Link

Senin, 15 Desember 2014

Visa Jepang: Travelling 'dadakan' ke Bali (1)

Dear Dreamers!

Apa kabar? Hari ini saya mau cerita tentang pengalaman saya selama mengurus visa ke Jepang. Penasaran seperti apa? Yuk ikut saya! :D

Seperti yang sudah Dreamers tahu, Januari tahun depan saya akan berangkat magang riset ke Tsukuba, Jepang. Selain menyiapkan perbekalan untuk riset, ada beberapa hal di luar itu yang harus saya tangani, salah satunya adalah visa.

Bisa dibilang visa adalah hal vital bagi seseorang untuk bisa menjelajah negara lain. Nah, untuk mengurus visa ke Jepang, kita harus datang langsung ke Kantor Kedutaan atau Konsulat Jenderal di regional masing-masing, kemudian mengisi formulir permohonan visa dilengkapi dokumen-dokumen pendukung yang disesuaikan dengan jenis visa yang akan diajukan.


Untuk wilayah kerja Konsulat bisa lihat di alamat ini.

Nah, masalahnya adalah, saya tidak bisa memastikan jenis visa saya. Saya memang tujuannya untuk studi, tapi bukan studi pascasarjana, sekolah bahasa, dsb. Akhirnya saya menelepon pihak Konjen (singkatan Konsulat Jenderal) Denpasar perihal visa saya. Akhirnya saya mendapat satu titik cerah, hehehe. Jadi dokumen yang perlu saya siapkan adalah: paspor, formulir pengajuan visa (download di sini), pasfoto 4,5 cm x 4,5 cm (tanpa latar/putih, bukan editan, dan maksimal 3 bulan terakhir), KTP dan Kartu Keluarga (asli dan fotokopi), fotokopi Kartu Mahasiswa (jika masih mahasiswa), surat keterangan mahasiswa, dan booking tiket pesawat PP (boleh fotocopy). Selain itu, ada lagi dokumen dari pihak pengundang di Jepang, yaitu surat undangan ke Jepang, surat jaminan, serta rencana kegiatan. Menurut beberapa informasi di website Konjen, semua data harus disusun sesuai urutan. Nah, berhubung saya tidak tau susunannya (dan lupa menanyakan ke Konjen), akhirnya saya menyususnnya seperti ini:

1. Paspor
2. Formulir + foto
3. KTP (asli dan fotokopi)
4. Kartu Keluarga (asli dan fotokopi)
5. Fotokopi kartu mahasiswa
6. Surat Keterangan Mahasiswa yang ditandatangani Ketua Prodi
7. Surat Undangan
8. Surat jaminan
9. Rencana kegiatan
10. Fotokopi booking tiket pesawat PP (Jakarta-Tokyo)

Usai menyiapkan, semua dokumen, saya pun meluncur ke Denpasar.

6 Desember 2014: (Nyaris Nggak) Berangkat!

Saat tengah sibuk beres-beres barang usai shalat maghrib, sebuah sms meluncur ke hp saya. "Selamat malam. Ini benar dengan sdr. Fahmi? Mohon maaf Mas, kami ingin memberitahu kalau malam ini travel kami tidak jadi berangkat..."

Jedeerrrr!!! Sekonyong-konyong saya mencari Bapak untuk menelepon pihak bus travel. Ternyata mereka tidak jadi berangkat karena penumpang terlalu sedikit. Buru-buru kami mencari nomor telepon agen travel lain, dan Alhamdulillah masih ada kursi yang kosong *sujud syukur. Bayangkan saja kalau malam itu tidak jadi berangkat, tiket pesawat PP Lombok-Bali bakal hangus seketika!

Hujan mengiringi keberangkatan saya, sekitar pukul 21.30. Perjalanan malam itu terasa berat bagi saya. Bukan karena meninggalkan keluarga atau tugas-tugas kuliah yang kian menggunung, tapi karena mata saya rasanya berat sekali untuk dibuka, hehehe.

Saya tertidur pulas (atau bahkan terlalu pulas) di atas travel, sampai kemudian saya mendengar sayup-sayup suara memanggil saya. Saat saya membuka mata, ternyata Pak Supir sedang membangunkan saya. Saya pun menoleh, dan tinggal saya seorang di dalam bus. Saya terkekeh pelan sambil membereskan barang-barang saya lalu naik ke atas kapal. Maaf ya Pak :D

Perjalanan di atas kapal malam ini cukup horor. Ombak cukup besar disertai angin yang berhembus kencang menghantam kapal feri yang tidak terlalu besar. Saya yang sedang meringkuk di kursi penumpang merasa seperti diayun di sebuah ayunan raksasa. Sebenarnya saya agak panik sih, rapalan doa tak henti terucap. Namun apa dikata, mata saya terlalu berat diajak kompromi. Akhirnya, ombak yang keras menjadi dongeng pengantar tidur saya malam itu. Dan lagi, seseorang memanggil saya, kali ini disertai tepukan di bahu. "Mas, kapalnya sudah sampai," ucap seorang awak kapal. Buru-buru saya turun setelah melihat kapal yang hampir kosong.

7 Desember 2014: Bali for The First Time

Perjanalan kembali berlanjut di atas travel. Saya kembali tertidur pulas, dan seperti dugaan Dreamers semuanya, akhirnya saya hattrick dipanggil-panggil petugas transportasi karena kendaraan sudah sampai tujuan. Masih setengah mengantuk, akhirnya saya naik ojek ke pol bus Damri. Apakah kali ini saya tertidur? Tentu tidak, hihihi ;D

Saat tiba di sana, ada bus ke bandara yang baru saja tiba. Saya segera mengambil barang dan naik ke bus, meskipun waktu baru menunjukkan pukul 03.40 (pesawat saya baru berangkat pukul 07.15). Dan untuk keempat kalinya saya ketiduran. Namun kali ini, saya dibangunkan kegaduhan penumpang yang turun dari bus.

Usai check in dan sebagainya, pukul 07.15, pesawat Wings Air membawa saya terbang menuju Bandara Ngurah Rai, Denpasar.

Pukul 07.40, pesawat kami  mendarat dengan mulus di landasan bandara. Saya terkesan dengan desain arsitektur bandara yang kental dengan motif etnik khas Bali dan dipadukan dengan gaya modern.

Selanjutnya saya mencari-cari informasi lokasi Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di bandara. Selain mengurus visa, kedatangan saya ke Denpasar juga untuk mendapat vaksin Influenza, kaitannya untuk mengantisipasi cuaca ekstrim di musim dingin yang akan saya hadapi selama di Jepang nanti. Dari informasi petugas bandara, saya keluar dari terminal domestik menuju terminal internasional. Wuih, jauh juga ternyata! Tapi saya sangat suka dengan arsitektur bandara ini. Sangat memikat.

Tiba di terminal internasional, saya kembali menanyakan ke petugas, kemudian saya dibawa menuju ke bagian keberangkatan internasional. Saat saya meminta vaksinasi, petugas yang saya temui mengatakan bahwa tempat vaksinasi bukan di sini. "Vaksinasinya bukan di sini. Kantornya ada di luar bandara, kira-kira lima menit dari pintu keluar. Nanti adek vaksinnya di sana, tapi hari ini libur. SIlahkan datang besok (Senin), kantornya buka selama hari kerja (Senin-Jumat) pukul 08.00-16.00," staf KKP bandara memberi saya penjelasan.

Baru turun pesawat
Salah satu sudut Bandara Ngurah Rai


Saya pun keluar dari terminal internasional dan menunggu Kadek, teman yang akan menjemput saya di parkir terminal domestik.

Sekitar pukul 09.00, Kadek menjemput saya bersama sepupunya. Sepanjang perjalanan saya sibuk mengamati pemandangan kota Denpasar. Kota ini ramai, dan artistik. Banyak bangunan menarik yang saya temukan sepanjang perjalanan.

