak dari sang ibu ini. Anaknya pun segera menghampiri kami. Dengan bermodal screenshot lokasi, kami menanyakan kembali kepada sang anak mengenai letak masjid Tsukuba. Setelah bingung beberapa saat, si anak pun mencoa mencari via google maps. 

Akhirnya dapat! Lagi, lagi dan lagi, Alhamdulillah. Pertolongan Allah pun datang. Wanita cantik ini, dengan sedikit terbata-bata memberitahukan kami bahwa ia akan mengantarkan kami ke masjid menggunkan mobilnya, tapi nanti kami kembali lagi untuk mengambil sepeda. Jadi ia hanya menunjukkan jalan kepada saya dan Cindy.

Wanita ini bernama Chio. Ia sangat baik dan ramah. Saya sempat tidak percaya bahwa ia akan membantu kami begitu banyak seperti ini. Untuk orang asing seperti kami yang baru beberapa menit ia temui, ia dengan senang hati membantu. Masyaallah. Ini adalah hal langka yang mungkin akan sulit saya temukan jika saya sudah kembali ke negara dan daerah asal saya.

Akhirnya, sampailah kami ke masjid Tsukuba. Rumah Allah yang telah berjam-jam kami cari. Rumah Allah yang kami cari dengan susah payah. Rumah Allah yang membuat kami merasakan suka-cita akan nikmat-Nya di tengah perjalanan kami. Rumah Allah yang membuat kami memanjatkan syukur yang luar biasa saat kami menemukannya. Inilah tempat dimana kami bisa beribadah kepada-Nya bersama orang-orang mukmin lainnya. Subhanallah. Allahu akbar! Allahu akbar! Allahu akbar!

Kami pun kembali ke rumah Chio-san dengan perasaan yang sangat amat lega. Kami bertemu dan bercakap dengan ayah dan ibunya dengan bahasan yang berbeda tanpa paham inti keseluruhan dari percakapan tersebut. Begitulah, situasi yang sebenarnya bisa membuat stress karena perbedaan bahasa telah berubah menjadi momen bahagia atas kehendak Allah SWT.

Sebelum berpamitan, kami menyempatkan untuk berfoto bersama guna mengabadikan momen bahagia ini. Selesai foto, ibu Chio-san berkata” matte ne!” (tunggu sebentar ya). Saya dan Cindy pun saling melirik. Chio dengan senyumnya yang manis turut menyusul ibunya masuk kedalam rumah. Tinggallah saya, Cindy dan ayah Chio-san. Beliau berbicara dengan sangat fasih dalam bahasa jepang. Yaiyalah! Tapi saya dan Cindy hanya mengangguk dan tersenyum. Chio-san dan ibunya keluar denga dua kantong plastic tembus pandang. Beliau memberikan masing-masing satu kepada kami. Isinya adalah kue kering, kue beras dan jeruk. JERUKKK. Haha. Chio-san pun menggambil 2 botol teh olong dari mobilnya dan memberikan kepada kami. Alahmdulillah, rezeki anak solehah. Hehehe. Masyaallah. Rasa syukur yang tiada henti kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkah-Nya yang luar biasa.


foto bareng Chio-san dan keluarga

Akhirnya kami pun pamit sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali kepada Chio-san sekeluarga. Semoga hal baik selalu menyertai mereka. Amin ya rabb. Kami melankutkan perjalanan yang cukup panjang untuk sampai ke masjid tujuan kami. Kami tidak terburu-buru seperti sebelumnya. Mungkin karena kami telah paham rutenya, kami jadi sedikit bersantai sambil menikmati keindahan alam yang telah Allah ciptakan.

Sesampainya di masjid, khotbah Jum’at tengah berlangsung. Masuklah saya dan Cindy ke ruang belakang tempat para akhwat berkumpul. Kami menceritakan semua yang telah kami lalui dengan semangat yang membara, hehehe. Mendengar cerita kami, mereka pun ikut melantunkan syukur kepada Sang Maha Pencipta atas apa yang telah kami lalui.

Setelah beristirahat sejenak dan sholat Jum’at usai, beberapa ikhwan mengetuk pintu untu mengantarkan makanan. Ahamdulillah, lagi lagi lagi dan lagi. Betapa banyak nikmat Allah yang kami dapatkan hari ini. Perut yang tidak diisi dari pagi pun turut bersyukur, heheh.

Setelah agenda makan siang selesai, kami pun melanjutkan acara ta’aruf sesama akhwat. Setelah memperkenalkan diri satu sama lain, semua kompak ingin mendengar cerita dari umi nya Luna. Umi telah berada selama 17 tahun di Jepang. Awalnya beliau kesini untuk berobat karena belum mendapatkan momongan. Berkali-kali mencoba dan tidak mendapat hasil yang diharapkan tidak membuat ia menyerah. Sampai akhirnya, di satu titik dimana dokter pun menyarankan untuk menghentikan pengobatan, karunia Allah jatuh padanya. Sekarang, umi telah menjadi seorang ibu untuk gadis kecil yang cantik bernama Luna.

Beliau ada sosok wanita kuat yang sangat baik dan ramah. Dari cara bicara yang tenang dan halus kami semua dapat menebak bahwa beliau juga seorang wanita yang sangat penyayang dan penyabar. Beliau menceritakan bagaimana perkembangan islam di Jepang sepengetahuan beliau. “dulunya di Jepang ini susaahh sekali. Terutama untuk mencari makanan yang halal. Tapi Alhamdulillah sekarang sudah lumayan mudah. Sudah ada beberapa supermarket yang menjual makanan halal yang bersertifikat dan aman. Tempat ibadah juga sudah lebih baik dari sebelum-sebelumnya” tuturnya.

Umi sekeluarga menetap di Tokyo. Disana sering kali diadakan pengajian seperti ini. Beliau menceritakan bahwa dulu pernah ada seorang ustad dari Indonesia yang datang bersama istrinya. Ternyata anak dari pasangan ini telah mampu mengkhatam beberapa juz Al-Qur’an. Kemudian beliau bertanya, bagaimana caranya? Apakah di hafal berulang-ulang kali? Namun sang istri menjawab tidak. Mereka tidak pernah memaksa anak mereka untuk menghafal. Dari sang anak kecil, sang ibu telah mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an pada anaknya. Iya melantunkan satu ayat dalam sehari, tapi berulang-ulang agar sang anak dapat mengingat. Subhanallah..

Umi pun mencoba melakukan hal yang sama pada putri kecilnya, Luna. Mulai dari juz 30, umi pun mendengarkan satu-persatu ayat pada Luna. Dan akhirnya berhasil. Kalimat pertama yang diucapkan Luna saat iya mulai bisa berbicara adalah ayat pertama surah An-Naba’: Amma yatasaa’auun. Subhanallah. Betapa luar biasa keajaiban Allah. Walaupun tidak bisa melafaskan dengan benar, paling tidak Luna telah mengenal ayat tersebut.

Semua sangat tersentuh mendengar cerita umi. Bahkan salah satu peserta akhwat yang mendengar sampai meneteskan air mata. Ini bukanlah hal yang menyedihkan. Tetapi ini adalah hal yang membuktikan betapa besar dan hebatnya Allah SWT. Allah telah menggerakkan hati kami yang mendengarnya. Betapa sederhananya jalan yang Allah buka bagi para calon ibu untuk menjadikan anak yang akan mereka lahirkan bisa menjadi anak yang solih/solihah, anak yang kenal agama dan dekat dengan Sang Pencipta. Inilah tanggung jawab besar bagi kami, kaum Hawa.

Ya Allah, untuk kesekian kalinya saya bersyukur bisa berada di tengah-tengah umat-Mu ini, di tengah-tengah wanita salihah seperti mereka. Dan begitulah acara dauroh ini berlangsung denga hikmat. Penyampaian materi dan sesi tanya jawab serta shalat jama’ah berlangsung dengan lancar. Malamnya ditutup dengan acara makan bersama dan tentunya ucapan Hamdallah berkali-kali.

Malam ini saya dan Cindy memutuskan untuk menginap di Ichinoya, di apato mba Riska. Mengingat ini sudah terlalu malam dan dingin untuk kami pulang ke Ninomiya. Dan jaraknya juga sangat jauh. Tak mau mendzolimi kaki lagi, kami pun menuju apato mba Riska yang lebih dekat. Setelah sampai, kami pun beristirahat dengan perasaan bahagia, gembira dan lega.

Masyaallah. Maha Besar Allah atas segara nikmat, rahmat, karunia dan hidayahnya. Semoga kita semua selalu dalam bimbingan dan lindungan-Nya. Aminn ya rabb

Oke readers, sekian cerita saya. Semoga bisa bermanfaat ya. Wassalamualaikum Wr. Wb

2 komentar:

  1. whoaaaa.....what a very nice trip girl! Masya Allah, nekat juga kalian ke masjid pake sepeda. Kereen! Semoga tambah semangat menjalani sisa hari di Tsukuba, aamiin :)

    BalasHapus
  2. Hahah.. Iya mi. Sesuatu betul hari itu rua.. Cobaan batin juga. Haha

    BalasHapus