Link

Rabu, 29 Oktober 2014

SUJUD SYUKUR DI LANGIT OBAMA (4)

Dear Dreamers!

Apa kabar??!! Sudah baca cerita saya sebelumnya kan??? Hmm...kali ini ada satu kisah menarik yang saya dapatkan dari seorang mahasiswa Indonesia yang kuliah di MIT (kampus impian saya!). Penasaran ceritanya seperti apa??? Yuk, ikut saya!

29 Oktober 2014: A short story from Mas Putro

Pukul 06.15 saya terbangun. Tidur malam ini cukup nyenyak. Ternyata Azhar sudah bangun lebih dulu. Saya bergegas shalat subuh dan melanjutkan pekerjaan saya. Tak lama kemudian Mas Putro bangun—kami tidur di kamar Mas Putro.

“Lapar?” tanya Mas Putro usai menunaikan shalat subuh. Saya mengangguk sambil tersenyum lebar.
“Saya nggak bisa basa basi, jadi kalau perlu apa-apa langsung bilang aja,” ujar Mas Putro sambil mengajak kami ke dapur.

Sebuah dapur kecil dengan isi yang sangat penuh. Berbagai bumbu dapur, teh, susu, beras, dan yang lainnya tersimpan rapi di rak dapur. Kulkas dipenuhi aneka makanan, minuman, dan buah-buahan. Meja makan tak kalah ramainya. Pisang, apel, jeruk, dan sebotol madu Turki berjejalan minta disantap. “Ini semuanya disiapkan atau beli sendiri, Mas?” saya tak tahan untuk tidak bertanya.
“Disiapkan,” ujar Mas Putro singkat.

Kami lalu disajikan empat potongan besar pizza—yang dihangatkan di microwave dulu—dan teh herbal rasa Blueberry untuk sarapan. Tak lupa sebotol sambal menemani sarapan kami.

Sambil menikmati sarapan kecil ini, saya banyak bertanya ke Mas Putro tentang kehidupannya sebagai mahasiswa MIT. Mas Putro saat ini sedang melanjutkan studi S-3 dengan konsentrasi studi Perpindahan Panas. Beliau sudah kuliah di sini sejak S-2, sementara studi S-1 beliau selesaikan di ITB. Beliau bercerita mengenai bagaimana perjalanan beliau hingga bisa sekolah di MIT.

Mas Putro bercerita bahwa dulunya beliau mendaftar di 5 universitas, termasuk MIT. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain IPK, skor TOEFL dan GPA. Namun yang wajib dimiliki jika ingin melanjutkan studi di sana adalah motivasi yang kuat untuk menerapkan ilmu yang kita dapatkan di Indonesia. “Mereka senang dengan orang yang studinya itu dapat diterapkan di negaranya.”

Dalam sistem pendidikan di Amerika, kalau ingin mendaftar studi Pascasarjana langsung mendaftar online di website kampusnya, kemudian mengisi dokumen persyaratan yang diminta. Setelah itu, pihak universitas akan menilai dokumen kita sesuai kualifikasi. Setelah kita lulus penilaian, barulah pihak universitas akan membicarakan mengenai biaya studi. “Jadi, hampir semua mahasiswa di sini mendapat beasiswa,” ujar Mas Putro.

Beasiswanya sendiri ada berbagai macam, misalnya dari Fulbright (kerjasama pemerintah Indonesia-Amerika), atau melalui internship research. “Kalau melalui internship, kita akan diberi beasiswa oleh professor pembimbing. Mereka ‘kan ada project tuh. Nah, project itu akan diajukan proposal risetnya ke universitas, dan jika lolos akan ada dana yang diberikan. Beasiswa kita sudah termasuk dalam dana tersebut, dihitung sebagai gaji. Jadi nanti professor itu sebarin email ke mahasiswa, ‘saya ada project nih, siapa yang berminat silahkan gabung’. Nah, kita bisa gabung di risetnya kalau memang sesuai minat kita. Bilang aja kita punya minat yang sama dengan bidang riset beliau, selanjutnya professor itu akan mengurus beasiswa internship research kita,” lanjut Mas Putro.

“Dalam riset itu tidak melulu soal kepintaran. Ini nggak seperti dosen yang ngasih soal ke mahasiswa. Tapi diutamakan sikap dan etos kerja. Karena itu, sejak sekarang kalian mulai cari kira-kira bidang apa yang kalian sukai, kemudian arahkan penelitian kalian ke topik itu. Kalau bisa cari-cari aja dosen yang sedang ada riset, minta supaya kalian bisa diikutkan ke dalam risetnya. Kemudian coba dipublikasikan. Itu akan menjadi nilai plus untuk mendapat beasiswa di Amerika. Nggak peduli jurnalnya apa, yang penting coba nulis dulu.”

Di tengah perbincangan, saya dan Azhar berkenalan dengan Mr. Hug dan Mr. Diego, roommate-nya Mas Putro. Saya hanya berbicara singkat dengan mereka. Hmm, menurut saya mereka orang yang ramah, hanya saja saya masih agak ragu untuk bicara banyak—besok-besok harus berani!

Well, hari ini saya mendapat satu suntikan motivasi lagi. Ya, saya memang punya cita-cita untuk melanjutkan studi saya di sini, entah MIT, Harvard, atau Stanford. Setidaknya mulai saat ini saya sudah harus mencicil apa saja yang harus saya persiapkan untuk meraih mimpi saya suatu hari nanti. Makasih Mas Putro...

Oke Dreamers, itu dia cerita saya hari ini. Apa yang akan kami lakukan besok? Keseruan apa yang akan kami hadapi??? Pantengin terus blog Sumbawa Dream yaa!!! See you tomorrow!!!

Sarapan di MIT Housing bareng Azhar
Pemandangan dari housing

Nah, seperti inilah suasananya
Makan malam di rumah Pak Sukidi :D
Latihan presentasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar