Tokyo, 22 November 2015
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, dapat weekend lagi. Haha. Memang weekend menjadi kata yang paling istimewa dan hal yang
selalu kami tunggu-tunggu :D. Kalau di ingat, dalam minggu ini kami hanya masuk
kantor dua kali, haha. Beruntungnya :D
Setelah puas menanjaki Tsukuba Mountain kemarin, hari ini kami akan
mengelilingi kawasan wisata di Asakusa, Tokyo. Wahhh, asikk :D. Dan untuk kesekian kalinya, kekuatan kaki kami pun
di uji. Ah, sabar.. Tapi tak apa,
karena kami akan menghabiskan waktu di Tokyo sampai besok. Hahhaa..
Hari ini kami pergi bersama kak Norhidayah yang berkebangsaan Malaysia,
sahabat seperjuangan yang kami kenal di NIMS. Dari apartemen – Ninomia House –
kami berjalan menuju Tsukuba Center. Sampai sini, kami pun berpisan dengan Kak
Nur, karena beliau telah punya rencana sendiri untuk mengisi waktunya. Terima kasih kak Nur J. Kami membeli tiket kereta dari
Tsukuba ke Asakusa. Ternyata mahal, hiks
:’(. Kami mengengeluarkan ¥ 1140 untuk membeli tiket kereta Tsukuba Ekspress
dari Tsukuba ke Asakusa, sekitar Rp. 140.000 dalam mata uang Indonesia. Memang
benar, transportasi di Jepang memang mahal. Tapi hal ini setara dengan
fasilitas yang mereka sediakan. Iya sih,
kalau dipikir-pikir, hehe. Kereta melaju sangat cepat. Sekitar satu jam di
dalam kereta, kamu pun sampai di stasiun Asakusa. Didalam kereta sangat nyama.
Bersih, rapi, dan ada penghangatnya pula.
Antrian penumpang kereta api |
Memang butuh perjuangan untuk sampai kesini, karena kami harus turun di
stasiun Kita-senju, kemudian pindah ke kereta yang meluncur ke Asakusa. Beberapa
kali kami bertanya kepada orang-orang yang lalu-lalang di depan kami. Yah,
lagi-lagi masalah bahasa menghambat komunikasi kami. Terpaksa, bahasa tarzan
yang bermain. Haha. Ini karena
pertama kalinya untuk kami, makanya kami masih sulit beradaptasi dan memahami
bagiamana seluk-beluk transportasi di Jepang. Tapi untungnya semua jadwal
maupun lajur kereta terpampang dengan jelas di setiap stasiun.
Disini sedikit berbeda dengan stasiun kereta yang pernah kami singgahi
di Indonesia. Di samping rel intasan kereta, sudah ada garis antrian yang
menandakan bahwa pintu kereta akan berhenti tepat di depan garis tersebut. Ada
juga tanda panah di sampingnya yang mengarahkan penumpang harus masuk melalui
pintu yang mana. Jadi, para penumpang akan berbaris dengan rapi dan tertib.
Wah, ini adalah pemandangan yang tidak pernah saya jumpai sebelumnya. Saya
berharap, suatu saat negara kesayangan saya akan mampu menerapkan sistem yang
seperti ini, sehingga beberapa kecelakaaan kecil di stasiun dapat dihindarai.
Petualangan hari ini tidak hanya untuk kami berdua, melainkan
petualangan beberapa muslimah Indonesia yang ada di Jepang, salah satunya dosen
kami tercinta, Bu Dwi. Beliaulah yang mengajak kami jalan-jalan atas permintaan
dari pembimbing kami, Dr. Yamazaki. Kiranya beliau khawatir akan kami berdua
dalam beberapa hari libur ini, sehingga beliau meminta bu Dwi untuk menemani
kami. Yaampun, baik bangettt.
Kami sampai di terminal A2, di satsiun Asakusa tempat kami memadu janji
dengan bu Dwi. Asek, haha. Kami tiba
sekitar pukul 09.30 pagi waktu Jepang. Ah, kami tidak dapat berkomunikasi
dengan bu Dwi. Kami pun menunggu berjam-jam lamanya seperti anak hilang di
depan stasiun. Bu Dwi, where are you? Kami hanya melihat kerumunan orang yang
berlalu-lalang di depan kami, dan sesekali melirik kami. Ah, indah sama Cindy fansnya banyak euy, wkwkwk. Kami pun lelah
dengan semua ini! Asekk, haha.
Akhirnya kami berinisiatif untuk meminjam handphone dari seorang ibu yang
berdiri di hadapan kami. Ia bersama suami dan anak-anaknya membawa koper dan
mendorong kereta bayi. Akhirnya kami pun memberanikan diri untuk meminjam
handphone mereka. Yah, kami di tolak. Hiksss.
Sang ayah berkata bahwa mereka sebentar lagi akan pergi. Dan mereka pun
langsung meninggalkan kami. Aih, kesepak
gerup. Saya dan Cindy pun saling melirik dengan wajah pasrah. Tetapi
beberapa menit kemudian sang ayah yang tadi kembali menghampiri kami. Ia
menanyakan berapa lama kami membutuhkan handphone. Dan kami pun menjawab hanya
sebentar, untuk mengabari dosen kami dimana posisi kami. Ia pun mengerti dan
memberikan password wi-fi handphonenya kepada kami. Alhamdulillah, si bapak sudah dapat hidayah kayaknya :D. Dengan
mata berbinar kami pun mencatat dengan cepat tulisan tersebut. Setelah beberapa
menit, kami pun selesai mengabari bu Dwi via WA mengenai posisi kami. Dan si
bapak pun pergi dengan iringan senyum dan terima kasih dari kami, hehe.
Beberapa menit berlalu, namun bu Dwi tak kunjung datang. Padahal beliau
berkata bahwa beliau akan berjalan menuju tempat kami. Dan bu Dwi tidak salah.
Beliau telah lama pula menunggu kami di stasiun Asakusa. TEPATNYA DI STASIUN
A1. Gubrakkkkkkk. Sebenarnya stasiunnya ada dua jalan keluar,
yang A1 sama A2. Nah, kita nunggu di A2, bu Dwi di A1. Ya mana bias
ketemuuuuuuuu…
Tapi endingnya ketemu
sih, hehe. Saya
memang sempat berpikir demikian. Oleh sebab itu saya menyiagakan mata untuk
melihat kesekeliling. Ternyata, di sebrang jalan sana saya melihat dua sosok
wanita berjilbab. Spontan saya memanggil Cindy untuk ikut menyaksikan peristiwa
penting ini. Hahah, edisi termehek-mehek
nih kayaknya :D
Temu Kangen Dosen
Tersayang
Alhamdulillah, akhirnya bertemu bu Dwi juga. Edisi jadi anak hilang berakhir, jreengg jerenngg. Saya pun
langsung memeluk beliau. Saking rindunya,
hehe. Bu Dwi tengah menempuh S3 di Tokyo, tepatnya di Tokyo University of
Agricultre and Technology (TUAT). Ini adalah bulan kedelapan beliau menjadi
penduduk Tokyo. Beliau mengajak temannya yang bernama Mba Atik, yang bisa
dibilang guide terbaik beliau. Mba
Atik lah yang memandu kami untuk berjalan-jalan sambil cuci mata. Hehe. Wah,
kawasan ini sangat padat oleh pengunjung. Jauh sekali dengan Tsukuba yang
hening dan sepi. Saat hari libur memang tempat ini menjadi salah satu tempat
favorit warga Jepang dari berbagai daerah. Tetapi banyak bula turis-turis dari
belahan dunia lainnya yang melancong kesini. Dari Malaysia, Korea, India,
China, Amerika dan Eropa, lengkap disini. Wah
wah, kerennnnn. Readers, kapan kesini? :D
Wisata Kuliner + Cuci
Mata
sebut saja "Becak Raksasa" |
Kami mulai memasuki gang-gang yang di kiri dan kanannya penuh dengan
kedai makanan maupun toko-toko kecil yang menjual beraneka ragam barang. Adapula
semacam kereta yang berlalu-lalang. Kereta ini unik sekali, dan mungkin juga
bukan kereta, hehe. Bingung mau sebut apa
:D. “Alat transportasi” ini seperti becak, dengan dua roda yang sangat besar di
kiri-dan kanannya. Tapi tidak digerakkan dengan sepeda, melainkan ada seorang
yang menariknya. Wahhhhh, sugoiiii.
Kami juga ingin mencoba menaiki kendaraan tersebut. Tapi niat kami urungkan
kembali mengingat hal itu tidak gratis. Hahaha,
maklum anak perantauan, jadi harus hemat :D
Keramaian pengunjung di Kuil/Candi |
Mulailah kami memasuki area percandian, dimana banyak warga Jepang
datang untuk berdoa. Langkah kami terhenti saat bu Dwi memberitahu kami bahwa
aka nada beberapa orang lagi yang akan berkeliling bersama kami. Sembari
menunggu, kami pun membeli roti seharga ¥200. Eh ada diskon, beli 3 dapatnya
¥500. Haha. Wah ramai juga penggemar
roti ini. Rotinya seperti Roti Boy, tapi besarnya setara dengan dua telapak
tangan saya. Kami harus mengantri untuk membelinya. Dan ternyata enakkkk… krenyes-krenyes gimanaaa gitu. Wkwkwk.
Rotinya enak bangettt |
Salah satu yang paling saya sukai dari Jepang, selain kotanya yang
indah, adalah makanannya. Eits, bukan untuk dimakan, tapi untuk dilihat, hehe. Mereka menggoda pelanggan dengan
menata makanan yang mereka buat secantik mungkin. Dengan tatanan yang cantik
dan warna yang menarik, tentulah memberikan nilai tambah tersendiri. Dan saya
sangat suka bagaimana mereka menyajikannya. Meskipun bahan dan rasanya, ah you
know what I mean lah!
Satu yang membuat saya tertarik. TAKOYAKI. Ah, saya pengeeennnn. Akhirnya kami membeli seporsi yang isinya 6
biji, dengan harga ¥ 500. Dan kami di traktir. Ah bu Dwi, sayang pake banget deh sama Ibu :D. Takoyaki ini terbuat
dari adonan tepung yang dibulatkan seperti onde-onde dan isinya adalah potongan
gurita. Ini termasuk makanan halal yang aman dikonsumsi oleh muslim seperti
kami. Tapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, kami pun tidak
menambahkan saus atau apapun, sehingga hanya takoyakinya saja yang kami makan.
Si penjual memasang wajah heran mendengar permintaan kami. Hehehe. Memang takoyaki biasa dimakan dengan berbagai macam topping
dan taburan ikan asap yang diiris setipis mungkin di atasnya. Rasanya enakkkk..
tapi panas banget dalamnya. Ah, ini toh
alasannya orang-orang yang makan takoyaki ngipas-ngipas mulut?! Kirain
kepedisan, hahaaha.
Takoyaki |
Setelah makan dan berkomunikasi dengan teman bu Dwi yang lainnya, kami
pun berencan untuk bertemu di depan candi yang paling besar. Jadi, candi ini
menjadi pusat di kawasan ini. Sedangkan sekelilingnya dipenuhi oleh
pedagang-pedagang yang menjual berbagai macam hal. Kami pun bertemu dengan
mereka. Mereka adalah mba Dila, mba Yuli dan mba Indri. Mereka juga tengah
menempuh pendidikan di Negeri Sakura ini. Masyaallah…
Lengkaplah kami, 7 hijabers yang siap untuk mengelilingi Asakusa. Dari
satu tempat belanja ke tempat lainnya, kami masuki. Hahaha, namanya juga cewe, ya emang suka kalap kalau ketemu yang
beginian :D. Mau ada yang di beli, gak ada yang di beli, pokoknya masuk!
Cuci mata sampai puas pokoknya. Semua barang termasuk aksesoris khas Jepang,
gantungan kunci dan yang lainnya memang bikin ngiler. Gilaaa,,, bagus semua woy! Tapi kalau liat harganya jadi pengen
nangis, hikss. Karena ini tempat
wisata, jadi wajar bila harga-harganya lebih mahal. Untungya saya masih bisa
menahan diri dari semua godaan yang berat ini. Saya hanya membeli sebuah barang
yang memang penting dan sangat saya butuhkan. Barang ini telah saya cari untuk
sekian lama. Barang ini telah saya damba-dambakan. Oh. akhirnya ketemu. Alay banget sih gua, hahaha. Dan itu
adalah PAYUNG LIPAT SEHARGA ¥750. Hahaha,
aduh Indah, malang sekali dirimu. Tapi
emang gitu kenyataannya. Hehe. Dari hari pertama di Jepang, saya dan Cindy
sudah menargetkan untuk membeli paying karena musim hujan telah tiba. Kami sengaja
membeli payung yang bisa di lipat, agar dapat di bawa pulang. Hehe.
Suasana Asakusa di waktu libur |
Setelah berbelanja, berkeliling dan lapar, kami pun pergi ke sebuah
restoran yang menjual makanan halal. Dan di tempat tersebut kami juga bisa
melaksanakan sholat. Alhamdulilah. Kami bertemu dengan beberapa orang Indonesia
juga di tempat itu. Kami pun menunaikan sholat dan makan dengan riang. Yeeeee… ini yang saya tunggu :D
Saya, Cindy, Mba Indri, Mba Yuli, Mba Dila, Mba Dwi dan Mba Atik |
Selepas itu, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Akihabara. Wahhh, memang wanita-wanita tangguh :D. Dari
Asakusa ke Akihabara, kami menggunakan kereta seharga ¥210. Sampai Akihabara,
kami disambut oleh ramainya kendaraan dan orang yang berlalu lalang. Tujuan utama
kami kesini sebenarnya hanya satu: Jalan-jalan! Tapi karena Akihabara
menyediakan banyak hal yang menarik, niat-niat lain pun bermunculan. Hahahha. Mengingat SIM card kami tidak
berfungsi di Negeri Sakura ini, kami pun disarankan untuk membeli SIM card
setempat. Tapi yang hanya dapat digunakan untuk internet saja. Soalnya sistem
di Jepang sangat rumit. Mereka hanya bisa menggunakan satu SIM card atau nomor
handphone seumur hidup. Katanya sih ada
kontraknya gitu. Jauh berbeda dengan Indonesia maupun Sumbawa, yang bisa
berganti-ganti nomor kapanpun.
Kami pun mencoba mencari kartu intenet yang sesuai dengan handphone
kami. Untunglah kami punya mba Atik yang bisa dikatakan sudah ancar berbahasa
Jepang. Beliaulah yang menyampaikan suara hati kami ke mas-mas yang menjadi
staf disini. Heheh. Arigatou mba Atik J. Tapi ternyata tidak ada yang
sesuai untuk kami. Harganya pun bisa dibilang mahal. Kartu internet dengan
kapasitas 2 gigaan bisa menjapai 2 ribuan yen, atau setara dengan dua ratusan
ribu rupiah. Ah…..
Setelah sangat lelah berkeliling, dan mata telah di cuci dengan sangat
bersih, hehe, kami pun memutuskan
untuk pulang. Tapi sebelum itu, kami menyempatkan untuk berfoto di depan AKB48 Café
and Shop untuk dipamerkan kepada Fahmi, mengingat ia adalah fans besarnya
AKB48. Hahahah. Gomenasai Fahmi-san :D
Foto buat Fahmi :D |
Rasa lelah bercampur senang mengiringi perjalanan kami menuju stasiun
kereta. Saya dan Cindy akan menginap di kediaman bu Dwi di Hagashi-koganai,
Tokyo. Oke mba Atik, mba Dila, mba Indri dan mba Yuli. Thanks for today. Terima
kasih atas waktunya. Semoga kapan-kapan bisa jalan-jalan bareng lagi yaa J
Stasiun Akihabara yang ramai |
Saya, Cindy dan bu Dwi pun pulang menaiki kereta seharga ¥470. Sesampainya di stasiun, kami mampir dulu ke super market untuk membeli bahan makanan untuk menyambung kehidupan kami. Hehe. Setelah selesai, kami pun berjalan menuju apartemen bu Dwi. Subhanallah, jauhhh bangeettt bu :’(. Kaki yang sabar yaaa :’)
Setelah berjalan sekitar 20 menitan, kami pun sampai. Ah, Alhamdulillah.
Kami menunaikan sholat, lalu masak, lalu makan, lalu tidur, hehehe. Alhamdulillah untuk hari ini. Terima
kasih ya Rabb J
Ucapan itulan yang kami lantunkan untuk menutup hari yang indah ini. Nah
readers, sekian cerita dari saya dan
Cindy. Semoga bisa menghibur yaaa J
Wassalamualaikum Wr. Wb J
Hahaha, dasar niat sekali sih kalian. Tapi aku udah ke sana juga dong ya, jadi ndak akan baperan :D
BalasHapusNice trip!
hahaha. itu bu dwi punya akal :D
BalasHapusAduh ceritanya sangat menginspirasi sekali untuk saya.saya jadi pengen banget kesana untuk menuntut ilmu di negara sakura.
BalasHapusAlhamdulillah. terimakasih sudah membaca dan berkomentar :)
BalasHapusinsyaallah semoga bisa nyusul yaaa ^^
Nice trip lah ini. Jalan kaki.... :D
BalasHapus