Tsukuba, 01 Januari
2016
Assalamualaikum Wr. Wb
Sebelumnya nih ya, kita sama-sama bersyukur dulu yuk sama Sang Maha Pencipta
- Allah SWT, yang masih ngasih kita umur sampai sekarang, yang masih ngasih
kita umur buat nutup tahun 2015 dan nyambut tahun 2016, yang masih ngasih kita
umur plus kesempatan buat tobat, hehe, buat perbaiki diri dan meluruskan jalan
kita yang bengkok-bengkok, hehe. Intinya, ini kesempatan yang udah Allah kasih
buat kita supaya bisa jadi pribadi yang lebih baik di tahun yang baru ini J yuk mariiii kita sama-sama
melafaskan Hamdallah, Alhamdulillah.. wah, pintar semua nih :D
Oke readers, this was a great
day! Di awal tahun ini, saya benar-benar merasakan nikmatnya bersyukur kepada
Allah. Jadi ceritanya, hari ini saya dan Cindy mengikuti kegiatan dauroh di
masjid Tsukuba. Ini adalah hari kedua pelaksanaannya. Dari total 3 hari, kami
hanya mengikuti 2 hari saja dikarenakan beberapa hal, hehe. Tidak seperti hari kemarin dimana kami akan di jemput lagi di
Tsukuba Center, hari ini kami akan berjuang untuk pergi dengan mengendari
sepeda. Tau jalan? Nggak! Hahha.
Nyasar-nyasar deh. Udah biasa :D
Untungnya kami memiliki teman yang tinggal di Ichinoya – salah satu
asrama di Univ. Tsukuba – yaitu Dea. Dikarenakan jarak dari Ichinoya ke masjid
hanya memakan waktu 15 menit dengan sepeda, dan juga rutenya tidak sulit
(apalagi Dea udah hafal tempatnya), kami memutuskan untuk pergi bersama. Kami
berjanji untuk bertemu di Ichinoya sebelum pukul 9, dikarenakan acara
penyampaian materi akan dimulai pukul 09.30 pagi. Yah, namanya juga manusia,
selalu penuh dengan kekhilafan (ngelesss), heheheh.
Kita telat! Aduhh.. gomen ne Dea-can.
Dengan seluruh tenaga yang masih tersisa, kami pun menganyuh sepeda
secepat yang kami bisa. Tapi karena kami juga tidak ingin mendzolimi diri sendiri
(ngelesss lagi), kadang kami turun dari sepeda dan berjalan. Ah, kami harus
melewati beberapa kali jalan yang menanjak, dan itu membuat kami benar-benar
kelelahan.. ntek isi betis kami ta ma
eeee :’(
Jarak dari Ninomiya House – Ichinoya tidak dekat readers. Dan kami pun
berkali-kali ingin berhenti untuk beristirahat. Tapi kami mengurungkan niat,
karena kami memiliki janji yang harus kami pertanggung jawabkan. Aseekkkk :D
Sampailah kami di kediaman tercinta Dea-can, Ichinoya. Aduhhh, kami lupa
mengabari Dea saat kami hendak kesini. Yahhhh… kami langsung lemas seketika. Yang
bisa kami gunakan untuk berkomunikasi disini hanyalah wi-fi. Tapi disini gak ada.. hiks. Kami mencoba
mengingat nomor kamar Dea dan mencoba pula membongkar mailbox di depan
apartemennya, hehe. Untungnya kamar Dea berada di lantai 1. Tanpa sungkan dan
ragu, kami pun memanggil dari jendela kamar sambil menggedor-gedor. Deaaa….
Deaaaaa… Deaaaaaaaaaaa… main yuk! Hahahah
Kami memanggil dengan intonasi yang bertingkat agar terdengar lebih merdu.
Dari suara pelan sampai keras, tak ada jawaban apapun dari Dea. Walaupun ada
beberapa orang yang lewat yang melihat kearah kami, kami tetap cuek dan
melanjutkan misi penting kami: mendengar sahutan Dea-can. Alhasil setelah
bersorak-sorak layaknya tarzan yang memanggil pasukan, kami pun duduk sambil
berjemur. Alhamdulillah, matahari kali ini cukup hangat dari biasanya.
Kami memilih tempat berjemur yang strategis, yaitu di belakang kamar
Dea-can. Hahaha, jadi bisa sambil teriak-teriak lagi. Sampai ketika seorang
bapak berusia sekitar 50an lewat didepan kami diiringi dengan alunan suara
Afgan yang merdu, wajahmu mengalihkan
duniakuuuuu… hahaha. Kidding :D
Beliau melihat kami sambil tersenyum, mungkin heran dengan kondisi kami
yang menyedihkan (duduk jongkok di belakang kamar orang sambil berjemur di
bawah matahari). Kemudian beliau mengucapkan Assaamualaikum, yang membuat kami
cukup terkejut. Tapi saya merasa senang dan lega dikarenakan bertemu dengan
saudara sesama muslim. Pertanyaan pertama yang beliau keluarkan tepat seperti
yang saya prediksi: what are you doing
here? Nah, kan! Malah aneh kalo gk nanya gitu, hehe. Akhirnya kami pun
menceritakan perihal keberadaan kami dengan wajah yang memelas.
Alhamdulillah, lagi-lagi bantuan Allah selalu datang disaat yang tepat.
Kebetulan bapak ini mempunyai seorang anak gadis yang tinggal satu apartemen
dengan Dea, tepatnya di lantai 3. Alhamdulillahnya lagi, si bapak ini akan
tengah menunggu anak gadisnya keluar. Dan beliaupun berkata bahwa kami bisa
masuk untuk memeriksa Dea saat anaknya membuka pintu (karena pintu masuk utama
tidak bisa dibuka sembarang, ada kunci khusus gitu. Yah, mirip-mirip Ninomiya
lah). Sambil menunggu kami pun memulai beberapa percakapan ringan. Beliau
adalah bapak Nurul Amin yang berasal dari Bangladesh. Beliau sudah
bertahun-tahun di Jepang dan sekarang bekerja disini. Dulunya beliau tinggal
bersama keluarganya, tapi kemudian keluarganya kembali ke Bangladesh. Sekarang
hanya tinggal beliau dan putrinya yang kuliah di Univ. Tsukuba.
Waktu terus berlalu, dan Dea pun tak kunjung muncul. Ahh.. akhirnya kami
membuat 2 hipotetis: 1. Dea sudah pergi duluan. 2. Dea ketiduran. Dan kami
menarik kesimpulan untuk pergi langsung ke masjid tanpa Dea. Pak Nurul pun
memberi kami arahan kemana kami harus pergi agar kami tidak tersesat dan
menjadi butiran debu. Eeeaaaa :D
jalannya sepi kan? |
Kami mengikuti instruksi dari pak Nurul, yaitu lurus terus, kemudian
belok kanan, kemudian kami lupa selanjutnya kemana. Aduh! Sampai di perempatan
yang sangaaatt sepi, kami galau harus belok kanan atau tidak. Karena sejauh
mata memandang, hanya jalanan sepi di sebelah kanan tersebut. Kami memutuskan
untuk lurus karena kami pernah melewati jalan tersebut sebelumnya. Setelah
melewati jalan yang berlika-liku, kami pun bertemu dengan perempatan jalan
utama. Alhamdulillah.
banyak perempatan yang bikin galau |
Tapi kami bingung mau kemana, hehehe. Saya hanya ingat bahwa masjid
Tsukuba tidak jauh dari Ichinoya, dekat dengan jalan utama yang menanjak, dan
majid terletak di bawah jalan tersebut. Akhirnya kami memutuskan untuk belok
kesebelah kanan. Setelah bersepeda cukup jauh, sampailah kami di perempatan
lagi, hehe. Saya seperti mengenal perempatan ini. Saya merasa bahwa ini adalah
jalan yang pernah kami lewati saat ke masid. Dari perempatan ini, belok kanan,
masuk ke sebuah perkampungan. Tapi ada hutan yang tidak terlalu rimbun yang
harus dilewati sebelum sampai ke rumah-rumah penduduk. Saya sedikit yakin dan
ingin mencoba melewati jalan tersebut. Tapi melihat Cindy yang tidak yakin dan
juga kelelahan, saya mengurungkan niat. Kami pun kembali ke Univ Tsukuba dan
mengulang mencari jalan yang benar dengan beberapa bangunan sebagai patokan.
Tapi itu bukan pilihan yang mudah, karena kami harus bersepeda jauuuhhh lagi
untuk sampai kesitu.
Setelah beberapa ratus meter, kami sampai di kawasan asrama Univ.
Tsukuba. Kampus ini sangat besaaarrr dan luas. Dari gedung yang satu ke yang
lain tidak selau dekat. Ada taman luas yang harus dilewati, ada penyebrangan
jalan, jembatan dan sebagainya. Makanya kebanyakan penghuninya selalu menaiki
bus untuk pergi ke gedung yang lain atau ke bagian lain dari Univ. Tsukuba ini.
Kami mencoba mencari lokasi berdasarkan peta yang kami jumpai. Lagi-lagi
Alhamdulillah, kami bertemu dengan seseorang yang kami kenal. Iya seorang
laki-laki, berasal dari India. Ia tengah menyelesaikan Ph.D di NIMS, tempat
kami magang. Saya memang sering bertemu dengan beliau, tapi selalu lupa untuk
menanyakan nama, hehe. Kami mencoba menanyakan letak masjid Tsukuba pada Mr.
India tersebut dan temannya. Mereka spontan mengatakan bahwa itu sangat jauh. Iya, tau kok bang kalo jauhhh.
Mereka kebingungan sendiri untuk menjelaskan rutenya kepada kami.
Akhirnya mereka menunjukkan kami jalan dari atas jembatan. Dan jrengggg
jreengggg.. ternyata jalan yang saya curigai sebelumnya, ITULAH JALANNYA!!! Aduuuhhhhh… mutar jauh lagi dong. Ini gak
ada yang mau ngasih piring cantik ya ke kita?
Akhirnya setelah berterimakasi dengan wajah yang sangat amat pasrah,
kami pun kembali ke jalan tersebut. Kami mulai memasuki perkampungan yang
sangat berbeda dari yang biasa kami lihat. Yeah! Welcome to the other site of
Japan! Ini baru Jepang. Hehe. Bangunan klasik khas Jepang menjamur disini.
Rumah dengan dinding dan lantai kayu, taman-taman kecil nan indah dan pohon
jeruk serta buahnya yang melimpah. Ah, salah satu misi saya yang tertunda:
MEMETIK SENDIRI BUAH JERUK LANGSUNG DARI POHONNYA DI HALAMAN RUMAH ORANG
JEPANG! Hahaha.
suasana kampung yang sepi |
Di perkampungan ini sangat sunyi dan terasa damai. Kesunyiannya berbeda
dengan kawasan Ninomiya. Di Ninominya dan sekitarnya kami hanya melihat
apartemen yang tinggi, mewah, modern dan banyak. Sedangkan disini banyak sekali
lahan pertanian, tanah kosong, rumah-rumah yang sangat khas dengan arsitektur
sederhana namun tampak sangat asri. Wah, kalau nyasar disini, betah deh :D
suasana rumah yang masih tradisional |
Kami mengelilingi kampung tersebut, dari gang satu ke gang lainnya sampai
bertemu jalan besar. Tapi saya sedikit tidak yakin, karena seingat saya
letaknya disekitar perkampungan ini. Akhirnya kami masuk kembali ke
perkampungan dan bertanya kepada seorang kakek yang tengah berdiri di taman
rumahnya sambil memakan jeruk: kek, boleh minta jeruknya? Hahaha. Nggak nggak,
becanda :D
“sumimasen (permisi), do you know where is the Tsukuba Mosque?” si kakek
bingung sambil geleng-geleng dan menjawab “wakarenai (saya tidak mengerti)”. Saya
pun tersenyum dan mengangguk paham. Sampailah kami di satu lapangan yang cukup
luas. Lapangan ini diselimuti oleh cahaya matahari siang yang menyilaukan, tapi
cukup hangat. Kami memutuskan untuk beristirahan dan duduk sambil meluruskan
kaki di tepi padang rumput ini. Lagi pula, suara adzan di handphone telah
terdengar yang menandakan tiba waktunya untuk menunaikan sholat Jum’at bagi
kaum Adam. Mendengar lantunan adzan dengan hembusan angina sepoi-sepoi dan
sinar matahari yang hangat memberikan ketenangan tersendiri untuk saya. Rasa syukur
pun tak henti terpanjat untuk Sang Maha Pemberi Nikmat, Allah SWT. Dengan ketenangan
ini, saya bisa merenungkan betapa besar dan banyak nikmat Allah yang telah saya
terima, dan seberapa sedikit pengabdian yang sudah saya lakukan. Astagfirullah.
Dzikir dan istigfar pun ikut terlantun dengan sendirinya.
Begitulah kita, manusia. Terkadang kita lupa akan apa yang telah kita
terima. Kita hanya berpikir atas apa yang kita inginkan. Padahal Allah SWT
lebih tau mana yang terbaik. Allah memberikan apa yang sebenarnya kita buuhkan,
bukan yang kita inginkan. Karena terkadang keinginan itu bisa membawa hal buruk
untuk kita. Baik itu kesusahan maupun kesenangan, musibah atau rezeki, Allah
yang lebih tau mana yang pantas kita dapatkan. Maha Suci Allah, Sang Pembuat
Rencana terbaik bagi umatnya J
Setelah beberapa saat dan kumandang adzan tidak terdengar lagi, saya pun
segera mengajak Cindy untuk melanjutkan pencarian rumah Allah. Dalam hati saya
yakin bahwa Allah akan menunjukkan kami jalan untuk menuju ke rumah-Nya,
tentunya dengan cara yang dikehendaki-Nya.
lapangan depan rumah Chio-san |
Kami melihat seorang ibu di halaman rumah yang berada tepat disamping
lapangan. Tanpa ragu kami menghampi beliau
dan bertanya tentang tujuan kami. Beliau terlihat kebingungan karena beliau
tidak mengerti bahasa inggris, dan kami juga tidak mengerti bahasa jepang. Hehehe.
Ditengah kebingungan itu, muncullah sebuah mobil berwarna merah terang. Ternyata
si pengendara adalah anak dari sang ibu ini. Anaknya pun segera menghampiri
kami. Dengan bermodal screenshot lokasi, kami menanyakan kembali kepada sang
anak mengenai letak masjid Tsukuba. Setelah bingung beberapa saat, si anak pun
mencoa mencari via google maps.
Akhirnya dapat! Lagi, lagi dan lagi,
Alhamdulillah. Pertolongan Allah pun datang. Wanita cantik ini, dengan sedikit
terbata-bata memberitahukan kami bahwa ia akan mengantarkan kami ke masjid
menggunkan mobilnya, tapi nanti kami kembali lagi untuk mengambil sepeda. Jadi ia
hanya menunjukkan jalan kepada saya dan Cindy.
Wanita ini bernama Chio. Ia sangat baik dan ramah. Saya sempat tidak
percaya bahwa ia akan membantu kami begitu banyak seperti ini. Untuk orang
asing seperti kami yang baru beberapa menit ia temui, ia dengan senang hati
membantu. Masyaallah. Ini adalah hal langka yang mungkin akan sulit saya
temukan jika saya sudah kembali ke negara dan daerah asal saya.
Akhirnya, sampailah kami ke masjid Tsukuba. Rumah Allah yang telah
berjam-jam kami cari. Rumah Allah yang kami cari dengan susah payah. Rumah
Allah yang membuat kami merasakan suka-cita akan nikmat-Nya di tengah
perjalanan kami. Rumah Allah yang membuat kami memanjatkan syukur yang luar
biasa saat kami menemukannya. Inilah tempat dimana kami bisa beribadah kepada-Nya
bersama orang-orang mukmin lainnya. Subhanallah. Allahu akbar! Allahu akbar! Allahu
akbar!
Kami pun kembali ke rumah Chio-san dengan perasaan yang sangat amat
lega. Kami bertemu dan bercakap dengan ayah dan ibunya dengan bahasan yang
berbeda tanpa paham inti keseluruhan dari percakapan tersebut. Begitulah,
situasi yang sebenarnya bisa membuat stress karena perbedaan bahasa telah
berubah menjadi momen bahagia atas kehendak Allah SWT.
Sebelum berpamitan, kami menyempatkan untuk berfoto bersama guna
mengabadikan momen bahagia ini. Selesai foto, ibu Chio-san berkata” matte ne!”
(tunggu sebentar ya). Saya dan Cindy pun saling melirik. Chio dengan senyumnya
yang manis turut menyusul ibunya masuk kedalam rumah. Tinggallah saya, Cindy
dan ayah Chio-san. Beliau berbicara dengan sangat fasih dalam bahasa jepang. Yaiyalah!
Tapi saya dan Cindy hanya mengangguk dan tersenyum. Chio-san dan ibunya keluar
denga dua kantong plastic tembus pandang. Beliau memberikan masing-masing satu
kepada kami. Isinya adalah kue kering, kue beras dan jeruk. JERUKKK. Haha. Chio-san
pun menggambil 2 botol teh olong dari mobilnya dan memberikan kepada kami. Alahmdulillah,
rezeki anak solehah. Hehehe. Masyaallah. Rasa syukur yang tiada henti kami
panjatkan kepada Allah SWT atas berkah-Nya yang luar biasa.
foto bareng Chio-san dan keluarga |
Akhirnya kami pun pamit sambil mengucapkan terima kasih berkali-kali
kepada Chio-san sekeluarga. Semoga hal baik selalu menyertai mereka. Amin ya
rabb. Kami melankutkan perjalanan yang cukup panjang untuk sampai ke masjid tujuan
kami. Kami tidak terburu-buru seperti sebelumnya. Mungkin karena kami telah
paham rutenya, kami jadi sedikit bersantai sambil menikmati keindahan alam yang
telah Allah ciptakan.
Sesampainya di masjid, khotbah Jum’at tengah berlangsung. Masuklah saya
dan Cindy ke ruang belakang tempat para akhwat berkumpul. Kami menceritakan
semua yang telah kami lalui dengan semangat yang membara, hehehe. Mendengar cerita
kami, mereka pun ikut melantunkan syukur kepada Sang Maha Pencipta atas apa
yang telah kami lalui.
Setelah beristirahat sejenak dan sholat Jum’at usai, beberapa ikhwan
mengetuk pintu untu mengantarkan makanan. Ahamdulillah, lagi lagi lagi dan
lagi. Betapa banyak nikmat Allah yang kami dapatkan hari ini. Perut yang tidak
diisi dari pagi pun turut bersyukur, heheh.
Setelah agenda makan siang selesai, kami pun melanjutkan acara ta’aruf sesama
akhwat. Setelah memperkenalkan diri satu sama lain, semua kompak ingin
mendengar cerita dari umi nya Luna. Umi telah berada selama 17 tahun di Jepang.
Awalnya beliau kesini untuk berobat karena belum mendapatkan momongan. Berkali-kali
mencoba dan tidak mendapat hasil yang diharapkan tidak membuat ia menyerah. Sampai
akhirnya, di satu titik dimana dokter pun menyarankan untuk menghentikan
pengobatan, karunia Allah jatuh padanya. Sekarang, umi telah menjadi seorang
ibu untuk gadis kecil yang cantik bernama Luna.
Beliau ada sosok wanita kuat yang sangat baik dan ramah. Dari cara
bicara yang tenang dan halus kami semua dapat menebak bahwa beliau juga seorang
wanita yang sangat penyayang dan penyabar. Beliau menceritakan bagaimana
perkembangan islam di Jepang sepengetahuan beliau. “dulunya di Jepang ini
susaahh sekali. Terutama untuk mencari makanan yang halal. Tapi Alhamdulillah sekarang
sudah lumayan mudah. Sudah ada beberapa supermarket yang menjual makanan halal
yang bersertifikat dan aman. Tempat ibadah juga sudah lebih baik dari
sebelum-sebelumnya” tuturnya.
Umi sekeluarga menetap di Tokyo. Disana sering kali diadakan pengajian
seperti ini. Beliau menceritakan bahwa dulu pernah ada seorang ustad dari
Indonesia yang datang bersama istrinya. Ternyata anak dari pasangan ini telah
mampu mengkhatam beberapa juz Al-Qur’an. Kemudian beliau bertanya, bagaimana
caranya? Apakah di hafal berulang-ulang kali? Namun sang istri menjawab tidak. Mereka
tidak pernah memaksa anak mereka untuk menghafal. Dari sang anak kecil, sang
ibu telah mendengarkan lantunan ayat suci Al-Qur’an pada anaknya. Iya melantunkan
satu ayat dalam sehari, tapi berulang-ulang agar sang anak dapat mengingat. Subhanallah..
Umi pun mencoba melakukan hal yang sama pada putri kecilnya, Luna. Mulai
dari juz 30, umi pun mendengarkan satu-persatu ayat pada Luna. Dan akhirnya
berhasil. Kalimat pertama yang diucapkan Luna saat iya mulai bisa berbicara
adalah ayat pertama surah An-Naba’: Amma yatasaa’auun. Subhanallah. Betapa luar
biasa keajaiban Allah. Walaupun tidak bisa melafaskan dengan benar, paling
tidak Luna telah mengenal ayat tersebut.
Semua sangat tersentuh mendengar cerita umi. Bahkan salah satu peserta
akhwat yang mendengar sampai meneteskan air mata. Ini bukanlah hal yang menyedihkan.
Tetapi ini adalah hal yang membuktikan betapa besar dan hebatnya Allah SWT. Allah
telah menggerakkan hati kami yang mendengarnya. Betapa sederhananya jalan yang
Allah buka bagi para calon ibu untuk menjadikan anak yang akan mereka lahirkan
bisa menjadi anak yang solih/solihah, anak yang kenal agama dan dekat dengan
Sang Pencipta. Inilah tanggung jawab besar bagi kami, kaum Hawa.
Ya Allah, untuk kesekian kalinya saya bersyukur bisa berada di
tengah-tengah umat-Mu ini, di tengah-tengah wanita salihah seperti mereka. Dan begitulah
acara dauroh ini berlangsung denga hikmat. Penyampaian materi dan sesi tanya jawab
serta shalat jama’ah berlangsung dengan lancar. Malamnya ditutup dengan acara
makan bersama dan tentunya ucapan Hamdallah berkali-kali.
Malam ini saya dan Cindy memutuskan untuk menginap di Ichinoya, di apato
mba Riska. Mengingat ini sudah terlalu malam dan dingin untuk kami pulang ke
Ninomiya. Dan jaraknya juga sangat jauh. Tak mau mendzolimi kaki lagi, kami pun
menuju apato mba Riska yang lebih dekat. Setelah sampai, kami pun beristirahat
dengan perasaan bahagia, gembira dan lega.
Masyaallah. Maha Besar Allah atas segara nikmat, rahmat, karunia dan
hidayahnya. Semoga kita semua selalu dalam bimbingan dan lindungan-Nya. Aminn ya
rabb
Oke readers, sekian cerita saya. Semoga bisa bermanfaat ya. Wassalamualaikum Wr. Wb
whoaaaa.....what a very nice trip girl! Masya Allah, nekat juga kalian ke masjid pake sepeda. Kereen! Semoga tambah semangat menjalani sisa hari di Tsukuba, aamiin :)
BalasHapusHahah.. Iya mi. Sesuatu betul hari itu rua.. Cobaan batin juga. Haha
BalasHapus