Kamis, 19 November 2015
Touchdown Japan
Pesawat
Vietnam Airlines dengan nomor penerbangan VN300 akhirnya mendarat juga di
Bandara Internasional Narita, Tokyo, Jepang. Pesawat yang kami tumpangi ini
akhirnya mendarat setelah mengudara selama kurang lebih 5 jam 30 menit. Beberapa puluh menit sebelum landing sambil menikmati sajian sarapan
kami juga dapat menikmati keindahan Negeri Sakura ini dari ketinggian. Puncak
Mt. Fuji terlihat jelas dilingkupi salju menjulang di angkasa. Gumpalan awan
yang diseka oleh cahaya matahari pagi nan hangat, hamparan persawahan dan
perumahan serta hutan-hutan dengan warna merah, jingga, hijau, kuning seperti
menyambut ramah kedatangan kami di negeri mereka. Masya Allah, Maha Besar Allah dengan segala keindahan ini.
Alhamdulillah, yey
finally touched down Japan.
Pemandangan dari Atas Awan (kiri), Puncak Gunung Fuji (Kanan)
Kami
tiba di Jepang sekitar pukul 08.00 Japan Time atau Waktu Indonesia Timur.
Pesawat kami take off pukul 00.30
Vietnam Time (Waktu Indonesia Barat). Selama penerbangan saya memilih untuk
tidur dan tidak tertarik sama sekali dengan tawaran hiburan yang disediakan
oleh pesawat besar tersebut. Apalagi dengan suhu pesawat yang dingin membuat
tidur sepertinya akan nyenyak. Hehehe :D
Alhamdulillah wa syukurillah. Masih
seperti mimpi bisa menginjakkan kaki di negeri dengan julukan Negeri Matahari
Terbit ini. Tapi ini bukanlah mimpi, kami benar-benar telah menginjakkan kaki
di negeri yang memiliki bunga terkenalnya. Waahhh, sugoiiiiiiiiiii banget ^_^
Tiba
di Bandara Narita kami harus melalui sejumlah inspeksi imigrasi terlebih
dahulu. Saya dan Indah diberikan 2 form untuk dilengkapi. Form 1 mengenai
barang-barang yang kami bawa, sedangkan form kedua adalah kartu embarkasi untuk
warga negara asing. Setelah melengkapi kedua for tersebut kami diinspeksi oleh
petugas imigrasi. Sidik jari kami di ambil, kemudian kami juga di foto. Awalnya
saya dan Indah sempat takut dengan inspeksi imigrasi di Jepang, karena kami
membawa sejumlah bahan makanan seperti yang saya sebutkan di tulisan “ http://sumbawadream.blogspot.jp/2015/11/sabtu-14-november-2015-hari-ini-menjadi.html ”. Saya
juga masih sedikit trauma dengan inspeksi imigrasi saat ke Boston tahun lalu. Hehehe, saya berhasil “menyelundupkan”
sambal terasi di dalam koper saya tahun lalu. Tapi beruntungnya inspeksi
imigrasi di Jepang tidak terlalu ketat seperti saat kami diinspeksi tahun lalu
di Bandara New Jersey, United State.
Narita International Airport (Tokyo) |
Setelah
menyelesaikan urusan imigrasi kami berdua segera mengambil koper dan segera
pergi untuk mencari tiket dari Bandara Narita ke Tsukuba (kota tempat kami
menimba ilmu selama 3 bulan). Berdasarkan arahan Amy-san—sekretaris Dr.
Yamazaki, counter tempat penjualan
tiket bus berada di dalam bandara, tidak jauh dari pintu keluar North Wings
Terminal 2 bandara Narita. Saya pun memesan tiket untuk kami berdua. Harga
tiketnya adalah ¥2.000 (yen) atau setara dengan Rp. 245.000,00. Bus yang akan
membawa kami ke kota perantauan di Jepang (Red: Tsukuba) tersebut akan
berangkat pukul 09.40 a.m, sementara waktu baru menunjukkan pukul 08.54 a.m.
sekitar 50 menit lagi bus baru berangkat.
Saya
dan Indah kemudian membawa barang bawaan kami menuju tempat pemberhentian bus. Aaah,,
dingin sekali pemirsa, suhu terpampang nyata 13.9-14 derajat celcius. Beda
sekali dengan suhu Indonesia, apalagi Sumbawa di siang hari mencapai 35oC.
Suhu yang menyambut kami di Jepang |
Sembari
menunggu saya dan Indah kemudian berfoto-foto. Hehehe, #biasa mengabadikan
momen setiap saat. :D Saya juga menyempatkan untuk mencari koneksi wi-fi untuk memberitahu Dr. Yamazaki
bahwa kami sudah tiba di Narita. Ternyata, tidak beberapa lama, email yang saya
kirim mendapatkan balasan. Dr. Yamazaki mengatakan bahwa akan menjemput kami di
Tsukuba Center pukul 10.50 (perjalanan ke Tsukuba membutuhkan waktu sekitar 70
menit).
Tempat Pemberhentian Bus |
Saat tengah asyik berfoto, muncul seorang
bapak-bapak kemudian menyapa kami berdua dan mengajak berfoto.
“Orang Indonesia ya? Ayo foto bareng, nama saya Dani.”
Kaget juga tiba-tiba di ajak berfoto. Hihihi.
Tawaran menggiurkan, capcus keluarkan tongkat narsis (tongsis) dan jepret,
jepret. Hehehe :D
Dari kiri ke Kanan (Teman Pak Dani-Orang Jepang, Pak Dani, Cindy, Indah) |
Touch down Tsukuba
Jepang
benar-benar negara yang disiplin terhadap waktu. Pukul 09.38 bus yang akan
mengantarkan kami ke Tsukuba sudah terlihat dan kemudian berhenti di tempat
pemberhentian. Pukul 09.40 bus meninggalkan Bandara Narita. Saya dan Indah
sedikit kaget karena ternyata di dalam bus besar tersebut (seperti bus
pariwisata di Indonesia agak sedikit kecil) hanya ada kami berdua dan supir bus
yang berpakaian sangat rapi dengan jas hitamnya. Saya perhatikan juga semua
supir baik itu bus, taxi, dan kendaraan umum lainnya sepanjang perjalanan juga
berpakaian sangat rapi. Dengan setelan jas hitam dan topi, kemudian sarung
tangan berwarna putih. Sangat kece (y) (y).
Suasana Bus yang kami tumpangi |
Saya
dan Indah menikmati perjalanan “eksklusif” ini. Serasa bus tersebut hanya milik
kami berdua, kemudian memandang hamparan daun warna-warni yang berderet di
sepanjang jalan. Subhanallah, sangat indah. Decak kagum kami tidak berhenti
sepanjang perjalanan, rasanya tidak ingin melewatkan indahnya panorama
tersebut. Tapi lamanya perjalanan membuat saya mengantuk dan sempat tertidur
juga beberapa saat. Bus yang kami tumpangi tiba di Tsukuba lebih cepat, sekitar
pukul 10.40 a.m.
Perjalanan dari Bandara Internasional Narita-Tokyo menuju Tsukuba
Sekitar
pukul 10.00 a.m Dr. Yamazaki menghampiri saya yang tengah menjaga barang bawaan
di Tsukuba Center, sementara Indah ke toilet. Saya tidak menyangka Dr. Yamazaki
masih mengenali saya sejak pertemuan pertama dua tahun lalu di Sumbawa kami
tidak pernah bertemu lagi. Beliau mengatakan maaf karena telat, wah kami jadi
tidak enak kerena merepotkan beliau. Apalagi saat beliau membantu membawa koper
besar milik saya. Gomenasai Yamazaki-san,
okakesimashita (maaf Yamazaki, saya merepotkan).
Perkenalan @NIMS
Dari
Tsukuba Center, Dr. Yamazaki mengajak kami berkunjung ke NIMS (National Institute for Material Science). Wah
bangunan NIMS sangat besar dan luas, bagaimana tidak ada sekitar 1000 lebih researcher (peneliti) dari beberapa
negara di dunia ini. Dr. Yamazaki
juga mengajak kami ke ruangan kantor yang akan saya tempati bersama dengan
Indah selama 3 bulan ke depan. Oleh Dr. Yamazaki kami juga dikenalkan dengan
beberapa peneliti yang juga ruang kerjanya di ruang yang sama dengan kami. Kami
berdua pun di minta memperkenalkan diri. Indah memperkenalkan dirinya dengan
bahasa Jepang, sedangkan saya menggunakan Bahasa Inggris. Sebenarnya saya sudah
menghafal kosakata perkenalan menggunakan bahasa Jepang, tapi entah mengapa
saya tidak yakin dengan hal tersebut dan akhirnya memilih hanya menggunakan
bahasa Inggris.
Ruangan Kantor di NIMS |
“Watashi wa
Indah desu” –Saya Indah.
Begitu
kurang lebih Indah memperkenalkan dirinya. Saat Indah memperkenalkan dirinya menggunakan
bahasa Jepang, beberapa orang di kantor sedikit kaget karena Indah bisa
menggunakan bahasa Jepang. Indah kemudian menjelaskan jika saat SMA dia pernah mendapatkan mata pelajaran bahasa
Jepang. Di dalam ruangan kantor kami berdua berkenalan dengan beberapa orang di
antaranya Dr. Shan dari India, Hoshi-san, Kazaisuka-san, dan Mbak Nurhidayah
dari Malaysia—Alhamdulillah ketemu saudara sesama muslim, dan saya lupa
beberapa nama lagi.
Perkenalan
kemudian dilanjutkan menuju ruang laboratorium. Jarak antara kantor dan
laboratorium tidak terlalu jauh. Mungkin hanya sekitar 100m, cukup berjalan
kaki 5 menit. Kami kembali memperkenalkan diri dengan cara yang sama, di ruang
laboratorium kami bertemu dengan Amy-san, Kohara-san, Magae-san dan beberapa
peneliti lainnya yang tengah sibuk dengan pekerjaannya.
Perkenalan
selesai dan kami pun sedikit lelah. Suhu 14oC membuat perut kami
terasa lapar. Dr. Yamazaki mengajak kami ke kafetaria yang ada di NIMS kemudian
memesan makanan. Setelah melihat menu yang tersedia hampir tidak ada yang layak
makan oleh muslim seperti kami. Hingga finally
pilihan kami jatuh pada Mie Udon—mie
yang terbuat dari tepung terigu dan kuahnya adalah kaldu ikan. Ukuran mienya
besar. Di kafetaria tersebut harga Udon adalah
¥310.
Dreamers
jangan tanya ya rasanya bagaimana. Hehehe, menurut saya sih aneh (#kan lidah
orang Jepang dan orang Indonesia beda Cindy -_-) heheh:D Entah bagaimana hanya
2-3 kali suap saja saya sudah merasa bosan. Karena tidak enak dengan Dr.
Yamazaki saya dan Indah memaksakan diri menghabiskannya, meskipun pada akhirnya
kami berdua harus membuang mie tersebut. Saya merasa tidak enak dengan Dr.
Yamazaki tapi bagaimanapun kami berdua tidak kuat menghabiskan mie dengan porsi
besar tersebut.
Touchdown
Apartement
Setelah
makan Dr. Yamazaki membawa kami menuju apartemen yang akan kami tempati.
Ninomiya House itulah nama apartemen kami. apartemen bagi para peneliti dari
negara lain di Tsukuba, seperti saya dan Indah. Sebelum menuju ke kamar, saya
dan Indah harus menandatangani beberapa berkas terlebih dahulu. Setelah urusan
berkas beres kami kemudian diajak menuju kamar dan membawa semua barang bawaan
kami.
Nomor
kamar kami adalah 3201, tepat di pojok berada pada lantai 3 Ninomiya House.
Saya dan Indah menempati kamar yang sama dengan dua tempat tidur. Kami ditemani
oleh Dr. Yamazaki dan petugas Office Ninomiya House yang memberikan arahan
terkait kamar kami. Wah, kamar yang kami tempati benar-benar kece binggo. Fasilitas lengkap, kamar
tidur, lemari pakaian, toilet, kamar mandi, dapur, meja makan, telepon,
internet LAN, radio, DVD player, TV, kulkas, AC, mesin cuci, peralatan masak,
handuk, vacum cleaner, dll.
Leeunggkapppp banget! #alaymode. Hihihi, pokoknya kece binggo deh. Terbayang sepertinya akan betah tinggal di sini.
Aamiin.
Tsukuba Kota Sepi tapi Aman
Setelah
selesai, Dr. Yamazaki kembali ke NIMS dan memberikan kami waktu untuk
beristirahat hari ini dan kemudian mulai bekerja besok pagi (20 November 2015)
pukul 08.30 a.m. Kami akhirnya berbenah, mengeluarkan “barang-barang pusaka”
yang turut menemani perjalanan panjang kami.
Karena
mulai memasuki musim dingin di Tsukuba pukul 04.30 p.m sudah mulai gelap. Kami
sudah bisa sholat magrib jam segitu. Ah iya, setelah sampai di Tsukuba ternyata
HP dan Laptop kami sudah mati. Kami tidak bisa memberikan kabar apapun kepada
keluarga dan teman-teman di Sumbawa. Adaptor (colokan listrik) di Indonesia dan
Jepang berbeda. Satu benda penting itu luput dari perhatian kami sebelum
berangkat. Hingga setelah mandi dan sholat dan beres-beres saya dan Indah
memutuskan untuk berkeliling mencari sumber kehidupan (read: makan).
Sepanjang
jalan yang kami lalui mencari sumber kehidupan terlihat lenggang dan sepi.
Hanya ada beberapa mobil yang hilir mudik di jalan raya, itu pun tidak banyak.
Hanya beberapa. Sesekali kami bertemu dengan orang-orang yang mengendarai
sepedanya. Tidak ada aktivitas malam seperti di kota-kota besar di sini. Tujuan
lain kami selain membeli sumber kehidupan adalah untuk memberi adaptor listrik
juga. Kami tidak bisa mengecas laptop ataupun HP seharian ini. Hingga pada
akhirnya saya dan Indah tersesat hingga tak tahu tujuan dan arah jalan pulang
#eh :D.
Kami
lupa membawa turun peta yang tadi diberikan kepada kami. Beberapa kali kami
berdua salah masuk toko. Ketemu yang bercahaya terang asal masuk saja meskipun
pada akhirnya kami keluar tanpa membeli apapun. Sempat kami bertanya kepada
seorang pria yang sedang membasuh ban mobil yang besar di mana supermarket,
akhirnya pria tersebut menunjukkan kami sebuah toko yang isinya adalah toko
peralatan mekanik untuk mobil dan motor. Saat di depan toko tersebut kami heran
tapi tetap saja kami masuk, namun tidak mendapatkan apapun. Hahaha :D
lumayanlah survey di hari pertama.
Untungnya
kami bertemu dengan seorang ibu-ibu dengan sepedanya dan bertanya di mana
supermarket terdekat. Ibu-ibu tersebut menunjukkan kami arah sebuah tempat.
Supermarket Marumo namanya, di sana menjual banyak sekali sumber kehidupan.
Tapi kami tidak yakin dengan beberapa makanan seperti daging dan ayam
sepertinya tidak halal. Kami hanya membeli beberapa sayur dan bumbu dapur serta
minyak goreng (pas beli minyak goreng hampir mengambil vinegar karena warnanya
sama, untungnya kami bertanya terlebih dahulu kepada salah satu konsumen
supermarket itu dan menunjukkan kami jalan yang benar #eh minyak goreng yang
benar :D).
Intinya
jangan malu bertanya guys biar gak
tersesat dan tak tahu arah jalan pulang.. Hooouooooo #nyanyi. Hiihihi. Kami
kembali ke apartemen setelah “shopping” kemudian
masak, makan dan tidur. Alhamdulillah.
Anyway,
dreamers sekian dulu ya cerita hari
pertama kami di negeri sakura. Gak berasa kalau sudah 4 halaman lebih. Sampai
jumpa lagi di lain waktu. Semoga apa yang kami bagikan dapat bermanfaat di
kemudian hari. Bye bye. Assalammualaikum
Warrahmatullah Wabbarakatuh.
Oalaaaah...masa Udon ndak enak? Sini, kasih aku aja, wkwkwwk
BalasHapusYa gitu deh, orang asing kalo bisa ngomong bahasa Jepang walaupun cuma satu patah kalimat langsung dihargai banget. Makanya sebisa mungkin tiap ada kesempatan bahasa Jepang-nya dipraktekin :)
Yup, colokan di jepang emang beda sama di Indonesia, jadi harus beli adapter. Udah masuk Seiyu kan, yg toko Daiso? Di situ ada adapter *telat kasihtaunya Fahmiiii T_T*
Btw masalah supir bus, di Jepang emang kece seragamnya >.<
BalasHapusTrus asiknya lagi, dia ndak ada istilah ngetem. Mau ada penumpang atau ndak, kalo udah waktunya jalan ya jalan. Kalo pas lagi sepi ya udah, berasa naik kendaraan pribadi xixixxi