Link

Selasa, 28 Oktober 2014

SUJUD SYUKUR DI LANGIT OBAMA (3)

Dear Dreamers!

Hari ini saya melanjutkan perjalanan dari Newark ke Boston. Seperti apa sih keseruannya?? Let's check it out!

28 Oktober 2014: Goes to Boston

Pukul 05.00, kami menuju stasiun amtrak menggunakan airtrain. Kami meninggalkan bandara menuju Boston pukul 06.16. Kereta amtrak agak mirip dengan kereta eksekutif yang pernah saya naiki di stasiun Gambir, hanya saja tampilannya lebih elegan, rapi, dan sangat tenang. Perjalanan selama 5 jam kami lewati dengan mengamati panorama di sepanjang perjalanan, dan tak lupa ibadah shalat Subuh. Pemandangan di luar cukup beragam: deretan pohon Mapel, danau, sungai dengan yacth berderet di tepinya, sekelompok orang yang sedang bermain kano, serta deretan perumahan minimalis khas Amerika. Satu hal yang mengganjal di mata saya: tidak ada satupun sepeda motor melintas.

Stasiun kereta

Sunrise!
Salah satu pemandangan yang tertangkap di perjalanan
Puas menikmati panorama Amerika, saya terlelap di kursi amtrak. Hmm...saya tidak tahu, apakah cuaca dingin memang sangat provokatif untuk membuat saya terlelap, namun demikianlah adanya.
Pukul 11.16 kami tiba di stasiun South Boston. Udara dingin kembali menyeruak, membuat saya sedikit menggigil. Langkah orang-orang di sekeliling kami sangat cepat, entah dikejar waktu ataukah berusaha menepis dinginnya udara Boston.

Suasana di dalam Amtrak
Tak lama menunggu di dalam stasiun, Pak Sukidi dan rombongan yang tiba lebih dulu di Boston menyambut kami. Kami kemudian menaiki subway menuju ke Harvard Square. Stasiun di sini sangat padat, namun tetap rapi dan bersih. Orang-orang berlalu lalang dengan cepat, sedikit memaksa saya untuk melangkah cepat juga.


Stasiun kereta Boston
Keluar dari stasiun subway, saya langsung berhadapan dengan gedung-gedung Harvard University. Subhanallah, saya tertegun sejenak. That’s my dream! Harvard adalah salah satu kampus impian saya, dan kini Allah menghadapkan saya pada impian tersebut—berkunjung pun tetap termasuk suatu impian, bukan?

Rasa syukur tiada henti terucap dalam setiap langkah saya menapaki salah satu kampus terbaik dunia ini. Mahasiswa berlalu lalang dengan serentetan kesibukan yang tidak saya pahami. Daun-daun Mapel mulai menguning, ada juga yang telah memerah dan berguguran. Langkah kami terhenti di hadapan patung John Harvard, orang yang paling berjasa terhadap berdirinya Harvard University. Kami pun bergantian mengabadikan diri bersebelahan dengan sang penemu. Ada sebuah mitos yang mengatakan, jika befoto di patung ini, kita akan kembali ke Amerika. Saya tidak tau apakah ini benar adanya, namun saya mengamininya dalam hati. Dan entah mengapa tekad untuk kembali ke sini suatu hari nanti tiba-tiba kian membuncah.

Foto di stasiun bareng Adel dan Indah
Harvard!!!



Foto bersama patung John Harvard

Salah satu sudut Harvard University
Foto bersama di patung John Harvard
Usai berkunjung ke Harvard, kami melanjutkan perjalanan ke Webster Ave, lokasi apartemen Pak Sukidi. Kami bertemu Ibu Uum, istri Pak Sukidi, yang sedang menyiapkan makan siang. Santap siang hari ini sangat spesial rasanya. Ada tempe goreng tepung dan opor ayam. Menikmatinya di Amerika dan dalam cuaca dingin membuat hidangan ini terasa begitu nikmat.

Usai beristirahat sejenak, kami bergegas ke Harvard School of Law, sekitar pukul 16.30, menggunakan bus umum. Menggunakan bus ini, kami mengandalkan Charlie card yang bisa digunakan untuk mengakses bus ke berbagai stasiun. Sesampainya di sana, kami berhadapan dengan gedung bergaya klasik, taman yang luas, bangku-bangku taman, dan beberapa ekor tupai.

Bus umum dengan fasilitas Charlie card

Di daerah Somerville
Kami berkeliling beberapa gedung, di antaranya Science Center dan Student Center. Menurut saya fasilitas di sini sangat berkelas, dengan mahasiswa yang tentu saja berkelas pula. Segala kebutuhan mahasiswa, seperti buku-buku referensi dan aneka jenis makanan dan minuman tersedia lengkap. Kami pun memutuskan untuk berdiskusi di bangku taman yang menghadap student center.

Saya bergabung dengan Mbak Maya, Cindy, Azhar, dan Indah untuk membahas slide presentasi, sementara yang lainnya membahas poster. Di saat kami tengah berdiskusi, saya melihat dua orang mahasiswa asing sedang melihat ke arah kami dari jendela asramanya di lantai empat. Mereka terlihat tersenyum sembari tertawa kecil, entah apa maksudnya. Mungkin mereka merasa heran dengan kami, berdiskusi di taman dengan cuaca dingin seperti ini. Entahlah.


Gedung Harvard School of  Law
Diskusi di salah satu sudut taman
Mading di Science Center

Pukul 18.30, kami mengakhiri diskusi dan hendak kembali ke rumah Pak Sukidi. Sayangnya, cuaca kian menusuk kulit. Sarung tangan, jaket, dan syal yang saya kerahkan untuk menghalau dingin tak sanggup lagi membuat saya nyaman. Tubuh saya kian membeku. Kantuk pun menyerang dengan hebat. Tak pelak, saya sempat tertidur di tepi jalan sembari menunggu bus. Beberapa saat kemudian, bus datang. Sayangnya, penumpang nyaris penuh. Hanya Yuli, Rian, Azhar, Adel, dan Cindy yang berhasil masuk.

Kami bertujuh kemudian berkeliling komplek Harvard sembari menunggu bus berikutnya yang akan datang 15 menit lagi. Bus datang, namun kami masih jauh dari pemberhentian. Kami pun harus berlari untuk mengejar bus. Kali ini bus kosong, namun Mbak Sausan ragu untuk naik, karena tulisan tujuan bus berbeda dengan yang Pak Sukidi beritahukan. Kembali kami berpisah, tersisa saya, Mbak Sausan, dan Indah di perempatan jalan.

Kami pun memutuskan berjalan menuju Webster Ave. Di tengah perjalanan, kami membeli beberapa kue dan es krim di sebuah toko kelontong. Es krim di tengah cuaca dingin? Why not!

Kami pun menikmati belanjaan seharga 12 dollar sambil berjalan menuju Webster Ave. Namun di tengah perjalanan, kami merasa ragu dengan perjalanan kami. Saya pun menanyakan kepada dua orang wanita yang berdiri di sebelah kami. Sayangnya, mereka pun tidak tau. “It is out of this town,” ucapnya.

Akhirnya kami berdiri di perempatan jalan sambil melihat busa yang melintas, memastikan apakah kami berdiri di jalur bus 86—jalur menuju Webster Ave. Alhamdulillah, bus 86 melintas, artinya kami tidak salah jalan. Beberapa saat kemudian Mbak Sausan menelepon Pak Sukidi untuk memastikan keberadaan kami. Ternyata personel yang lain telah tiba di apartemen. Kami pun segera naik bus menuju Webster Ave.

Sesampainya di apartemen, kami menikmati santap malam ditemani sambal terasi! Ada cerita lucu terkait sambal ini. Jadi, saat cek barang di Newark, koper saya dan Cindy terdeteksi membawa benda mencurigakan. Koper kami berdua hendak dibongkar, namun hanya tas saya yang dibuka. Petugas tersebut menemukan madu sachet di koper saya. Petugas pun merasa yakin bahwa barang yang kami bawa hanya madu. Saat tiba di rumah Pak Sukidi, kami baru sadar bahwa ada sambal terasi terselip di koper Cindy.

Makan sambal di Amerika rasanya jadi lebih pedas. Mungkin karena cuaca dingin, rasa sambal jadi lebih ‘nendang’. Usai makan malam, Pak Sukidi mengantar saya dan Azhar ke dorm mahasiswa MIT, sementara Rian, Fajri, dan Bang Jen diantar ke dorm mahasiswa Harvard. Kami diinapkan di tempat lain karena rumah Pak Sukidi tidak cukup untuk menampung kami semua.

Sesampainya di dorm mahasiswa MIT, Pak Sukidi mengenalkan saya dengan Mas Putro, teman baik beliau. Saya dan Azhar menginap di dorm Mas Putro di lantai 5. Beliau tidak tinggal sendiri, ada dua orang roommate yang tinggal bersama Mas Putro. Sayangnya, kami tidak bertemu mereka. Malam itu Azhar langsung istirahat, sementara saya membuka internet sejenak melihat kabar terbaru. Internet di sini sangat cepat. Berharap internet di UTS juga bisa sebaik ini. Saya mengakhiri petualangan hari ini pukul 23.00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar