Hari ini kompetisi iGEM dimulaiii!!! Seperti apa serunya??? Hmm...mending ikut sekarang aja, yuk!!!
30
Oktober 2014: Welcome to iGEM Giant Jamboree!!!
Finally,
the day is coming!
Hari ini, kami bangun pagi-pagi untuk persiapan mengikuti Giant Jamboree. Pukul
07.00 Pak Sukidi menjemput saya dan Azhar di MIT Housing untuk sarapan bersama
di flat beliau. Pagi ini Pak Arief
sudah menunggu kami di Sheraton Hotel untuk briefing
kegiatan.
Ada dua masalah yang kami temui
pagi ini. Pertama, poster project
belum dicetak, padahal malam ini semua poster sudah harus terpasang di stand masing-masing. Kedua, slide presentasi kami juga belum
rampung.
Akhirnya, setelah sarapan, kami
memutuskan untuk mencetak poster kami dulu. Pak Sukidi mengantar kami menuju
Hynes Convention Center. Tiba-tiba Fajri menunjuk ke seberang jalan di depan
gang kami keluar. Ada percetakan poster! Tanpa ragu, kami menghampiri studio
tersebut. Studio ini sebenarnya buka pukul 09.00, masih setengah jam lagi. Tapi,
Alhamdulillah bapak pelayan studio mau menerima orderan kami. Oke, satu masalah
beres! :’D
Sayangnya, masalah belum usai.
Ternyata percetakan ini hanya mencetak poster dengan bahan vynil, sementara kami inginnya dengan bahan glossy. Harganya pun cukup mencekik, USD 95,5 termasuk pajak. Karena
sudah mepet, kami pun menerima tawaran si Bapak, yang berjanji menyelesaikan
orderan pukul 13.00.
Sebenarnya sebelum ini, saya
sempat mengontak tim Boston University dan MIT mengenai percetakan di Boston.
Keduanya merekomendasikan FeDex, dan tersedia di Hynes. Biayanya sekitar USD
50-70. Hanya saja, mereka menerima order via internet, dan menggunakan kartu
kredit untuk pembayaran. Karena terlalu beresiko jika harus menunggu, lebih
baik menggunakan alternatif yang ada.
Tak lama kemudian, bus 87 tiba.
Kami naik beriringan, menggunakan akses Charlie card kami, lalu bus melaju mengantar kami menuju stasiun kereta green line Lechmere. Dari Lechmere kami
meneruskan perjalanan ke stasiun Prudential, yang lokasinya dekat dengan Hynes.
Sepanjang perjalanan, kami menyaksikan pemandangan kota Boston yang
menakjubkan, termasuk sungai Charles, sungai legendaris yang memisahkan Boston
dan Massachusstes, Harvard University dengan MIT. Selanjutnya kereta ini
melalui jalur bawah tanah. Sekitar 30 menit kemudian, kami tiba di Prudential.
Kami berjalan beberapa saat
sebelum menemukan Prudential Tower, yang ternyata memiliki satu akses dengan
Hynes dan Sheraton. Udara dingin tak hentinya menabrak tubuh saya. Usai
menemukan lokasi Hynes dan Sheraton, kami berpisah dengan Pak Sukidi. Sembari
menunggu Pak Arief, kami berlatih presentasi sekaligus mempelajari konten Wiki
kami.
Tak terasa, waktu telah
menunjukkan pukul 12.30. Kami bertemu Pak Arief di lorong lantai 2. Beliau
kemudian mengajak kami ke kamar beliau di lantai 22.
Siang ini, Pak Arief memberi
beberapa nasihat untuk kami. Intinya, kedatangan kami ke sini bukan sebagai
pribadi, namun sebagai satu tim. Kehadiran kami di sini juga karena kerja sama
antara advisor, instruktur, tim
mahasiswa, universitas, serta sponsor. Tanpa keterlibatan salah satunya, tidak
akan ada Tim Sumbawagen di Boston. Beliau berpesan agar kami tetap menjaga
kekompakan tim, tetap berkontribusi bagi tim, dan membawa sebanyak-banyaknya
pengalaman untuk dibagi dengan teman-teman di Sumbawa. Tidak lupa menjaga sopan
santun, mendokumentasikan semua kegiatan, menjaga kesehatan dan keselamatan,
serta tetap semangat dan menikmati seluruh rangkaian kegiatan.
Pak Arief sedang memberi instruksi |
Setelah itu, saya, Cindy, dan
Mbak Sausan turun ke supermarket di
sekitaran Sheraton untuk membeli keperluan Pak Arief selama 4 hari, serta
membeli makanan untuk kami juga. Sepanjang perjalanan saya menyaksikan
gedung-gedung tinggi berdiri kokoh menghiasi jalanan kota Boston, baik itu yang
berarsitektur modern maupun klasik. Ornamen Halloween juga menghiasi berbagai
sudut kota.
Memasuki supermarket, saya dibuat terpukau dengan barang-barang yang membuat
saya ‘kalap’. Segala jenis barang tersedia lengkap di supermarket ini, mulai dari buah-buahan, sayuran, aneka jenis
minuman, obat-obatan, beragam jenis roti, hingga aneka lauk dan masakan
tersedia di sini.
Eksis bareng Cindy |
Bareng Mbak Sausan dan Cindy |
Ada ornamen Halloween! |
Di dalam supermarket pada eksis, hihihi |
Pukul 15.00 kami tiba di
Sheraton. Setelah itu kami langsung menuju Hynes Convention Center untuk
registrasi. Tim-tim iGEM dari berbagai negara sudah ramai berdatangan. Ruang
registrasi ada di lantai 2, tepatnya di lorong lantai 2. Di sini kami diberikan
goody bag berisi buku panduan
kompetisi, beberapa leaflet, ID card, kemudian di meja lainnya kami
menerima T-shirt iGEM. Usai melakukan
registrasi, kami menuju ruang poster untuk memasang poster kami—diantar Pak
Sukidi pukul 13.00. Ternyata papan posternya agak ketinggian, kami jadi agak
kesulitan memasang poster. Akhirnya, seorang peserta iGEM dari Gaston Day
School—stand poster mereka di depan stand kami—membantu memasangkan
posternya. “Thank you very much,” ucap
saya sambil tersenyum.
Usai memasang poster, kami
bergegas menuju ruang 304 untuk latihan presentasi. Ruangannya cukup besar,
dilengkapi satu screen besar di depan
ruangan. Kami pun memulai sesi latihan. Saat tiba giliran saya, entah kenapa
saya jadi agak blank. Kalimat yang
saya lontarkan jadi terbata-bata, bahkan ada beberapa bagian yang miss. Gee, I’m nervous! Saat kami latihan, cukup banyak anggota tim lain
yang melihat sesi latihan kami. Agaknya ini semakin menambah rasa gugup saya.
Suasana Registrasi |
ID Card! |
Masangin poster Sumbawagen |
Dibantuin anak Gaston Day School |
Poster Sumbawagen |
Diskusi sebelum latihan presentasi |
Latihan presentasi |
Bertemu
Saudara Muslim
Usai sesi latihan, kami pun
pindah ke quite room untuk shalat
Ashar. Sayangnya, ruangan ini juga digunakan tim lain untuk latihan presentasi.
Dihimpit waktu Ashar yang semakin menipis, saya mengajak rombongan tim untuk
shalat di salah satu sudut lorong. Di posisi inilah saya merasakan tantangan
menjadi kaum minoritas yang kesulitan menemukan tempat ibadah. Saya jadi
membayangkan bagaimana rasanya teman-teman saya yang non muslim hidup di
tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Butuh sebuah
kekuatan mental untuk berani tampil berbeda dari kebanyakan orang di sekitar
kita. Alhamdulillah, saya merasa sangat bangga menjadi seorang muslim saat saya
berdiri di sini, di tanah pelarian yang mayoritas penduduknya bukan pemeluk agama
Islam. Ini adalah pengalaman baru bagi saya, ketika untuk pertama kalinya dalam
19 tahun, saya berada di luar ‘comfort
zone’ saya sebagai seorang muslim.
Usai shalat Ashar jama’ Dzuhur,
tak lama kemudian kami kembali bangkit melaksanakan ibadah shalat Maghrib jama’
Isya. Di sinilah tantangan itu muncul. Banyak orang berlalu lalang di lorong.
Kami pun pindah ke sebuah ruangan yang tampaknya jarang dilalui orang—meskipun
ada sebuah lift di dalamnya, tapi
kami yakin jarang orang melewatinya. Namun tepat usai salam, pintu lift seketika terbuka. Kami pun serentak
menarik jaket yang kami jadikan sajadah. Huft... ternyata mencari tempat shalat
bukan perkara mudah di sini.
Usai shalat, kami berpapasan
dengan tim dari Turki, yang ternyata sedang mencari tempat shalat juga.
“Tadinya kami ingin menggunakan quite
room, tapi ternyata ada orang lain di sana,” ujar salah seorang anggota.
Saya dan Mbak Sausan mencoba membantu saudara muslim kami, dan saya berhasil
menemukan sebuah ruang kosong yang tidak digunakan, di bagian pojokannya ada
beberapa meja yang dipenuhi perkakas konsumsi dan deretan kursi. “You can use this room to pray,” ucap
saya sambil menunjukkan ruangannya. Senang sekali bisa membantu sesama saudara
muslim di saat kami menjadi minoritas. Pernyataan ‘Sesama umat muslim itu
bersaudara’ ternyata benar adanya.
Tidak hanya muslim dari Turki,
kami juga bertemu dengan Mr. Ali, seorang housekeeper
di Sheraton asal Maroko. Kami bertemu Mr. Ali di lift hotel. “Senang bertemu sesama muslim di sini. Kalau ada hal
yang kalian butuhkan, jangan segan-segan mencari saya,” ujar beliau sebelum
keluar dari lift.
Terakhir, saat hendak pulang
menggunakan subway, kami kembali
bertemu dengan muslim dari Somalia. Subhanallah, ada kebahagiaan tersendiri
ketika bertemu muslim di Amerika. Ini menunjukkan bahwa keberadaan umat Islam
telah diterima di tengah masyarakat. Ini menjadi pengalaman yang sangat
berharga bagi saya. Dalam kondisi seperti inilah keimanan kita diuji, apakah
kita sanggup untuk tetap menjalankan syariat agama di tengah kehidupan
masyarakat non muslim yang serba bebas—entah berpakaian, mengkonsumsi makanan
dan minuman, pergaulan, pola pikir, dan sebagainya.
Nah, itu dia kesibukan tim Sumbawagen hari ini. Besok pasti akan lebih seru lagi! Pantengin blog Sumbawa Dream terus yaaa!!! :D
Hebat fahmi... jangan berhenti menulis kalau mau teecatat dlm sejarah maka menulislah
BalasHapusAlhamdulillah Pak, makasih banyak untuk masukannya
HapusAsik sob ^_^. teruslah membiri inspirasi untuk yang lain, dan membuat harum nama UTS.
BalasHapusAlhamdulillah, kalian juga semangat ya!!! :)
Hapus