Usai menikmati sarapan, Kadek mengajak saya mengelilingi kampus Universitas Udayana, kemudian mengantar saya ke kosan Wahyu, teman saya yang lainnya (sebelum ke Denpasar saya kontak Wahyu dulu untuk membantu saya selama mengurus visa di Denpasar). Jadi, saya mengenal Wahyu dan Kadek saat ikut ekskul drumband di SMP. Kami tetap berkomunikasi sampai kami beranjak menjadi mahasiswa.

Kadek dan Wahyu sama-sama menetap di Bukit Jimbaran, sekitar 45 menit dari Denpasar. Dari Kadek dan Yuge (sepupu Kadek yang ikut menjemput saya), saya baru mengetahui bahwa kampus Unud (nama beken Universitas Udayana) memang ada di beberapa lokasi, termasuk di daerah Bukit Jimbaran, tempat mereka sehari-hari ngampus.

Siang itu, Wahyu belum pulang karena ada kegiatan kampus. Saya pun memanfaatkan waktu luang untuk shalat, makan siang, dan istirahat.

Sore harinya, saya dan Kadek berangkat ke Renon, Denpasar untuk melihat lokasi Konjen Jepang sekaligus foto visa. Namun sesampainya di Renon, kami tidak berhasil menemukan satu studio foto pun. Awalnya, saya membayangkan kondisi Renon mirip seperti di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, saat saya mengurus visa ke Amerika dulu—ada beberapa studio foto di sekitar kawasan Kedubes AS.
“Ya udah, Kak, kalo gitu kita foto di studio Fujifilm aja di Nusa Dua. Saya biasa foto di sana,” tawar Kadek akhirnya. Saya pun menyetujui ide tersebut.

Lokasi Nusa Dua sekitar satu jam dari Denpasar. Karena sudah jauh-jauh ke kota, akhirnya sesorean itu saya dan Kadek plesir ke Gramedia mencari beberapa novel pesanan Bu Dwi, lalu hang out ke Galeria Mall dan mencicipi minuman di Chatime, salah satu franchise minuman favorit masyarakat Denpasar.

Jalan Tol Bali-Mandara




Nongkrong di Galeria dengan segelas minuman Chatime
Pukul 20.00, kami tancap gas ke Nusa Dua dan mengurus foto visa saya. Setelah itu, Kadek mengantar saya pulang ke kosan Wahyu.

“Besok ketemu jam 8 ya Kak,” ucap Kadek sebelum pamit.

“Siip, makasih ya,” balas saya kemudian masuk.

Kos ini cukup besar, terdiri dari dua gedung, satu gedung berlantai tiga, dan yang satunya lagi berlantai dua. Kamar Wahyu ada di lantai tiga. Yang paling membuat saya tertantang dengan tempat ini adalah ‘uji nyali’ menghadapi dua ekor anjing penjaga kos ini.

FYI, saya pernah punya pengalaman buruk dikejar anjing saat masih SD dulu, dan membuat saya agak parno dengan hewan satu ini. Satu ekor anjing berjaga di gerbang depan—dan sudah saya lewati—sementara yang satunya lagi sering mangkal di lantai tiga, persis di depan undakan tangga. tak pelak saat berhadapan dengan kedua anjing ini, denyut jantung saya berpacu lebih kencang. Namun, saya mencoba menenangkan diri dan bersikap normal dengan tetap berjalan lurus dengan kepala tegak. Alhasil, kedua anjing ini kerap mengendus saya saat melintas di hadapan mereka, namun setelah itu saya melenggang dengan merdeka. Fyuuuhh!!!

Waktu menunjukkan pukul 21.30 saat saya tiba di kamar Wahyu, dan empunya kos ternyata sudah tiba di rumah.

“Wahyu...! Apa kabar?” saya menyapanya dengan hangat. Sudah cukup lama kami tidak bertemu. Malam itu pun saya banyak berbincang dengan Wahyu tentang banyak hal, sampai waktu menunjukkan pukul 23.30. Kami pun mengakhiri perbincangan dan terlelap dalam mimpi masing-masing.

Lha, mana bagian bikin visanya??? Tenang, ada episode kedua untuk kisah ini, jadi pantengin terus ya... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar