Apa rungan?
Josh.. berjumpa lagi dengan saya. Kali ini saya akan
bercerita sedikit bagaimana kehidupan muslim sebagai minoritas di negri
perantauan. Check it out!
Banyak yang mengatakan bahwa menjadi seorang muslim di
Negara dengan mayoritas non-muslim adalah ujian yang benar-benar memerlukan
kesabaran. Segala sesuatu serba terbatas. Tidak bisa makan sepuasnya (bagi saya,
Lol!). Eits, jangan salah sangka dulu. Bukan hanya memberi makan jasmani, tapi
juga rohani. Setuju?
Oke, let’s start from your body! Untuk saya yang berada di
Jepang (dan suka makan), ke supermarket adalah salah satu ujian. Kenapa? Ya
karena berlimpahnya makanan yang merangsang produksi air liur secara berlebih
(baca: bikin ngiler). Jepang merupakan Negara yang indah. Segala sesuatu pasti memiliki nilai seni.
Bahkan, tutup besi saluran air di pinggir jalan pun memiliki ukiran. Saya
pernah menemui beberapa saluran yang di tutupnya terdapat ukiran bunga sakura,
kartun, tulisan dalam bentuk kanji dan bahkan di warnai dengan cat.
Untuk
makanan? Apalagi! Mereka menata makanan yang disajikan seindah mungkin. Mulai
dari sushi, sashimi, sampai okonomiyaki yang bahan utamanya adalah telor dan
sayur yang di mix kemudian di goreng (hampir menyerupai isi martabak telur,
hahaha).
![]() |
Sebut saja "Seni Jalanan" |
![]() |
Mochi |
Salah satu yang dapat kita lakukan adalah mengikuti
kajian-kajian keislaman, diluar perintah yang diwajibkan oleh Allah AWT. Kita harus
memenuhi rohani kita dengan asupan kebaikan agar keimanan dan ketaqwaan kita
bertambah walaupun dalam keterbatasan.
Nah, Alhamdulillah komunitas muslim di Tokyo dan sekitarnya
sangat aktif. Mereka selalu menyelenggarakan acara kajian bulanan dan terkadang
mengundang pembicara dari Indonesia. Acara pertama yang saya ikuti adalah
Tabligh Akbar yang diselenggarakan oleh Ikatan Perawat Muslim Indonesia (IPMI)
yang bekerjasama dengan Keluarga Masyarakat Islam Indonesia (KMII) dan KBRI
TOKYO. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 5 November 2017 lalu di Komplek
Masjid Indonesia Tokyo – SRIT. Kajian
ini bertema “Dimanapun berada, cukup bagi kita ALLAH SWT”. Pembicara yang
mengisi kajian ini adalah seorang ustad yang sangat popular di kalangan anak
muda karena kebiasaan beliau yang sering menyindir para jomblo Wkwkwkw. Ustad Hanan Attaki adalah salah satu ustad
favorit saya. Bukan karena beliau sering menyebabkan kebaperan di setiap
kata-katanya loh ya. Ini karena beliau mampu mengenalkan dan mengajarkan Islam
dengan cara yang menyenangkan, terutama kepada anak-anak muda zaman now yang
sangat jauh dari sentuhan islam. Beliau melakukan berbagai macam pendekatan ke
beberapa komunitas anak muda yang ada.
Dari cerita beliau saat saya mengikuti kajiannya, beliau bilang memang susah.
Bahkan sangat susah untuk bisa masuk dan berbaur kedalam kelompok mereka. “Jika
saya datang ke tengah-tengah mereka dan berdakwah “wahai kalian para khalifah
muda, Rasullullah SAW bersabda…..” dan sebagainya maka saya akan langsung
mendapat penolakan total. Bukannya mencintai islam malah mereka akan menjadi
semakin keras dan menjauh. Mereka akan berpikir bahwa Islam itu membosakankan
dan kaku. Oleh sebab itu, saya mencoba bergau dengan mereka. Saya mencoba menyukai
apa yang mereka sukai agar mereka mau menerima saya. Lalu saya dapat dengan
perlahan mengubah pemahaman mereka tentang Islam dan membawa mereke untuk lebih
dekat dengan Allah SWT”. Cerdas! Pemikiran beliau yang seperti itu membuat saya
kagum.
![]() |
Suasana Kajian di Aula Sekolah Republik Indonesia Tokyo |
Terkadang jika kita berada di tempat yang baru, tempat yang
jauh dan bukan zona dimana kita biasa berada, kita merasa takut, panik dan
tidak tenang. Disaat itulah kita benar-benar merasa bahwa Allah adalah
satu-satunya penolong. Disaat itulah kita akan benar-benar mengandalkan Allah. Padahal
sebenarnya Allah selalu menunggu kita untuk berdoa dan memohon pertolongan. Saya
sering merasa bahwa semakin jauh saya berada, semakin dekat saya kepada Allah
bukan sebaliknya. Berada di tempat yang mayoritasnya bukan muslim tidak membuat
saya melupakan diri saya sebagai muslim, tidak menjauhkan saya dari agama saya,
malah membuat saya semakin dekat dengan Allah. Segala kesulitan tersebut malah
membuat saya semakin bergantung kepada Allah, semakin mengandalkan Allah karena
tidak ada yang dapat menolong saya selain Allah SWT.
Okee, sebagai pesan sponsor: mumpung di Indonesi, mumpung
masih berada di negara yang mayoritasnya Islam, ayo banyak-banyak ikut kajian.
Sesungguhnya Allah telah memudahkan kita, tinggal bagaimana cara kita
menanggapinya ^^
See you in next chapter.
Wassalamualaykum Wr. Wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar